Akhir Polemik PUBG di Tangan MUI

27 Maret 2019 6:10 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua MUI yang membidangi fatwa Huzaemah (kiri), Ketua komisi fatwa MUI Indonesia Hasan Huesein Abdul Fatah (tengah) dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh (kanan). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua MUI yang membidangi fatwa Huzaemah (kiri), Ketua komisi fatwa MUI Indonesia Hasan Huesein Abdul Fatah (tengah) dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh (kanan). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Polemik soal haram atau tidaknya video game Player Unknown's Battle Grounds (PUBG) dan sejenisnya sudah diputuskan Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI menyatakan permainan virtual itu tidak terlarang alias tidak haram untuk umat Islam.
ADVERTISEMENT
Permainan ini menjadi polemik setelah penembakan yang menyasar jemaah dua masjid di Selandia Baru. Si penembak, Tarrant, merekam sendiri aksi penembakan yang menewaskan 49 orang itu. Sejumlah pihak menyebut, dalam video yang itu, penempatan sudut pandang dan senjata yang digunakan serupa dengan game PUBG.
Isu itu ditanggapi MUI Jawa Barat. Sebelumnya, mereka berencana mengkaji game tersebut sebelum menelurkan fatwa untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap dampak negatif game tembak-tembakan, khususnya PUBG.
Game PUBG Mobile Foto: PUBG
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga ikut bersuara soal PUBG. RK —sapaan Ridwan Kamil— siap mendukung keputusan tersebut asalkan demi kemaslahatan umat.
“Selama tujuannya untuk melindungi masyarakat, melindungi keumatan, saya selalu mendukung,” ucap RK di Gedung DPRD Jabar, Kamis (21/3).
ADVERTISEMENT
Menurut RK, apa yang dilakukan MUI Jabar sudah dalam koridor. Musababnya, kata RK, MUI Jabar mempunyai tugas untuk mengeluarkan fatwa demi kemaslahatan masyarakat.
“Saya kira tugasnya MUI memang membuat fatwa terhadap aspek-aspek orang yang masih bingung. Terkait positif, negatif dan sebagainya.” katanya.
Game PUBG Mobile. Foto: PlayerUnknown's Battlegrounds
Belakangan, MUI Pusat ikut mengkaji soal permainan virtual dengan genre battle royale. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ikut dilibatkan.
Rapat bersama antara MUI, Kominfo, dan KPAI pun berlangsung pada Selasa (26/3). Asosiasi e-Sport bahkan juga dilibatkan untuk merumuskan pendapat MUI soal permainan tersebut.
Namun, pertemuan bertajuk forum group discussion (FGD) tidak menghasilkan fatwa. MUI hanya memberi beberapa catatan yang bersifat rekomendasi.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh menerangkan, dari diskusi yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesepahaman yang kemudian menjadi catatan hasil diskusi.
“Pertama, game sebagai produk budaya ini memiliki sisi negatif dan juga sisi positif, untuk itu, peserta FGD memiliki kesamaan pandangan, untuk mengoptimalkan sisi positif game dan salah satu ikhtiar itu adalah mengkanalisasi melalui e-sport, untuk mengoptimalkan nilai kemanfaatan, memberikan aturan-aturan yang asalnya tanpa aturan, kemudian meminimalisir dampak negatif,” terang Niam.
Game battle royale PUBG (PlayerUnknown's Battlegrounds). Foto: PlayerUnknown's Battlegrounds
“(Kedua), Untuk kepentingan optimasi kesadaran publik, Komisi Hukum MUI mengusulkan adanya review Permen No. 11 Tahun 2016 yang merupakan ikhtiar pemerintah memberikan pengaturan terhadap game agar bisa lebih tinggi manfaatnya dan dicegah mafsadah (kerusakan) yang ditimbulkan,” lanjutnya.
Niam mengatakan ada catatan terakhir untuk game PUBG tersebut antara lain pembatasan usia, konten, waktu, dan dampak yang ditimbulkan. Di samping itu juga pelarangan beberapa jenis game yang memang secara nyata berkonten pornografi, perjudian, perilaku sosial menyimpang, dan juga konten yang terlarang secara agama dan juga peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Menurut Niam, catatan hasil FGD di atas nantinya akan menjadi acuan atau referensi bagi pembahasan internal Komisi Fatwa MUI. Yang jelas, sejauh ini, belum ada fatwa yang dikeluarkan terhadap game online, termasuk PUBG.
“Soal tindak lanjutnya nanti apakah bentuknya fatwa atau penerbitan peraturan perundang-undangan, nanti akan sangat terkait di dalam pendalaman di dalam komisi fatwa,” pungkas Naim.