news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

9 Tingkah Fredrich Yunadi ke KPK

29 Juni 2018 6:36 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 7 tahun penjara kepada Fredrich Yunadi. Mantan pengacara Setya Novanto itu juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsidair 5 bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
Fredrich terbukti menghalangi penyidikan KPK terhadap Setya Novanto yang saat itu berstatus tersangka kasus korupsi e-KTP. Perjalanan panjang KPK mengusut kasus ini diwarnai dengan beragam tingkah Fredrich yang mengundang gelak tawa hingga yang menguji kesabaran jaksa.
Apa saja? berikut kumparan merangkumnya untuk anda.
1.Sebut jaksa KPK anak kemarin sore
Fredrich Yunadi mengumpat jaksa KPK, menyebut dakwaan yang menuduhnya merekayasa sakit Setya Novanto sebagai dakwaan palsu. Fredrich bahkan mengata-ngatai jaksa KPK tukang tipu.
Fredrich bercerita, petugas KPK yang datang ke rumahnya melakukan penangkapan mengancam anak-anaknya dan istrinya. Untuk meyakinkan ceritanya, Fredrich bahkan menunjukkan beberapa foto saat penyidik dan jaksa KPK datang ke rumahnya.
"Mereka (jaksa) semua ini anak muda yang kemarin sore, kerjaannya bikin skenario," kata Fredrich di Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta Selatan, Kamis (8/2).
ADVERTISEMENT
"Bayangin saja datang ke rumah saya ngancam-ngancam anak saya, ngancam-ngancam istri saya. Urusan apa jaksa ngancam-ngancam anak saya. Bilang, kamu jangan macam-macam. Kamu dengarkan, mereka masuk rumah saya secara keroyok. Ini benar, saya punya bukti-buktinya," beber Fredrich.
Fredrich lalu membeberkan bahwa Novanto dirawat di RSCM atas rekomendasi KPK.
"Di RSCM Kencana Pak SN dirawat 3 hari. Kalau (sakit) ringan, selesai diperiksa Pak SN disuruh pulang. Berarti di sini saja sudah tahu," ungkap dia.
2.Sebut dirinya sekolah lebih tinggi daripada jaksa
Fredrich bersitegang dengan penuntut umum KPK dalam sidang lanjutan perkara dugaan menghalangi penyidikan kasus e-KTP. Ia beradu argumen dengan jaksa di tengah-tengah pemeriksaan terhadap saksi.
Ketika Fredrich mendapat giliran mengajukan pertanyaan kepada saksi yang dihadirkan penuntut umum KPK, ia beberapa kali menggunakan kata 'situ' untuk menyebut saksi perawat RS Medika Permata Hijau, Indri Astuti.
ADVERTISEMENT
Hakim menegur Fredrich, memintanya tetap menggunakan kata ganti saksi. Teguran itu tak dihiraukan Fredrich, ia masih saja menggunakan kata 'situ' sehingga penuntut umum KPK geram dan keberatan.
"Izin, Yang Mulia. Kami keberatan dengan terdakwa yang selalu menyebut 'situ' kepada saksi. Tolong gunakan Bahasa Indonesia yang benar," ujar jaksa Takdir Suhan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (5/4).
Fredrich tersulut dan menuding jaksa Takdir sengaja menyela perkataannya dalam persidangan. Fredrich bahkan memandang hal itu sebagai serangan secara personal kepadanya.
"Eh, Bahasa Indonesia saya lebih bagus dari Anda. Saya sekolahnya lebih tinggi dari anda. Ini apa mau berhadapan secara pribadi dengan saya?" kata Fredrich dengan nada tinggi.
Ketegangan akhirnya berhasil diredam setelah beberapa saat berlalu.
Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
3.Minta saksi yang dihadirkan KPK disumpah pocong
ADVERTISEMENT
Fredrich Yunadi menilai saksi yang dihadirkan penuntut umum KPK tak memberikan keterangan jujur. Ia lantas meminta saksi melakukan sumpah pocong atau menggunakan lie detector sebelum memberikan keterangan.
Permintaan itu diutarakan Fredrich di sela-sela mendengarkan keterangan petugas keamanan RS Medika Permata Hijau, Abdul Aziz, yang menjadi saksi untuk dirinya di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (5/4).
"Saksi ini sudah berkata bohong, saya minta izin agar bisa gunakan lie detector atau ambil sumpah pocong, Pak," kata Fredrich kepada hakim. Namun hakim tak menghiraukan permintaan Fredrich.
