Amnesti dari Jokowi Jadi Upaya Baiq Nuril Tak Perlu Jalani Pidananya

19 November 2018 14:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Koalisi Save Ibu Nuril membawa petisi dukungan amnesti untuk Baiq Nuril di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (19/11/2018). (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Koalisi Save Ibu Nuril membawa petisi dukungan amnesti untuk Baiq Nuril di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (19/11/2018). (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Save Ibu Nuril menyurati Presiden Joko Widodo. Mereka meminta Jokowi untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, yang divonis pidana 6 bulan penjara dan membayar denda Rp 500 juta oleh Mahkamah Agung karena melanggar UU ITE.
ADVERTISEMENT
Bersamaan dengan surat permintaan amnesti, mereka juga menyerahkan petisi dukungan dari masyarakat yang disampaikan kepada Kantor Staf Presiden, Jakarta Pusat. Anggara dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) yang juga tergabung dalam Koalisi Save Ibu Nuril menyebut surat tersebut sudah diterima oleh perwakilan seorang Tenaga Ahli Utama KSP, Ifdhal Kasim.
"Memang tadi dari KSP menyatakan telah menerima apa yang disampaikan oleh kami petisi dan surat. Dan akan disampaikan ke Presiden," kata Anggara di Kantor Staf Presiden, Jakarta Pusat, Senin (19/11).
"Harapannya tentu Presiden bisa mempertimbangkan secara baik terkait upaya-upaya dan kewenangan apa yang bisa dilakukan Presiden terhadap kasus ini," imbuhnya.
Beberapa poin utama dari surat tersebut antara lain permintaan kepada Presiden Jokowi untuk memberikan amnesti, serta beberapa fakta yang terjadi dalam perkara tersebut.
Baiq Nuril menunggu sidang (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril menunggu sidang (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
"Bapak Presiden, saat ini, amnesti yang Bapak dapat berikan merupakan satu-satunya cara agar Baiq Nuril tidak harus dipisahkan dari keluarganya, dan menjalani pidana atas perbuatan yang jelas-jelas tidak dilakukannya. Penderitaan Baiq Nuril sebagai korban kekerasan seksual akan semakin berlipat ganda jika dirinya harus menjalankan pidana yang dijatuhkan MA ini," bunyi salah satu kalimat dalam surat tersebut.
ADVERTISEMENT
Anggara menganggap putusan yang dijatuhkan telah dijatuhkan telah melangkahi kewenangan MA sendiri. Menurut dia, MA bukanlah lembaga yang mengadili fakta.
"MA memang seringkali melangkahi kewenangannya. Yang seharusnya mereka hanya cukup memeriksa dan mengadili hukum, tapi dia seringkali melompat menjadi pengadilan yang mengadili fakta, sesuatu yang sebenernya salah tapi diulang terus menerus," jelas Anggara.
Tak hanya itu, Anggara menilai ada upaya rekayasa dalam perkara yang menjerat eks guru honorer SMAN 7 Mataram tersebut.
"Ya (rekayasa), rekaman aslinya kan tidak pernah diketemukan, yang dijadikan dasar memeriksa perkara ini kan salinan kesekian kali dari rekaman asli. Tentu ini bagian rekayasa. Menurut kami enggak fair kalau ini kemudian dijatuhi pidana bersalah," tutur Anggara.
Jokowi sebelumnya telah mengatakan Baiq Nuril memiliki peluang untuk lolos dari sanksi jika mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Jokowi juga mendukung keadilan bagi Baiq Nuril melalui PK yang diajukan kepada MA.
ADVERTISEMENT
"Kita berharap nantinya melalui PK, Mahkamah Agung dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya," tutup Jokowi usai meresmikan Universitas Muhammadiyah Lamongan.
Baiq Nuril merupakan guru honorer SMAN 7 Mataram yang dianggap bersalah karena menyebarkan rekaman pembicaraanya dengan Muslim, kepala sekolah tempat ia bekerja, yang bernada mesum. Ia divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta, serta subsider tiga bulan kurungan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui majelis kasasi.
Baiq Nuril merekam percakapan dengan Muslim, lantaran atasannya itu melontarkan kata-kata yang mengandung unsur asusila. Karena merasa terganggu dan terancam, Nuril kemudian merekam kata-kata Muslim tanpa sepengetahuannya.
MA memutus Baiq Nuril melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 (1) UU ITE, yakni dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentrasimisikan, dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan kesusilaan.
ADVERTISEMENT