Aksi Mujahid 212: Tuntut Presiden Tegas hingga Singgung Kasus Ambulans

29 September 2019 5:37 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa Aksi Mujahid 212 berunjuk rasa di depan patung kuda, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Sabtu (28/9/2019). Foto: Irfan Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Massa Aksi Mujahid 212 berunjuk rasa di depan patung kuda, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Sabtu (28/9/2019). Foto: Irfan Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Massa berbaju putih hitam, beberapa sambil membawa bendera berlafaz tauhid, memenuhi kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9) pagi. Ribuan massa ini mengikuti aksi bertajuk 'Aksi Mujahid 212 Selamatkan NKRI'.
ADVERTISEMENT
"Aksi bela Islam, aksi bela Islam, aksi bela Islam, Allah Allah ya Allah," teriak massa sembari jalan dari titik mulai aksi di Bundaran HI sampai Patung Kuda.
Aksi ini digelar untuk merespons sejumlah insiden nasional yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia. Mulai dari aksi polisi yang represif saat tangani demo mahasiswa hingga karhutla di wilayah Kalimantan dan Sumatera.
Massa Aksi Mujahid 212 berunjuk rasa di depan patung kuda, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Sabtu (28/9/2019). Foto: Irfan Saputra/kumparan
"Berbagai kondisi ini menunjukkan negeri kita tidak dalam keadaan baik-baik saja. Ada yang salah dalam mengelola dan mengurus negara yang kita cintai ini. Singkat kata, pemerintah telah gagal," ujar ketua panitia aksi, Ustaz Edy Mulyadi.
Tak hanya orang dewasa, tampak juga anak-anak dan remaja berumur belasan tahun ikut dalam rombongan tersebut.
ADVERTISEMENT
Salah satu peserta aksi, Muswanto, yang juga alumni 212 ini mengungkapkan alasannya mengikuti aksi. Ia menuntut keadilan kepada Presiden Joko Widodo terhadap jatuhnya korban saat aksi massa mahasiswa 24-25 September 2019.
"Kalau sebenarnya dari saya pribadi dan khusus umumnya yang ikut aksi sekarang pastinya tolonglah pada pihak Presiden bicara yang benar, jangan terlalu terlantarkan rakyat. Sudah tahu rakyat bentrok dengan aparat, harusnya bersikap tegas," kata Muswanto di lokasi.
Muswanto sengaja jalan kaki dari Ciamis ke Jakarta untuk menyuarakan ketidakpercayaannya terhadap Jokowi.
Satu per satu orang pun berorasi dari atas mobil komando. Ustaz Edi, dalam orasinya, menyinggung soal tuduhan polisi dengan menyebut ambulans menyimpan batu dan minyak untuk massa aksi di depan Gedung DPR.
ADVERTISEMENT
"Ambulans bawa batu betul? Bensin betul? Dan media memberitakan dengan gegap gempita. Tapi saat PMI bilang tidak ada, waktu (sudah) digebukin, baru polisi bilang bukan itu maksudnya. Ada demonstran yang lari ke dalam ambulans," tutur Edi.
Edi menilai polisi bisa dengan mudahnya meminta maaf setelah menyebarkan berita hoaks. Ia lalu menyinggung banyaknya aktivis Islam yang banyak dijerat dengan pasal penyebaran berita bohong dalam UU ITE.
"Saudara-saudara kalau kita dijerat banyak oleh UU ITE, mereka (polisi) sebar hoaks, siapa yang hukum mereka?" tanya Edy.
Ia mempertanyakan apalah polisi juga bisa dihukum karena menyebar hoaks. Edi lantas bertanya, apakah masyarakat harus diam atau tidak.
"Mereka dengan mudahnya mohon maaf, bukan begitu maksudnya (kata polisi). Pala lu peang! Kita apakah diam saja? diam saja? diam saja?" tanya Edy.
ADVERTISEMENT
"Lawan," seru massa aksi.
Tak Bisa Berorasi di Depan Istana
Massa Aksi Mujahid 212 berunjuk rasa di depan patung kuda, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Sabtu (28/9/2019). Foto: Irfan Saputra/kumparan
Massa Aksi Mujahid 212 sejatinya ingin menyuarakan tuntutan mereka di depan Istana Negara. Namun, polisi menutup Jalan Medan Merdeka Barat, sehingga massa tertahan.
Massa yang tertahan mengaku kecewa dengan sikap kepolisian yang menutup akses jalan. Tak ingin berhenti, massa pun memilih berjalan menuju Masjid Istiqlal.
"Dengan berbagai pertimbangan semua mobil motor kita tinggal. Kita jalan ke Istiqlal untuk salat. Kenapa? Jalur Istana di tutup saudara. Sepanjang jalan Anda bisa berorasi," ujar salah seorang orator dari atas mobil komando.
"Pertimbangan kedua (untuk) tempat salat sehingga anda mudah salat Zuhur," ucap dia lagi.
Sementara itu, suasana di kawasan Patung Kuda juga tak kalah ramai. Bendera tauhid dengan berbagai ukuran juga menghiasi Patung Kuda. Bahkan, yang terbesar ada berukuran 30x10 meter.
ADVERTISEMENT
Butuh puluhan orang membawa tiga bendera berukuran besar tersebut dan dibawa mengelilingi kawasan Patung Kuda.
Lalu juga ada pemandangan menarik, saat ada dua kuda nongol di aksi tersebut. Tiga remaja yang masih duduk di bangku SMA rela berjalan kaki sambil menuntut dua kuda dari Gunung Batu, Bogor, sampai Jakarta.
Satu kuda berwarna putih dinamakan Marwah, dan satu kuda lainnya berwarna coklat bernama Aulia. Tak sedikit massa yang akhirnya ingin berfoto dengan kuda-kuda itu.
Bukan hal mudah memboyong kuda ini sampai ke Jakarta. Salah satu remaja yang membawanya, Nafi (16), mengaku mendapatkan kendala saat di jalan. Mulai dari kuda mengamuk saat melintasi rel kereta api, bahkan remaja-remaja ini juga sempat sakit karena berjalan jauh.
ADVERTISEMENT
"Kemarin subuh (Jumat subuh berangkat dari Bogor), sampai sini kemarin malam. Yang jalan 3 (orang) kudanya 2," kata Nafi.
"(Kendala) capai betis sampai sakit, kudanya, dia kalau deket rel kereta mengamuk, kaget, hampir menabrak ibu-ibu," sambung dia.
Massa Aksi Mujahid 212 membawa kuda saat unjuk rasa di depan patung kuda, Jalan Merdeka Barat, Jakarta. Sabtu (28/9/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Lantas, apa alasan mereka membawa kuda untuk ikut aksi ini?
Remaja lainnya, Faqih (13), mengungkapkan berkuda merupakan sunah Rasul. Sehingga, ia berinisiatif membawa kuda ke Aksi Mujahid 212.
"Rasul pernah bilang ajari anakmu berenang, memanah dan berkuda. Perjuangan ini juga seperti perjuangan Islam, kami ingin salurkan sunah itu seperti di acara-acara ini," tutur Faqih.
Aksi berjalan tertib dan tidak ada kontak fisik antara massa dengan pihak kepolisian. Aksi Mujahid 212 ini pun berakhir pukul 12.00 WIB.
ADVERTISEMENT