AM Fatwa, Pejuang Petisi 50 Melawan Orde Baru

14 Desember 2017 9:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anies Baswedan Sempat Jenguk A.M Fatwa (Foto: Instagram @aniesbaswedan)
zoom-in-whitePerbesar
Anies Baswedan Sempat Jenguk A.M Fatwa (Foto: Instagram @aniesbaswedan)
ADVERTISEMENT
Anggota DPD RI, Andi Mappetahang Fatwa, meninggal dunia Kamis (14/12) pagi. Putrinya, Dian Islamiati, mengatakan Fatwa meninggal akibat penyakit kanker hati.
ADVERTISEMENT
Fatwa meninggal di usia 78 tahun. Sebagian besar hidupnya, ia dedikasikan untuk Indonesia, dengan sederet perjuangan dan pelayanan yang ia lakukan untuk negeri.
Salah satu hal yang paling diingat dari sosok Fatwa adalah bagaimana saat ia menjadi anggota petisi 50. Saat itu ia adalah lambang perlawanan bagi zaman Orde Baru.
Perjuangan Fatwa di petisi 50 dimulat setelah Soeharto pidato pada tanggal 27 Maret dan 16 April 1980. Saat itu ia menganggap setiap kritik terhadap dirinya sama saja kritik terhadap Pancasila.
Fatwa memang terkenal seorang pemuda yang kritis dan kerap mengkritik rezim Orde Baru yang dianggapnya otoriter. Mendengar pidato Soeharto, Fatwa bukan malah diam, ia justru makin lawan.
ADVERTISEMENT
Bersama pejuang lainnya, Fatwa menuliskan petisi yang berisi 6 poin protes terhadap isi pidato Soeharto tersebut.
A.M. Fatwa (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
A.M. Fatwa (Foto: Wikimedia Commons)
Akibat kerasnya protes terhadap Soeharto itu, Fatwa harus menikmati masa mudanya dengan rentetan teror, bahkan kekerasan. Berkali-kali Fatwa bolak-balik rumah sakit dan penjara.
Jika diakumulasikan, Fatwa menghabiskan waktu selama 12 tahun di balik jeruji besi karena mengkritik rezim. Ini sudah dikurangi amnesti 9 tahun untuk vonis 18 tahun penjara yang ia terima di akhir tahun 1984.
Menghabiskan 12 tahun dalam kurungan, AM Fatwa masih tetap berusaha mengeluarkan suara-suaranya lewat surat.
“Saya bukan orang jahat,” begitu bunyi salah satu surat yang dia tujukan kepada Ismail Saleh yang tertulis dalam buku AM Fatwa yang berjudul Menggugat dari balik penjara: surat-surat politik A.M. Fatwa.
ADVERTISEMENT
Fatwa mendapatkan remisi di tahun 1993 dengan status bebas bersyarat hingga 1999.
Status bebas bersyaratnya itu seakan bukan halangan untuknya melebarkan saya, Fatwa menjadi staf khusus Menteri Agama Tarmidzi Taher dan Quraish Shihab.
A.M. Fatwa (Foto: Twitter @AMFatwa)
zoom-in-whitePerbesar
A.M. Fatwa (Foto: Twitter @AMFatwa)
Hingga akhir hayatnya, Fatwa tidak pernah absen melayani negeri. Menjadi Wakil ketua DPR RI periode 1999-2004 dan dan wakil ketua MPR periode 2004-2009, hingga ketua DPD DKI sampai ujung ajalnya.
Dari buah pikirannya, Fatwa telah menerbitkan sedikitnya 24 buku, di antaranya: Dulu Demi Revolusi, Kini Demi Pembangunan (1985), Demi Sebuah Rezim, Demokrasi dan Keyakinan Beragama diadili (1986, 2000), Saya Menghayati dan Mengamalkan Pancasila Justru Saya Seorang Muslim (1994), Islam dan Negara (1995), Menggugat dari Balik Penjara (1999).
ADVERTISEMENT
Kecerdasan dan sifat kritis AM Fatwa banyak dikagumi oleh beberapa petinggi RI, salah satunya BJ Habibie.
"Membaca (buku) surat-surat politik dari balik penjara dan riwayat hidup AM Fatwa dapat disimpulkan bahwa yang bersangkutan adalah seorang intelektual yang kritis, berbudaya, dan sangat peduli pada lingkungan: Masyarakat dan bangsa yang dicintai," tulis BJ Habibie di laman depan buku Fatwa berjudul 'Menggugat dari Penjara: Surat-surat Politik AM Fatwa".
Kini AM Fatwa sudah berpulang ke pangkuan Ilahi. Namun perjuangannya membela negeri itu tak akan pernah terlupakan.
Selamat Jalan AM Fatwa...
Suasana Sekitar Rumah AM Fatwa (Foto: Abdul Latif/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Sekitar Rumah AM Fatwa (Foto: Abdul Latif/kumparan)