Aktivis Lingkungan Aceh Desak Polisi Ungkap Penembak Orang Utan

15 Maret 2019 22:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivis lingkungan berunjuk rasa mendesak polisi ungkap pelaku penembakan orang utan di depan Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Aktivis lingkungan berunjuk rasa mendesak polisi ungkap pelaku penembakan orang utan di depan Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Sejumlah aktivis lingkungan berunjuk rasa di depan Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Jumat (15/3). Mereka mendesak aparat kepolisian untuk mengungkap pelaku penembakan terhadap induk dan anak orang utan Sumatera di Subulussalam.
ADVERTISEMENT
Peserta lintas organisasi yang tergabung dalam Koalisi Peduli Orangutan Sumatera (KPOS) itu, memulai aksinya sekitar pukul 17.00 WIB. Dalam aksi tersebut, mereka turut menampilkan teatrikal dan pembacaan puisi.
Pantauan kumparan, para peserta aksi kompak mengenakan topeng orang utan. Mereka juga membawa atribut berupa spanduk dan karton berisikan kecaman terhadap penyiksa satwa dilindungi tersebut.
Mereka juga menyampaikan orasi secara bergantian meminta aparat kepolisian untuk mengadili penembak induk orang utan Sumatera bernama HOPE. Orang utan itu ditemukan di perkebunan sawit warga pada Sabtu (10/3) di Desa Bunga Tanjung, Kecamatan Sultan Daulat, Subulussalam, dengan 74 peluru senapan angin bersarang di tubuh. Sementara, bayi orang utan mati akibat kekurangan nutrisi.
Orang utan di Aceh yang ditembakki. Foto: Dok. Sutopo Purwo Nugroho
Koordinator Aksi, Nuratul Faizah, mengancam penyiksaan terhadap orang utan Sumatera yang jumlah populasinya kini terus berkurang. Oleh karena itu, kata dia, gabungan aktivis lingkungan di Banda Aceh mengecam tindakan penyiksaan itu.
ADVERTISEMENT
“Mendesak penegak hukum supaya mengusut pelaku pembunuhan dan penembak orang utan Sumatera bernama HOPE di Subulussalam,” ujarnya.
Nuratul mengatakan, pihaknya meminta Polda Aceh ikut turun tangan menertibkan peredaran senapan angin. Mereka menilai hal itu telah bertentangan dengan aturan negara.
“Senapan angin selama ini banyak digunakan untuk menembak satwa dan burung langka,” katanya.
Hasil rontgen 74 peluru senapan angin didalam tubuh Orang Utan di Aceh. Foto: Dok. BKSDA Aceh
Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo, menceritakan kondisi HOPE saat ini sudah mulai membaik. HOPE memiliki nafsu makan dan berusaha untuk bergerak, meski tim dokter membatasi pergerakannya agar luka tak semakin parah.
“Pagi tadi saya dapatkan kabar dari teman-teman dokter di Pusat Rehabilitasi. Kondisi HOPE saat ini sudah mulai membaik, namun tim dokter membatasi pergerakannya agar tidak memperparah luka. Terutama pada bagian bahu karena tulangnya patah dan mencuat ke luar,” kata Sapto, yang ikut menjadi peserta aksi.
ADVERTISEMENT
Kondisi patah tulang yang dialami iduk orang utan itu akan segera dioperasi oleh tim dokter untuk disambungkan kembali. Sebab, kata Sapto, jika tidak dilakukan akan membahayakan dan berpengaruh kepada paru-parunya.
Seorang aktivis lingkungan menggunakan topeng dalam aksi berunjuk rasa terkait penembakan orang utan di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Sementara, dari 74 peluru senapan angin yang menyarang diseluruh tubuh HOPE, sejauh ini baru 7 butir yang dikeluarkan oleh dokter. Sapto mengatakan dokter tidak bisa mengeluarkan seluruh peluru karena akan berdampak buruk pada kodisi HOPE.
“Karena banyak luka di tubuhnya, dokter memutuskan untuk menunda pengangkatan seluruh peluru sambil menunggu kesehatannya membaik. Itu pun yang diangkat nantinya peluru tidak terlalu dalam,” ucapnya.
Sapto mengaku induk orang utan berusia 30 tahun itu kemungkinan tidak akan dilepasliarkan kembali ke habitatnya dan akan dimasukkan ke lembaga konservasi. Dia menerangkan Polda Aceh telah mengirimkan empat penyidik ke Medan untuk melihat kondisi HOPE saat ini.
ADVERTISEMENT
“Penyidik juga akan ke Subulussalam melihat lapangan langsung. Berkolaborasi dengan Balai Gakkum wilayah Sumatera untuk mengungkap kasus ini. Saya berharap tidak terlalu lama ini bisa terungkap,” katanya.
Catatan BKSDA Aceh total populasi orang utan di wilayah Sumatera saat ini berjumlah 13.700 individu. Kendati demikian, jika melihat konversi habitat dan kasus-kasus kematian, Sapto mengkhawatirkan populasi satwa dilindungi ini sangat terancam populasinya.