news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ahli di Sidang Fredrich Paparkan soal Perbuatan Halangi Penyidikan

8 Mei 2018 20:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahli Hukum Pidana, Noor (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ahli Hukum Pidana, Noor (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
ADVERTISEMENT
Penuntut umum KPK menghadirkan ahli hukum pidana dari Unsoed, Noor Aziz Said, dalam sidang lanjutan perkara dugaan menghalangi penyidikan KPK. Fredrich Yunadi duduk sebagai terdakwa dalam persidangan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam persidangan, Noor menjelaskan mengenai delik menghalangi penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor.
Menurut dia, delik dalam pasal tersebut itu menekankan pada perbuatan seseorang yang mencoba menghalangi atau merintangi aparat penegak hukum dalam menegakan hukum. Meski perbuatan itu tidak berhasil, namun hal tersebut dinilainya bisa tetap dikategorikan sebagai menghalangi penyidikan.
"(Delik) Formil. Jadi apakah berhasil atau tidak, merintangi, mencegahnya atau untuk menggagalkan, bukan unsur. Yang penting anda (pelaku) telah melakukan tindakan pencegahan, perintangan. Soal gagal atau tidak, itu bukan unsur, karena itu delik formil," papar Noor di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (8/5).
Ia menjelaskan bahwa perbuatan menghalangi penyidikan bisa dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
"Kalau yang langsung itu berarti yang bersangkutan yang langsung melakukan, kalau yang tidak langsung, dia sebagai aktor intelektual itu. Menyuruh orang. mencoba membayar. Itulah tidak langsung," kata dia.
ADVERTISEMENT
Kemudian penuntut umum KPK mengilustrasikan sebuah kasus yang diduga ada kaitannya dengan pasal 21. Termasuk soal apakah menghalangi penyidik melakukan penahanan terhadap seorang tersangka.
"Ada seorang yang berusaha menghalangi tindakan penegakan hukum, anggap saja dia menolak untuk penyidik melakukan penahan terhadap tersangka, walaupun akhirnya si tersangka ini berhasil dilakukan penahan, terhadap penyidik tersebut, apakah ilustrasi perbuatan seseorang yang berusaha, supaya jangan menandatangani berita acara, jangan seperti ini, dan lain-lain," kata jaksa.
"Apakah ini bisa dikatakan suatu yang dengan sengaja menghalangi penyidikan?" tanya jaksa pada ahli.
"Iya (menghalangi penyidikan). Soal berhasil atau tidak, itu adalah akibat, bukan unsur," tegas ahli.
Pada persidangan sebelumnya, penuntut umum menghadirkan seorang penyidik KPK bernama Rizka Anungnata. Dalam kesaksiannya, Rizka sempat mengaku dihalangi Fredrich pada saat penyidik akan menahan Setya Novanto selaku tersangka kasus e-KTP.
ADVERTISEMENT
Menurut Rizka, penyidik membawa surat penahanan Setnov ketika itu. Surat penahanan itu ditunjukkan kepada Fredrich Yunadi, dan istri Setnov, Deistri Astriani Tagor di lantai 3 RS Medika Permata Hijau.
Usai diberikan surat penahanan itu, Fredrich disebut keberatan atas surat penahanan itu. Fredrich pun disebut mempengaruhi Deisti untuk ikut menolak. Bahkan Fredrich melempar surat penahanan itu.
"Bilang enggak sesuai dengan ketentuan ini, beliau menyampaikan ke Bu Deisti. Bu Deisti dibaca, kemudian ditanyakan ke Pak Fredrich, Pak Fredrich bilang, 'kita tolak aja'," kata Rizka menirukan perkataan Fredrich.
"Dilempar ke atas tempat tidur," imbuh Rizka.
Rizka mengaku bahwa penyidik merasa dihalangi dengan perbuatan tersebut. "Menurut saya merintangi. Bunyi pasal merintangi," kata Rizka.
Sidang lanjutan Fredrich Yunadi. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang lanjutan Fredrich Yunadi. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Dalam kasus ini Fredrich didakwa bersama-sama dengan dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo telah merintangi penyidikan KPK terhadap Setya Novanto yang berstatus tersangka e-KTP.
ADVERTISEMENT
Keduanya didakwa bersekongkol memasukkan Setnov untuk bisa dirawat di rumah sakit. Diduga hal itu dilakukan untuk menghindarkan Setnov dari pemeriksaan penyidik KPK.
Atas perbuatannya, Fredrich dan Bimanesh didakwa melanggar Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.