Abdul Aziz menerangkan sejumlah hal terkait peristiwa masuknya Setya Novanto ke RS Medika Permata Hijau. Salah satunya, tentang Fredrich yang juga berada di lokasi tersebut saat itu.
ADVERTISEMENT
Fredrich yang kala itu pengacara Setya Novanto itu membantah keterangan Abdul. Ia juga mengaku tak pernah minta tolong petugas keamanan untuk membawa Novanto.
4.Pamer Bakpao
Fredrich Yunadi kesal pernyataannya soal benjolan Setya Novanto seperti bakpao sering dijadikan bahan lelucon. Ia pun sengaja membawa bakpao asli ke persidangan, untuk membuktikan kebenaran pernyataannya.
Di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (12/4), dokter Francia dari RS Medika Permata Hijau sebagai saksi, dalam keterangannya mengaku mengenal Fredrich lantaran pernyataan soal 'bakpao' di media.
Hal itulah yang membuat Fredrich tampak geram. Ia lalu mengeluarkan sebuah bakpao yang direkatkan di atas piring plastik putih menggunakan plastic wrap.
"Di mana saya, dimana-mana diejek penuntut umum, katanya seperti bakpao. Makanya sekarang, dapat gelar pengacara bakpao. Alhamdulillah, daripada enggak ada gelar sama sekali," kelakar Fredrich.
Bakpao yang ditunjukkan Fredrich di persidangan (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bakpao yang ditunjukkan Fredrich di persidangan (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
Fredrich lalu melontarkan pernyataan yang sontak memecah keheningan sidang. Ia mengaku bersedia menyiapkan bakpao berbagai jenis dan ukuran untuk penuntut umum.
ADVERTISEMENT
Hal itu dimaksudkannya agar jaksa memahami bentuk bakpao tidak melulu berukuran besar.
"Makanya penuntut umum paling senang, tiap hari nanya bakpao. Nanti saya kirim ya, 10 lusin, saya kasih 10 lusin bakpao karena bapak antusias sekali sama bakpao," ucap Fredrich.
5.Protes soal rutan KPK
Fredrich Yunadi mengeluhkan kondisi makanan yang ia terima selama menjalani masa tahanan di Rutan KPK. Ia protes lantaran mengaku dapat informasi bahwa seorang tahanan mendapat jatah makan senilai Rp 40 ribu.
"Kalau pagi, cuma dikasih kacang ijo, cuma satu sendok itu, kan penyiksaan secara tidak langsung," kata Fredrich kepada majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/4).
"Katanya sehari punya jatah 40 ribu. Itu kan korupsi. Coba liat aja makanannya apa," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Bahkan Fredrich menyebut, saking sedikitnya porsi yang diberikan, ia dapat menghitung jumlah kacang hijau yang ada dalam mangkuknya.
"Ya tapi bijinya tadi bisa dihitung. Air apa lambung perutnya? Yang benar aja dong. kalau ndak coba saja situ sehari deh," kata Fredrich.
Fredrich juga mengeluhkan kondisi rutan ditempatinya. Ia menilai terlalu banyak orang yang dimasukkan ke dalam rutan KPK tersebut.
"Kemarin kami dijejeli orang lagi, 11 orang. Ditumpuk-tumpuk kayak ikan asin," kata Fredrich.
Bubur kacang ijo Fredrich Yunadi. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bubur kacang ijo Fredrich Yunadi. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
Dia juga merasa rutan itu tidak aman dan meminta dipindahkan ke rutan Polda Metro Jaya atau Polres Jakarta Pusat.
"Makanya kami mohon izin untuk mempercepat (pemindahan) misalkan mohon izin di Polres Jakpus kan dekat. Karena kalau di sana keamanan kita tidak terjamin," ujar Fredrich.
ADVERTISEMENT
Jaksa pun bergeming dengan menyebutkan seluruh fasilitas yang diberikan telah sesuai dan diyakini dapat memenuhi hak para tahanan KPK.
"Cukup majelis intinya bahwa kami melaksanakan tugas di dalam perawatan sesuai HAM dan ada ketentuannya majelis," kata jaksa Takdir.
Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
6.Mengaku salat sering bolong
Hadirin di sidang dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, dibuat tertawa oleh Fredrich yang mengaku sering bolong salat wajib. Hal itu bermula saat majelis hakim mempertanyakan waktu Fredrich kembali ke kantornya setelah melakukan survei fasilitas RS Medika Permata Hijau, pada 15 November 2017.
