Anak-anak dan Konflik di Ghouta yang Tak Kunjung Usai

28 Februari 2018 6:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tragedi Ghouta (Foto: AFP/ABDULMONAM EASSA )
zoom-in-whitePerbesar
Tragedi Ghouta (Foto: AFP/ABDULMONAM EASSA )
ADVERTISEMENT
Ghouta Timur harus menerima kenyataan pahit ketika wilayah itu hancur lebur diterjang roket, bom barel, dan artileri Suriah. Akibatnya, ratusan warga terbunuh. Kejadian ini juga menambah derita berkepanjangan yang telah berlangsung sejak konflik mendera delapan tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Menananggapi hal ini, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menggunakan kalimat yang frontal untuk menggambarkan derita dan kondisi di Ghouta dalam rapat tahunan Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss sebagai "Neraka di Bumi".
"Ghouta Timur tidak bisa menunggu. Ini saat yang paling mendesak untuk menghentikan 'neraka di Bumi' ini," kata Gutteres, mendesak agar Suriah membuka akses Ghouta untuk Ghouta untuk bantuan kemanusiaan.
Penderitaan warga di Ghouta Timur dimulai sejak Minggu (18/2), ketika rezim Suriah melancarkan serangan tanpa henti ke Ghouta Timur yang masih dihuni sekitar 400 ribu orang. Dampaknya? Bangunan tinggal rangkanya, reruntuhan terserak di bawahnya, di sela-sela puing-puing anak-anak dan warga Ghouta tertimbun, meregang nyawa.
Menurut laporan MSF, sedikitnya 500 orang tewas dalam bombardir Suriah ke Ghouta Timur, di mana 100 di antaranya anak-anak. Suriah juga diduga menggunakan senjata kimia terlarang dalam serangan itu.
Korban Pemboman di Wilayah Ghouta Timur  (Foto: AFP PHOTO / Abdulmonam Eassa)
zoom-in-whitePerbesar
Korban Pemboman di Wilayah Ghouta Timur (Foto: AFP PHOTO / Abdulmonam Eassa)
ADVERTISEMENT
Kementerian Kesehatan Pemerintah Sementara Suriah, lembaga medis dari kubu pejuang oposisi mengatakan, bau klorin tercium usai terjadinya ledakan besar di distrik al-Shayfouniya. Warga setempat dilaporkan mengalami sesak napas, dan seorang anak dilaporkan meninggal dunia akibat kehabisan napas usai serangan itu.
"Setidaknya ada 18 korban yang dirawat dengan bantuan oksigen," ujar pernyataan lembaga oposisi, seperti dikutip Reuters.
Pemandangan ini pun mengulang mimpi buruk 2013 di Ghouta yang dihantam serangan kimia. Ketika itu, 1.500 orang tewas, kebanyakan anak-anak.
Amerika Serikat juga menuding Suriah berulang kali menggunakan gas klorin sebagai senjata. Bahkan pada 2017, penyelidikan gabungan PBB dan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) menyatakan rezim Bashar al-Assad masih menggunakan senjata kimia jenis sarin di kota Khan Sheikhoun yang menewaskan puluhan orang.
ADVERTISEMENT
Penyelidikan OPCW juga menunjukkan rezim Suriah menggunakan klorin dalam tiga serangan pada 2014 dan 2015. Meski demikian, Suriah tetap membantah dan Kementerian Pertahanan Rusia mendukungnya, mengatakan serangan kimia dilakukan oleh oposisi untuk mengkambinghitamkan Assad.
Serangan jet Suriah di Ghouta (Foto: AFP/Abdulmonam Eassa)
zoom-in-whitePerbesar
Serangan jet Suriah di Ghouta (Foto: AFP/Abdulmonam Eassa)
Dokter Lintas Batas (MSF) pada Sabtu (24/2) mengungkapkan serangan yang menimpa Ghouta Timur juga menghancurkan bangunan klinik dan rumah sakit. Sebanyak 13 fasilitas medis MSF hancur atau rusak dalam serangan udara.
Warga yang masih selamat luput dari serangan karena bersembunyi di dalam bungker-bungker bawah tanah. Kondisi mereka apa adanya, tanpa listrik dan minim makanan. Bahkan anak-anak tidak makan selama dua hari berturut-turut.
"Ini malapetaka. Anak-anak tidak makan selama dua hari berturut-turut. Dewan kota tidak bisa menyediakan makanan bagi anak-anak. Orang dewasa mungkin bisa bertahan, tapi anak-anak tidak bisa," kata seorang warga kepada Reuters.
