Amien Rais: Rekonsiliasi Sangat Lucu Kalau Bagi-bagi Kursi

15 Juli 2019 15:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dewan Pembina BPN Prabowo-Sandi, Amien Rais menunjukkan buku berjudul Jokowi People Power saat jeda pemeriksaan untuk Shalat Jumat di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (24/5). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Dewan Pembina BPN Prabowo-Sandi, Amien Rais menunjukkan buku berjudul Jokowi People Power saat jeda pemeriksaan untuk Shalat Jumat di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (24/5). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
Ketua Dewan Pertimbangan PAN Amien Rais, masih belum mengerti alasan Prabowo Subianto akhirnya mau bertemu dengan Joko Widodo. Amien sebetulnya tak masalah, namun dia mengkhawatirkan ada 'udang di balik bakwan' dalam rekonsiliasi itu.
ADVERTISEMENT
"Saya tetap pada keyakinan saya, rekonsiliasi dalam arti bangsa utuh enggak boleh pecah, saya 1000 persen saya setuju. Mbahnya setuju. Tetapi rekonsiliasi itu jangan sampai diwujudkan menjadi bagi-bagi kursi," ucap Amien di DPP PAN, Jakarta, Senin (15/7).
Menurut Amien, kalau Pilpres diakhiri dengan bagi-bagi kursi, maka tidak ada lagi kekuatan moral dan pengontrol. Politik transaksional itu justru negatif.
"Apa gunanya dulu bertanding ada dua pasangan capres cawapres, ujung-ujungnya kemudian lantas bagi-bagi," tegas tokoh reformasi itu.
Prabowo Subianto dan Joko Widodo bersalaman saat bertemu di MRT Lebak Bulus. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Amien mengungkap istilah yang disebutnya di Instagram agar PAN tak rabun ayam menjadi bagian dari koalisi pemerintah, yaitu karena semata ingin dapat menteri.
ADVERTISEMENT
"Mengapa? Karena demokrasi tanpa oposisi itu namanya demokrasi bohong-bohongan. Jadi demokrasi botong, wong demokrasi kok enggak ada oposisi," tegas Amien.
Secara praktis, kontrol oposisi atas pemerintah itu diwujudkan di parlemen yang memang punya kewenangan mengawasi kebijakan pemerintah.
"Nah, kalau parlemen sebagian besar sudah menjadi tukang cap stempel atau jadi juru bicaranya eksekutif, itu artinya lonceng kematian bagi demokrasi," pungkas mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu.