Aliansi Sebut Pemeriksaan Penulis Balairung soal Pemerkosaan Janggal

16 Januari 2019 19:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aliansi untuk Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung UGM saat jumpa pers di LBH Yogyakarta, Rabu (16/1).  (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aliansi untuk Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung UGM saat jumpa pers di LBH Yogyakarta, Rabu (16/1). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aliansi untuk Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung UGM, menilai ada kejanggalan dalam pemeriksaan penulis artikel 'Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan', Citra Maudy, oleh penyidik Polda DIY, pada Senin (7/1) lalu.
ADVERTISEMENT
Aliansi tersebut terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, serta 80-an organisasi dan individu.
Reporter Balairung Press yang juga rekan Citra, Oktaria Asmarani, mengatakan pertanyaan yang diajukan polisi ke Citra tidak substantif. Pertanyaan justru lebih terkait pemberitaan yang ditulis oleh Citra, seperti teknis peliputan.
“Pertanyaan (polisi) tidak substantif ke kasus (dugaan pemerkosaan mahasiswi UGM), tapi lebih mengarah ke Citra sendiri seperti kenapa dia bisa mengenal korbannya, kok bisa tahu berita seperti ini, berita itu benar enggak,” kata Rani -sapaan Asmarani- di Kantor LBH Yogyakarta, Rabu (16/1).
Rani mengatakan, BPPM Balairung Press sudah memiliki SK sebagai unit mahasiswa di bidang jurnalistik. Mereka menyebut produk yang dibuat juga sudah sesuai dengan kaidah jurnalistik. Sehingga jika ada yang tidak berkenan, seharusnya dapat melalui mekanisme hak jawab.
ADVERTISEMENT
“Apa yang kami tulisikan di ‘Nalar Pincang’ (artikel) untuk mengungkap kebenaran. Jika ada pihak yang mempertanyakan upaya kami atau merasa dirugikan, kami sebenarnya selalu membuka ruang untuk hak jawab. Kami juga menuliskan editorial yang dipermasalahkan berbagai kalangan. Itu sudah dijelaskan di sana,” katanya.
Sejumlah mahasiwa UGM menggelar aksi solidaritas atas kasus kekerasan seksual di UGM, Kamis (22/11/2018). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah mahasiwa UGM menggelar aksi solidaritas atas kasus kekerasan seksual di UGM, Kamis (22/11/2018). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
Sementara itu Direktur LBH Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli, yang mendampingi pemeriksaan Citra, mengatakan materi pertanyaan yang diajukan penyidik tidak selaras dengan unsur-unsur penyidikan yakni Pasal 285 dan Pasal 289 KUHP.
“Posisi Balairung hanya sebagai perwarta yang mencari berita, yang kerjanya terikat dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan UU Pers,” katanya.
Lebih lanjut, kata Yogi, meski pers mahasiswa (Persma) tidak berada dalam naungan Dewan Pers namun pers komunitas, tapi pihaknya berpandangan Persma tetap bagian pers dan tetap dilindungi UU.
ADVERTISEMENT
“Secara materil kerja mereka kerja pers. Artinya sekalipun hari ini masih debatable soal posisi Persma tapi pandangan kami Persma bagian kerja dari kemerdekaan menyampaikan pendapat dan pikiran,” tegasnya.
Di sisi lain sang penulis, Citra, menyebut saat itu penyidik Polda DIY melontarkan sekitar 30 pertanyaan kepadanya. Dalam pemeriksaan itu ia sempat menolak beberapa pertanyaan yang dinilai tidak pas.
“Detail pertanyaan agak lupa. Detailnya seperti narasumber siapa, di mana ketemu narasumber, gimana kondisi saat itu, narasumber mengatakan ini. Hal-hal yang tidak bisa saya sebutkan itu saya bilang kami terikat kode etik,” tutup Citra.
Diketahui artikel yang ditulis Citra itu membongkar informasi adanya dugaan pemerkosaan yang menimpa seorang mahasiswi UGM saat KKN di Pulau Seram, Maluku, pada tahun 2017.
ADVERTISEMENT
Namun menurut Direktur Ditreskrimum Polda DIY Kombes Pol, Hadi Utomo, kalimat pemerkosaan dalam artikel tersebut perlu diuji kebenarannya. Sehingga hal itu yang mendasari pihaknya memanggil penulis artikel tersebut.
“Mereka-mereka itu kok bisa menemukan nomenklatur pemerkosaan itu dari mana. Ini yang sebenarnya mau kami ungkap. Kalau faktanya tidak benar jangan disebar-sebari itu apa bedanya dengan hoaks." ketus Hadi.