Akhir Cerita Nainggolan di Pondok Gede

19 November 2018 11:45 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
John dan Dogalas Nainggolan, dua kakak kandung Daperum Nainggolan―korban pembunuhan di Pondok Gede yang tewas sekeluarga―meratap dan menangis di depan jenazah sang adik. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
John dan Dogalas Nainggolan, dua kakak kandung Daperum Nainggolan―korban pembunuhan di Pondok Gede yang tewas sekeluarga―meratap dan menangis di depan jenazah sang adik. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ingkon Jesus do donganku, sahalangku lilu do Hanya Yesus yang jadi kawanku, sendirian kubimbang dan bingung
ADVERTISEMENT
Raphon Jesus boi au monang, talu musu i na ro Bersama Yesus dapat kumenang, kalahkan musuh yang datang
Ndang mabiar au disi, Tuhan Jesus donganki Tidak takut aku di situ, Tuhan Yesus kawanku
Sai ihuthononku Jesus, oloanku nama i Selalu kuikuti Yesus, kuiyakanlah serta
Lantunan nada Ingkon Jesus Do Donganku lamat-lamat menggema dari rumah duka Gereja Pouk Lahai Roi, Cijantung, Jakarta Timur, Rabu (14/11). Empat jenazah terbaring kaku berselimut ulos dalam peti mati. Puluhan hondo ni roha (orang yang berkabung) melingkari mereka.
John Nainggolan terus merunduk. Ia sesenggukan dan berkali-kali menyeka air mata. Kedua kakinya seolah tak bisa menahan beban kesedihan, hingga orang di belakangnya berulang kali menopangnya agar tak terjatuh.
ADVERTISEMENT
Di sebelahnya, Dogalas Nainggolan tak dapat menyembunyikan rasa pilu meski wajahnya sesekali ia tutupi dengan sehelai ulos merah yang tersampir di pundak. Paras Dogalas mengguratkan duka mendalam. Sungguh, kehilangan adik dan keponakan tersayang adalah pukulan berat. Terlebih disebabkan ulah keji kerabat dekat.
John dan Dogalas adalah kakak kandung Daperum Nainggolan (38), ipar Maya Sofya Ambarita (37), dan paman Sarah Nainggolan (9) serta Yehezkiel Nainggolan (7).
Daperum sekeluarga tewas bersimbah darah di rumahnya, Jalan Bojong Nangka II, Pondok Gede, Bekasi, Selasa pagi (13/11).
Kepergian keluarga Daperum yang begitu nahas mendapat penghormatan terakhir melalui upacara adat suku Batak. Prosesi dimulai dengan penyerahan jenazah kepada Tulang Naibaho Siahaan dan Hula-Hula Ambarita (keluarga korban perempuan).
Jenazah Daperum Nainggolan sekeluarga yang dibunuh di Pondok Gede, dikelilingi kerabat yang berduka. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jenazah Daperum Nainggolan sekeluarga yang dibunuh di Pondok Gede, dikelilingi kerabat yang berduka. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Para sanak saudara tampak amat sayang pada keluarga Daperum. Mereka bernyanyi mengikuti pemimpin pujian, penuh haru dan isak tangis. Satu sama lain saling peluk, saling menguatkan.
ADVERTISEMENT
“Dulu Inang sering menggendongmu saat kalian masih kecil,” kata seorang wanita dari keluarga Ambarita di depan peti mati. Kini, yang ia kasihi telah tiada.
Acara adat berlanjut dengan penyerahan jenazah dari keluarga ke Gereja HKBP Jatisampurna untuk dilepas dengan tata cara kegerejaan.
Lara benar-benar tak tertahankan. Tangis pun pecah ketika satu per satu peti mati ditutup dan dimasukkan ke ambulans untuk dibawa ke Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, guna diterbangkan ke Bandara Kualanamu, Medan, dengan dua pesawat, yakni Batik Air ID 6892 dan Sriwijaya SJ 106.
Sesampainya di Medan, jenazah dibawa lima jam perjalanan darat melalui rute Medan-Berastagi-Tele-Pangururan, hingga akhirnya tiba di kampung halaman, Desa Parsaoran I, Samosir, Kamis pagi (15/11).
Peti berisi jenazah anak Daperum Nainggolan. Daperum, istri, dan dua anaknya dibunuh di rumah mereka di Pondok Gede, Bekasi. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Peti berisi jenazah anak Daperum Nainggolan. Daperum, istri, dan dua anaknya dibunuh di rumah mereka di Pondok Gede, Bekasi. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Iring-iringan mobil ambulans membelah keheningan Desa Parsaoran I, Pangururan. Di depan rumah adat di pinggir Danau Toba, Nurhayati―ibu Daperum―langsung histeris melihat anak, menantu, dan dua cucunya tak lagi bernyawa.