ADVERTISEMENT
"Ada banyak bayi di bawah usia enam bulan yang kekurangan susu formula, yang ibunya tidak punya ASI lagi untuk menyusui mereka. Secara umum, ada banyak anak usia enam bulan hingga lima tahun yang tidak makan apa-apa," kata dia lagi.
Warga dunia juga tidak diam saja mengetahui kejadian ini. Lewat tagar #SaveSyrianChildren, warga dunia menunjukkan duka terhadap apa yang dialami warga Ghouta Timur.
Serangan udara di Ghouta Timur, Suriah (Foto: HAMZA AL-AJWEH / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Serangan udara di Ghouta Timur, Suriah (Foto: HAMZA AL-AJWEH / AFP)
Di media sosial, potret peperangan yang membuat anak-anak menjadi korban bertebaran. Sebuah video yang menampilkan seorang anak perempuan menangis kian mengiris hati.
Anak tersebut menjelaskan betapa mengerikannya kondisi yang ia alami di Suriah. Seperti hujan senjata yang terjadi hampir setiap hari hingga sulitnya untuk mendapatkan makanan.
Ketakutan anak-anak ini juga berpengaruh terhadap kondisi badan mereka. Seorang ibu di Ghouta Timur bernama Asia mengungkapkan, ia dan tiga anaknya harus berlindung di bawah tanah agar terhindar dari serangan.
ADVERTISEMENT
Bahkan, anak-anaknya mengalami kerontokan rambut karena ketakutan yang luar biasa.
"Putri saya sakit. Rambutnya rontok karena dia sangat ketakutan," kata Asia.
Rusia yang merupakan sekutu Suriah akhirnya memerintahkan gencatan senjata. Presiden Rusia Vladimir Putin meminta dibukanya koridor aman untuk evakuasi warga Ghouta Timur yang tetap dibombardir rezim Suriah kendati gencatan senjata telah diserukan PBB.
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu kepada kantor berita RIA mengatakan, Putin memerintahkan gencatan senjata selama lima jam dari pukul 9.00 hingga 14.00 di Ghouta Timur setelah Dewan Keamanan PBB memerintahkan gencatan senjata selama 30 hari di Suriah.
Menurut Shoigu, Rusia sebagai sekutu Suriah juga akan membuka koridor kemanusiaan. Mayor Jenderal Yuri Yevtushenko, kepala pusat rekonsiliasi dan perdamaian Rusia di Suriah mengatakan, pembukaan koridor ini disepakati dengan militer Suriah, bertujuan membantu warga sipil meninggalkan Ghouta dan mengevakuasi yang terluka atau sakit.
Tragedi Ghouta (Foto: AFP/AMER ALMOHIBANY)
zoom-in-whitePerbesar
Tragedi Ghouta (Foto: AFP/AMER ALMOHIBANY)
Rusia tidak menyebutkan soal diperbolehkannya bantuan kemanusiaan masuk, seperti yang dimohonkan oleh PBB. Namun Yevtushenko mengatakan, militan penguasa Ghouta menahan ratusan warga, termasuk wanita dan anak-anak, agar tidak meninggalkan wilayah itu.
ADVERTISEMENT
Keputusan Rusia ini disambut baik Komisi Palang Merah di Jenewa. Mereka mengatakan, setiap langkah untuk evakuasi warga dan bantuan medis mendapatkan dukungan dari internasional.
Permintaan gencatan senjata itu langsung dipenuhi. Sesaat setelah diserukannya gencatan senjata oleh Putin, rudal dan bom barel Suriah tiba-tiba tidak terdengar lagi. Selama lima jam gencatan senjata, warga Ghouta bisa mengungsi ke tempat aman.
Rami Aburrahman dari lembaga Syrian Observatory for Human Rights mengatakan gencatan senjata itu dipatuhi rezim Bashar al-Assad. Pada Selasa waktu setempat, tidak dilaporkan adanya tembakan ke enklave pejuang oposisi di Ghouta Timur.
Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, gencatan senjata ini untuk membantu warga sipil mengungsi dan mengevakuasi korban terluka atau sakit. Namun tidak demikian anggapan kelompok oposisi Failaq al-Rahman yang menguasai Ghouta Timur.
ADVERTISEMENT
Mereka mengatakan, gencatan senjata oleh Rusia hanya untuk memaksa warga keluar dari wilayah itu atau mati dibom. "Ini kejahatan Rusia," kata juru bicara Failaq al-Rahman.