AJI Yogya Kecam Larangan Peliputan Penggusuran Lahan di Kulonprogo

21 Juli 2018 1:00 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembebasan Lahan Bandara Kulonprogo (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pembebasan Lahan Bandara Kulonprogo (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta mengecam pelarangan peliputan penggusuran lahan yang diproyeksikan menjadi lahan New Yogyakarta International Airport Kulonprogo, Kamis (19/7).
ADVERTISEMENT
"Penggusuran dan pembangunan adalah isu publik. Satu tugas utama jurnalis adalah alat kontrol sosial dan mengawal kepentingan publik. Maka, sudah sepatutnya isu penggusuran warga Kulonprogo menjadi isu prioritas dalam pemberitaan, khususnya media lokal," ucap Ketua AJI Yogyakarta, Anang Zakaria, melalui pesan tertulis yang diterima kumparan Jumat (20/7).
Menurut dia, lokasi penggusuran adalah ruang publik. Sehingga jurnalis berhak melakukan tugas peliputan di wilayah tersebut. Pelarangan jurnalis menjalankan tugas menurut dia, merupakan bentuk pengekangan kebebasan pers dan pelanggaran terhadap UU Pers Nomor 40 tahun 1999.
Pelarangan peliputan itu menimpa empat kontributor sejumlah media nasional, yakni Bambang Muryanto, Abdus Somad, Furqon Ulya Himawan, dan Cahyo Purnomo Edi.
Bambang menceritakan, pelarangan itu terjadi saat keempat jurnalis tersebut tengah mendekati lokasi penggusuran. Empat polisi lalu lintas mencegah mereka, meski mereka sudah mengenakan kartu pers.
ADVERTISEMENT
Empat polisi lalu lintas menyatakan sudah terlalu banyak jurnalis yang meliput proses penggusuran tersebut. “Alasan mereka sudah banyak jurnalis yang meliput di lokasi,” kata Bambang.
Keempat jurnalis pun akhirnya diperbolehkan masuk, setelah melalui negosiasi alot.
Sementara itu, Somad mengatakan meski diperbolehkan masuk ke wilayah penggusuran, para jurnalis tetap dibuntuti sejumlah polisi tanpa seragam.
Furqon, wartawan lain yang dicegat juga mengatakan, selain mereka, ada sejumlah wartawan berompi oranye yang diperbolehkan meliput secara leluasa.
“Ini aneh, kenapa mereka (jurnalis berompi oranye) diberikan kebebasan meliput sedangkan kami justru dihalang-halangi,” katanya.
Polisi, menurut dia, mengatakan pelarangan itu merupakan perintah PT. Angkasa Pura I. “Alasan mereka sudah banyak jurnalis yang meliput di lokasi,” katanya.
ADVERTISEMENT
Menurut data yang dihimpun AJI Yogyakarta, hari itu PT. Angkasa Pura I bersama ratusan polisi dan tentara merobohkan 38 rumah warga dan mengharuskan penghuninya pergi dari tempat tinggalnya. Pengosongan lahan itu terkait dengan rencana pemerintah membangun bandara baru di Kulonprogo.
Hingga kini, tercatat ada 68 kepala keluarga yang menolak menjual tanahnya.
"Bukannya mengendepankan cara dialogis dan manusiawi, PT. Angkasa Pura justru menggunakan cara-cara represif-intimidatif untuk mendapatkan tanah warga," tuturnya.