ADVERTISEMENT
Hatinya tersayat melihat nasib tragis yang menimpa putra bungsu yang ia rindukan itu. Meski sudah lima tahun Daperum tak pulang ke Samosir, ia tak pernah absen berkabar pada ibu dan kerabat.
Kini Daperum kembali tinggal nama dan duka. Nurhayati tak menyangka keluarga putranya itu pulang dengan cara sedemikian mengenaskan.
Daperum Nainggolan dan Maya Ambarita, korban pembunuhan di Pondok Gede. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Daperum Nainggolan dan Maya Ambarita, korban pembunuhan di Pondok Gede. (Foto: Dok. Istimewa)
Dulu, selepas SMA, Daperum meninggalkan kampung untuk belajar ke Medan. Akun Facebook Daperum mencatat dirinya pernah belajar di Universitas HKBP Nommensen Medan. Namun pada kolom Kartu Keluarga, ia hanya tercatat lulus SLTA/sederajat.
Perantauan Daperum pelan-pelan kian menjauh dari kampung. Lepas kuliah, ia ke Riau untuk bekerja di perkebunan kelapa sawit. Di sana, Daperum menekuni ilmu agama di Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Mahanaim. Sambil menjadi jemaat, Daperum belajar menjadi pelayan Tuhan.
ADVERTISEMENT
“Jadi pelayan sintua (petugas gereja) sih enggak, cuma (pernah menjadi) pemimpin puji-pujian. Dia sekali-kali melayani (acara ibadah pemuda) remaja atau muda-mudi,” kata Yoel Sianturi, salah satu famili Maya, kepada kumparan.
Partisipasi Daperum di acara-acara gereja membawanya berkenalan dengan Maya, sang istri. Sebab, kakak sepupu Maya adalah pendeta di GPdI Mahanaim Pekanbaru, juga guru Daperum.
Dan seperti Daperum yang bekerja di kebun sawit, Maya juga membantu keluarganya mengurusi perkebunan sawit. Keluarga Maya, ujar Yoel, memiliki perkebunan sawit di Riau. Oleh karena itu, hari-hari Maya juga dihabiskan di perkebunan, persis Daperum.
Daperum dan Maya memutuskan untuk menikah pada 2008. Keduanya menggelar upacara pernikahan di Samosir, dan merantau makin jauh usai turun dari pelaminan. Mereka mencari nafkah ke ibu kota dan tinggal di Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Awalnya, Daperum menjadi sopir bus TransJakarta selama tiga tahun, sedangkan Maya bekerja sebagai staf administrasi di salah satu perusahaan swasta.
Karangan bunga dukacita dari PT HM Sampoerna Tbk, perusahaan tempat Dogalas―kakak Daperum Nainggolan―bekerja. Daperum, istri, dan dua anaknya dibunuh di rumah mereka, Pondok Gede, Bekasi. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Karangan bunga dukacita dari PT HM Sampoerna Tbk, perusahaan tempat Dogalas―kakak Daperum Nainggolan―bekerja. Daperum, istri, dan dua anaknya dibunuh di rumah mereka, Pondok Gede, Bekasi. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Pada 2012, kakak Daperum, Dogalas, membeli indekos di kawasan Pondok Gede, Bekasi, seharga Rp 2,3 miliar. Uang pembelian itu hasilnya bekerja sebagai Manager Wholesale Engagement di PT HM Sampoerna Tbk sejak 2004 sampai sekarang.
Indekos yang semula kumuh lalu direnovasi. Akses jalan diperbaiki hingga listrik dipasang per kamar. Renovasi itu selesai dalam dua tahun, dan Dogalas meminta Daperum yang masih berstatus pekerja kontrak, membantunya mengurus 28 kamar indekos itu.
Sang adik kemudian memboyong istri serta dua anaknya, Sarah dan Arya, dari Bojong Gede ke Pondok Gede di Bekasi.
ADVERTISEMENT
Tangan Daperum membawa berkah bagi keluarga itu. Ia membuka toko kelontong di depan rumah yang diberi nama “Sanjaya”―gabungan dari nama kedua anaknya, “Sarah dan Arya Nainggolan” Selalu dan Pasti Jaya. Momen pembukaan toko diabadikan Daperum dalam akun Facebook-nya.
“Sebab Tuhan adalah penolongku. Amin,” tulis Daperum.
Rezeki Daperum makin moncer. Indekos kian maju, dan Toko Sanjaya kian berkembang serta terdaftar di Sampoerna Retail Community, program pembinaan untuk outlet retail potensial yang terpilih sebagai partner Sampoerna.
