Alasan KPU Larang Eks Koruptor Nyaleg Tepat, Pasti Menang Bila Digugat

26 Mei 2018 13:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi di Gado-Gado Boplo. (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi di Gado-Gado Boplo. (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
ADVERTISEMENT
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku siap menjalani proses hukum, jika ada pihak yang menggugat ke MK terkait peraturan eks koruptor dilarang nyaleg. Guru besar Fakultas Hukum UI Prof Satya Arinanto, meyakini KPU akan memenangkan gugatan.
ADVERTISEMENT
Menurut Satya, argumentasi KPU perihal dasar hukum penerbitan larangan tersebut sudah benar. Sesuai dengan UU Pemilu, korupsi masuk dalam kategori kasus luar biasa, sehingga pelakunya tak boleh nyaleg meski sudah menjalani pidana penjara.
"Bisa (menang gugatan), legislasinya seperti itu bisa. Bisa (menang gugatan), kalau hakimnya benar," ujarnya dalam diskusi 'Narapidana Koruptor jadi Calon Legislator' di Gado-Gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (26/5).
"Legal standing KPU kuat. Di UU (pemilu) itu ada tiga, bandar narkoba, pedofilia sama korupsi, kenapa yang dipermasalahkan cuma korupsi aja, yang dua enggak apa-apa," imbuhnya.
Satya justru mengaku heran, mengapa banyak pihak hanya mempermasalahkan peraturan eks napi koruptor dilarang nyaleg. Sementara larangan pelaku pedofilia dan bandar narkoba nyaleg, sama sekali tak jadi sorotan.
ADVERTISEMENT
"Bandar narkoba orang enggak boleh nyaleg, orang enggak ribut. Orang yang pedofilia enggak boleh, orang enggak ribut, tapi yang pernah korupsi enggak boleh, diributin. Padahal aturan yang bandar narkoba dan pedofilia sudah berlaku, itu alasannya (eks napi koruptor juga dilarang),"papar Satya.
Satya mengaku dirinya mendukung penuh sikap KPU yang tetap berkukuh memaksimalkan wewenangnya menerbitkan peraturan itu. "Sekarang KPU mau membuat peraturan seperti itu saya mendukung," ucapnya.
Memang ada aturan dalam UU yang mengharuskan KPU berkonsultasi dengan lembaga lain sebelum menerbitkan peraturan, misalnya ke DPR. Namun Satya menegaskan, hasil konsultasi itu sama sekali tidak mengikat.
Bahkan Satya menyarankan klausul dalam peraturan KPU tersebut diubah, sebab dinilai dapat menghambat kinerja KPU Contohnya, KPU harus menyesuaikan jadwal DPR ketika ingin berkonsultasi.
ADVERTISEMENT
"Lembaga negara independen, mandiri seperti KPU, aturan seperti itu bisa dibuat terkait tugas dan wewenangnya, dan tidak perlu konsultasi. Jadi kalau dalam UU ada yang mengatur konsultasi ya, memang menurut saya inkonstitusional, karena lembaga-lembaga seperti MK, KY boleh bikin aturan sendiri," jelas Satya.