7 Saran Ombudsman Agar Seleksi CPNS Bebas Maladministrasi

3 Desember 2018 13:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi Pers Ombudsman soal Indikasi Maladministrasi Seleksi CPNS 2018 di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (3/11). (Foto:  Nurul Nur Azizah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi Pers Ombudsman soal Indikasi Maladministrasi Seleksi CPNS 2018 di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (3/11). (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ombudsman menerima sebanyak 1.054 laporan permasalahan yang berpotensi maladministrasi dalam proses seleksi CPNS tahun 2018. Berdasarkan hasil dari evaluasi tahapan seleksi yang telah berjalan, Ombudsman memberikan 7 saran agar proses seleksi terakhir yaitu Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) yang akan berlangsung Desember ini, terbebas dari maladministrasi.
ADVERTISEMENT
“Pertama, pengumuman persyaratan oleh instansi penyelenggara harus divalidasi oleh Panselnas (Panitia Seleksi Nasional-red) sehingga tidak ada persyaratan yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku,” kata Komisioner Ombudsman Laode Ida di Gedung Ombudsman, Kuningan, Jakarta, Senin (3/12).
Laode menambahkan, dari awal, persyaratan harus dituliskan secara rinci dan jelas, terutama untuk formasi yang membutuhkan kekhususan. Misalnya seperti persyaratan jenis kelamin, agama, dan kemampuan khusus lainnya.
“Ada beberapa kasus ditemukan misalnya KUA, kan dia harus laki-laki, kedua itu Islam, ternyata itu syarat-syaratnya masih nggak jelas,” jelas Laode.
Konferensi Pers Ombudsman soal Indikasi Maladministrasi Seleksi CPNS 2018 di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (3/11). (Foto:  Nurul Nur Azizah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi Pers Ombudsman soal Indikasi Maladministrasi Seleksi CPNS 2018 di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (3/11). (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
Yang kedua, Ombudsman menyarankan agar persyaratan akreditasi perguruan tinggi yang dipergunakan harus mengacu pada peraturan menteri yang membidangi, yaitu Peraturan Menristekdikti Nomor 23 Tahun 2016.
“Tentang akreditasi perguruan tinggi kalau yg dipakai itu adalah akreditasi B, itu yang diterima sebagian besar dari Jawa. Saya kira ini jadi kesenjangan, jadi saya kira harus dimodifikasi,” ujar anggota Ombudsman Suhaedi.
ADVERTISEMENT
Ketiga, persyaratan terkait tingkat pendidikan calon peserta juga harus memperhatikan rumpun ilmu, bukan hanya menggunakan nomenklatur program studi.
“Ada beberapa penemuan yang sangat ironis. Yang mau diterima adalah jurusan mesin otomotif, tapi hanya ditulis programnya saja yaitu untuk program studi teknik mesin, akhirnya tidak diterima,” ujar Laode.
Keempat, para peserta seleksi juga harus diberikan masa sanggah jika ternyata berkas awal yang belum lengkap.
“Harus diberi masa sanggah, ada seleksi berkas, ada yang tidak lulus langsung didrop. Padahal mereka yang tidak lulus itu menurut mereka sudah memenuhi persyaratan, karena tidak ada masa sanggah, mereka tidak bisa melengkapi kembali,” kata Laode.
Ilustrasi CPNS. (Foto: BKN)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi CPNS. (Foto: BKN)
Kelima, help desk dan call center setiap penyelenggara yang sudah didaftarkan di BKN dan diumumkan kepada masyarakat harus aktif dalam memberikan tanggapan dan pertanyaan yang disampaikan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Keenam, Ombudsman juga menyarankan untuk mengevaluasi soal-soal yang dipergunakan. Evaluasi yang dimaksud selain berupa uji validitas dan uji reabilitas agar dapat menjaring CPNS yang kompeten dan berintegritas, juga agar ramah terhadap disabilitas.
“Soal-soal untuk formasi disabilitas harus didesain tersendiri sesuai karakteristik disabilitas calon peserta,” lanjut Laode.
Terakhir, Ombudsman juga menekankan agar pengadaan prasarana dan sarana seleksi harus dipersiapkan dengan matang oleh Panselnas dan panitia penyelenggara.
“Sebelumnya harus dilakukan uji coba terhadap prasarana dan sarana di titik lokasi, karena ada laporan itu di Maluku Utara ada 200 lebih laptop, yang bisa digunakan hanya 170," kata Laode.