Toko Sanjaya memang tergolong lengkap. Ia menyediakan barang-barang kebutuhan pokok, bahan pangan, pulsa, hingga aneka camilan. Toko itu, menurut Haji Salim, tetangga Daperum, juga menjual barang dengan harga lebih murah dibanding warung lain.
Itu sebabnya pedagang lain pun biasa belanja grosir di Toko Sanjaya. “Warung ini ramai terus, enggak pernah sepi karena jadi agen. Apalagi untuk rokok dan mi instan, skalanya bukan slop atau satu dus doang. Pembeli ambil bal-balan,” kata Vanessa, warga Bojong Nangka, Pondok Gede, kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Rezeki yang mengalir tak membuat Daperum dan Maya besar kepala. Pasangan suami-istri yang biasa disapa Gaban dan Kakak itu dikenal simpatik dan tak pernah menyakiti orang. Rumah tangganya pun terlihat harmonis. Mereka sering duduk berdua bercengkerama setiap sore di depan toko.
Salah satu penghuni indekos, Hilarius Bruno Sumance, mengatakan Daperum dan Maya sangat sabar dan jarang marah. Menagih uang sewa indekos pun selalu ramah.
Maya Ambarita, Daperum Nainggolan, dan kedua anak mereka dibunuh di rumahnya, Pondok Gede, Bekasi. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Maya Ambarita, Daperum Nainggolan, dan kedua anak mereka dibunuh di rumahnya, Pondok Gede, Bekasi. (Foto: Dok. Istimewa)
Tetanggga lain yang tak ingin disebutkan namanya mengatakan, Maya ialah orang yang mudah bergaul atau supel. Tak jarang ia membantu tetangga yang membutuhkan uluran tangan.
“Dia dermawan. Setiap warga sini ada yang kena musibah atau sakit, dia selalu bantu sebisa dia. Kasih uang, makanan, atau sembako,” katanya seraya berlinang air mata.
ADVERTISEMENT
Maya juga aktif dalam organisasi kemasyarakatan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan rajin ikut arisan serta kegiatan rukun tetangga lainnya.
“Dia enggak pernah mengeluh sama sekali,” kata si tetangga, yang lalu teringat nasihat Maya. “Kalau ada masalah, jangan pernah putus asa dan menyerah,” ujarnya mengulangi ucapan Maya. “Saya salut sama dia.”
Sementara Daperum, menurut Ketua RT Agus Sany, terhitung kurang aktif mengikuti kegiatan lingkungan. Tapi itu bisa dimaklumi karena kesibukan sang kepala keluarga mengelola indekos dan toko.
Jenazah Daperum Nainggolan sekeluarga, korban pembunuhan di Pondok Gede. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jenazah Daperum Nainggolan sekeluarga, korban pembunuhan di Pondok Gede. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Marga Nainggolan mengenang keluarga Daperum sebagai orang baik. Daperum dan Maya rutin menghadiri arisan keluarga tiap bulan. Mereka hadir lengkap bersama anak-anak.
“Itu mereka lakukan untuk mengenalkan anak-anaknya kepada saudara-saudara lain,” kata kerabat dekat Daperum, M. Nainggolan, kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Selain cukup aktif di lingkungan tempat tinggal dan famili, keluarga Daperum tercatat sebagai jemaat di HKBP Jatisampurna sejak Juni 2015. Mereka, menurut petugas gereja Helmund Simanjuntak, rutin mengikuti ibadah gereja setiap hari Minggu jam 10 pagi.
Kedua anak Daperum, Sarah dan Arya, juga terdaftar sebagai murid Sekolah Minggu di gereja itu. Keduanya sedianya akan tampil pada acara natal tanggal 9 Desember yang digelar gereja.
Sarah ikut berlatih menari lagu ‘Seribu Lilin’, sedangkan Arya menghafal ayat-ayat Alkitab. Sayang, semua itu kini batal. Sarah dan Arya harus meninggalkan kawan-kawan mereka dengan tragis.
Guru Sekolah Minggu Sarah, Masni Pasaribu, sungguh sedih atas kepergian muridnya. Menurut Masni, saat latihan menari, Minggu (11/11), Sarah terlihat lebih cantik dari biasanya. Hari itu, ia mengenakan gaun putih, lengkap dengan pita mengkilap di pundak.
ADVERTISEMENT
“(Saya bilang ke dia), kamu cantik sekali hari ini. Kamu seperti malaikat,” tutur Masni menirukan ucapannya kepada Sarah saat diwawancarai kumparan.
Siapa sangka itu jadi hari terakhir Sarah berlatih bersama teman-teman gerejanya.
