Derasnya Aliran Limbah Industri Kemerahan ke Sungai Citarum

23 Maret 2018 14:26 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Sungai Citarum di Bandung kini menjadi salah satu sungai paling tercemar di dunia. Pencemaran kronis yang terjadi di Citarum disebabkan banyak hal, yang utama limbah industri.
ADVERTISEMENT
Di Majalaya misalnya, tekstil menjadi komoditi utama. LSM Elemen Lingkungan (Elingan) yang telah lama bergulat dengan persoalan di Citarum menyebut ada sekitar 200 pabrik tekstil beroperasi di sana.
“Industri tekstil sudah terkenal di Majalaya sejak seabad yang lalu. Tapi saat itu masih menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) yang tidak banyak menyebabkan pencemaran,” kata Deni saat berbincang di tepi sungai Citarum di Majalaya.
Sungai Citarum berbusa akibat limbah pabrik (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
kumparan (kumparan.com) sempat menyusuri pabrik-pabrik di Majalaya yang bertepian langsung dengan Sungai Citarum. Di sana industri begitu banyak. Namun di sisi lain, aturan jelas mengenai dampaknya terhadap lingkungan sekitar termasuk soal pembuangan limbah pabrik belum tegas.
“Sekarang ada UU nomor 32 tahun 2009. Dulu kan tidak ada buang limbah aturannya gimana-gimana. Jadi mereka (pabrik) berkelit, aturan dengan industri duluan industri, kan gitu,” papar Deni.
ADVERTISEMENT
Di tengah-tengah perbincangan, aliran air dari tepi tiba-tiba secara perlahan berubah warna menjadi pekat merah marun. Aliran itu datang dari sebuah lubang seperti gorong-gorong kecil yang berada tepat di belakang sebuah pabrik.
“Itu-itu, warnanya jadi merah,” ujarnya sembari meminta kami untuk segera mengabadikan momen tersebut.
Warga pinggiran sungai Citarum (Foto: Reuters/Darren Whiteside)
Di salah satu sudut air pekat tersebut mengalir terdapat sebuah plang cukup besar berwarna kuning. Plang tersebut bertuliskan "Peringatan! Limbah Berbahaya Ke Luar dari Sini".
Apakah plang tersebut diletakkan oleh perusahaan terkait? Ternyata bukan.
Plang tersebut sengaja ditaruh di sana oleh LSM Greenpeace pada tahun 2012. Saat itu mereka memang telah melakukan penelitian mengapa sungai Citarum bisa tercemar begitu parah.
"Seperti kasus-kasus di tempat lain, pencemaran industri yang didominasi oleh industri tekstil menyebabkan gangguan terhadap keasaman air, pH. Efluen limbah cair dari indutri tekstil biasanya meningkatkan pH badan air penerima. Di sebagian besar sampling point di Sungai Citarum, pH meningkat melebihi nilai yang ditentukan oleh baku mutu dan kondisi ideal untuk kehidupan air," demikian laporan dari Greenpeace yang berjudul 'Bahan Beracun Lepas Kendali' yang ditulis oleh Ahmad Ashov Birry dan Hilda Meutia.
Citarum berwarna pekat akibat limbah pabrik (Foto: Ulfa Rahayu/kumparan)
Dalam laporan tersebut tertulis, keasaman di bawah 6 dan di atas 9 akan mempengaruhi reaksi-reaksi kimia normal. Hal tersebut mengancam organisme air terutama dari kelompok fauna.
ADVERTISEMENT
"Di beberapa sampling points pH menjadi lebih alkalis yang ini merupakan karakteristik umum dari pencemaran limbah cair tekstil. Posisi sampling menunjukkan bahwa badan air yang mengalami peningkatan sifat alkalis menerima input dari buangan industri tekstil. Sungai Cikijing, misalnya, merupakan badan air penerima limbah dari kawasan industri tekstil di Rancaekek. Segmen-segmen sungai lainnya mempunyai indikasi."
Ketika dikonfirmasi, Ahmad Ashov Birry mengatakan, pihaknya tak sampai melakukan investigasi terkait perusahaan-perusahaan mana saja yang terlibat dalam pencemaran Sungai Citarum ini.
"Pada waktu itu kita tidak investigasi hingga sumber hanya kandungannya saja. Ada indikasi kemungkinan dari mana. Yang pasti perusahaan mencampur pembuangannya. Modus yang umum itu titik outfall (titik pembuangan ke badan air)," ungkap Ahmad.
ADVERTISEMENT
Pemerintah sendiri telah berupaya untuk menghentikan pencemaran ini. Tahun 2008, ada sebuah program jangka panjang bernama Integrated Citarum Water Resources Management Investement Program (ICWRMIP) atau Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu di Wilayah Sungai Citarum. Singkatnya, sebut saja program Citarum Terpadu.
Program ini bisa berjalan dari pinjaman dari Asian Development Bank (ADB) untuk memulihkan Citarum. Besar paket pinjaman itu senilai USD 500 juta atau sekitar Rp 6,7 triliun untuk program selama 15 tahun hingga 2023.
Dan belakangan ini, muncul juga program Citarum Harum pada awal 2018. Program ini ditargetkan rampung dalam waktu tujuh tahun. Program yang dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman ini melibatkan hampir semua pihak terkait.
Mulai dari kementerian yang berwenang, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kepolisian, hingga TNI. Keikutsertaan TNI secara masif dan terstruktur dalam program ini diharapkan membawa hasil berbeda dibanding program-program sebelumnya yang berakhir muram.
ADVERTISEMENT
TNI lewat Kodam III/Siliwangi terlibat langsung dalam program Citarum Harum yang dibagi ke 22 sektor. Di setiap sektor, perwira menengah berpangkat kolonel ditunjuk menjadi koordinator. Mereka membawahi sejumlah prajurit yang disebar ke daerah terkait dalam sektor tersebut.