Anda tiba di kantor apa sudah masuk magrib atau belum?,” tanya ketua majelis hakim Mahdudin kepada Fredrich di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (4/5).
ADVERTISEMENT
Namun Fredrich tak bisa memastikan apakah waktu itu sudah masuk waktu salat magrib atau belum.
“Tiba di kantor pukul 18.00 WIB lebih. Terus terang saya orangnya kalau salat bolong. Enggak tahu sudah magrib apa belum,” jawab Fredrich disambut gelak tawa hadirin.
“Pokoknya pukul 18.00 lebih saya terima telepon dari ajudan Setya Novanto lewat face time. Dia (ajudan Setya Novanto) bilang ada perintah bapak sekitar pukul 19.00 WIB mendampingi Bapak ke KPK,” terangnya.
Niat Fredrich menemani Setya Novanto ke KPK gagal. Lantaran malam itu, Setya Novanto mengalami kecelakaan dan menabrak tiang listrik.
7. Sebut penyidik KPK bawa koper isi bom
Dalam keterangannya di persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Fredrich menyinggung kerja penyidik KPK yang selalu membawa sejumlah koper besar setiap kali menggeledah atau melakukan OTT.
ADVERTISEMENT
Fredrich menyebut isi koper yang dibawa oleh penyidik KPK adalah bom.
"Yang jelas, rombongan KPK ada yang bawa handycam. Ada yang bawa tustel, ada yang bawa koper isinya apa saya enggak tahu. Kalau sekarang bisa-bisa bom Pak, saya enggak tahu, saya enggak ngerti isinya apa," ujar Fredrich dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (24/5).
Kejadian yang dimaksud Fredrich merupakan peristiwa penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK di kediaman pribadi Setya Novanto pada tanggal 15 November 2017 silam.
Sidang lanjutan Fredrich Yunadi. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang lanjutan Fredrich Yunadi. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
8.Sebut jaksa udik dan memiliki gangguan pendengaran
Fredrich Yunadi membantah sejumlah pertimbangan penuntut umum dalam tuntutan terhadap dirinya. Dia menilai ada pertimbangan penuntut umum yang justru bertentangan dengan fakta persidangan dan malah menyebut jaksa mengalami gangguan pendengaran.
ADVERTISEMENT
"Ada kemungkinan JPU ada gangguan pendengaran. Ketika sidang berlangsung, rekaman video JPU bertolak belakang dengan sidang," kata Fredrich saat membacakan pleidoinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (22/6).
Fredrich juga kembali menyinggung soal luka Setya Novanto yang sebesar bakpao. Ia menyebut hal tersebut merupakan upaya dari penuntut umum untuk mengarahkan saksi terkait kondisi Novanto usai kecelakaan.
9. Sakit leher baca pleidoi 9 jam
Hampir 10 jam Fredrich Yunadi menghabiskan waktu membacakan nota pembelaannya alias pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (22/6). Pleidoi yang disusunnya memang cukup tebal, hampir 2.000 lembar.
Meski tidak dibacakan semua, namun pembacaan pleidoi tersebut cukup menyita waktu. Persidangan dimulai sejak pukul 13.30 WIB dan hingga pukul 22.21 WIB Fredrich masih berjibaku membaca pleidoi yang disusunnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Membaca pleidoi selama itu engan posisi kepala membungkuk, akhirnya membuat fisiknya harus menyerah pula. Tak kuasa menahan pegal pada lehernya, Fredrich menyampaikan hal tersebut kepada majelis hakim yang dipimpin hakim Syaifudin Zuhri.
"Agak sakit (leher saya) maklum 10 hari terkahir ini saya menyusun pleidoi," ujar Fredrich sambil memegangi lehernya yang kesakitan.
Fredrich Yunadi jalani sidang pledoi di Tipikor. (Foto: ANTARA FOTO/ Reno Esnir)
zoom-in-whitePerbesar
Fredrich Yunadi jalani sidang pledoi di Tipikor. (Foto: ANTARA FOTO/ Reno Esnir)
Majelis hakim lantas meminta pegawai pengadilan untuk menyediakan stand mic untuk lebih memudahkan Fredrich membaca pleidoi. "Coba itu tolong dibantu," kata hakim Syaifudin Zuhri.
Lamanya pembacaan pleidoi juga membuat beberapa hakim tampak terkantuk. Pihak kuasa hukum Fredrich juga terlihat beberapa kali meminta izin ke toilet untuk membasuh wajah dengan air.