Lipsus “Selasa Berdarah di Pondok Gede". (Foto: kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Lipsus “Selasa Berdarah di Pondok Gede". (Foto: kumparan)
Petaka merenggut nyawa Sarah dan Arya ketika keduanya tengah lelap. Di atas seprai bergambar Hello Kitty, Sarah dan Arya dicekik Haris Simamora, pemuda 23 tahun.
ADVERTISEMENT
Sebelum membunuh Sarah dan Arya, Haris lebih dulu membantai Daperum dan Maya di ruang keluarga. Ia terjerat emosi dan kesetanan, lantas menikam leher suami-istri itu dengan linggis sepanjang 80 sentimeter yang ia ambil di dapur.
Saksi Bisu Pembantaian Pondok Gede. (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Saksi Bisu Pembantaian Pondok Gede. (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Peristiwa itu tragedi besar, sebab Haris tak lain adalah sepupu Maya. Ibu kandung Haris ialah tante dari Maya, dan ia bahkan turut hadir dalam pemakaman keluarga Daperum di Samosir.
ADVERTISEMENT
Kerabat Maya, Meliana Ambarita, di akun Facebook-nya menulis, “Ya Tuhan, apa yang harus kukatakan, ternyata anak tanteku yang membunuh ibu, bapak, dan anak-anak itu. Tante, anakmulah yang melakukan semua ini. Tante, apa rasanya memiliki anak pembunuh seperti itu?”
Haris Simamora, tersangka pembunuh Daperum Nainggolan sekeluarga. (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Haris Simamora, tersangka pembunuh Daperum Nainggolan sekeluarga. (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
Haris akhirnya ditangkap polisi di kaki Gunung Guntur, Garut, Jawa Barat, Rabu (14/11), setelah diburu tim gabungan Polda Metro Jaya dan Polres Metro Bekasi. Dari hasil pemeriksaan, Haris mengatakan nekat menghabisi nyawa saudaranya itu karena sakit hati diperlakukan kurang baik.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono, menyatakan Haris sudah merencanakan pembunuhan tersebut sebelum hari kejadian. Ia sakit hati karena memendam iri. Menurut Argo, pengelolaan indekos milik Dogalas sebelumnya ada di tangan Haris, namun kemudian digantikan oleh keluarga Daperum.
ADVERTISEMENT
“Ketika pelaku main ke rumahnya, ia sering dihina oleh korban. Itu pengakuannya,” kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Jumat (16/11).
Namun, menurut kesaksian warga, Haris tak pernah dipercaya Dogalas untuk mengelola indekos. Justru pada 2015, Haris pernah menumpang di rumah Daperum selama satu bulan. Setelah itu, Haris pindah karena diterima bekerja di PT. Ustra Tampi Indonesia, Cikarang.
Haris memang tak asing di lingkungan Daperum. Ia sering terlihat berada di rumah Daperum, bahkan beberapa kali ikut menjaga toko kelontong milik kerabatnya itu.
“Dia (Haris) enggak pernah mengelola (indekos). Memang sempat masuk orang lain (untuk mengelola kos), tapi karena orang itu enggak bertanggung jawab, masuk lagi Bang Ucok (Daperum),” kata Lina, warga sekitar.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Haris beberapa kali terlihat membawa mobil boks milik Dogalas. “Kalau ada barang (dagangan) masuk atau mau dibawa keluar, yang bawa mobil boks kadang dia.”
Pelarian Haris Simamora di Tiga Kota. (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pelarian Haris Simamora di Tiga Kota. (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Terakhir kali Haris terlihat warga di kediaman Daperum pada Minggu pagi (11/11), sehari sebelum kejadian pembunuhan. Saat itu, pukul 09.00 WIB, ia dan keluarga Daperum tampak di depan rumah. Mereka berpapasan dengan Haji Salim yang hendak ke warung kopi.
“Kayaknya mau ke gereja, soalnya pakai mobil. Sudah pada rapi semua lima orang itu,” kata Haji Salim, tetangga Daperum, saat berbincang dengan kumparan.
Haris Simamora, tersangka pembunuh keluarga Daperum Nainggolan. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Haris Simamora, tersangka pembunuh keluarga Daperum Nainggolan. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Keputusan Daperum untuk menampung Haris tiga tahun lalu, ternyata harus dibayar mahal. Orang yang sempat ia beri tempat berteduh, kini justru menjadi algojo bagi dia dan keluarganya.
ADVERTISEMENT
Daperum sekeluarga tewas, dan Haris Simamora mendekam di tahanan Polda Metro Jaya. Ia terancam hukuman mati.
Semua seketika porak poranda.
------------------------
Simak rangkaian laporan lengkapnya dalam Liputan Khusus kumparan: Selasa Berdarah di Pondok Gede