Anggota DPD Tidak Seharusnya Masuk Parpol

7 Maret 2017 13:31 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Diskusi soal anggota DPD yang masuk parpol. (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegak Citra Parlamen mengadakan diskusi bersama para pakar politik guna membahas penetrasi partai politik di ranah Dewan Perwakilan Daerah (DPD). 
ADVERTISEMENT
Dalam diskusi ini turut mengundang Saldi Isra selaku Pakar Hukum dan Tata Negara, Ahmad Hanafi dari Indonesian Parliamentary Center, Pakar Hukum dan Tata Negara Refly Harun, serta Titi Anggraini dari Pegiat Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Secara tegas keempat narasumber tokoh tersebut menolak masuknya partai politik sebagai anggota DPD. Mereka mengkritisi persoalan beberapa anggota DPD yang sudah menjadi anggota partai tertentu. Saldy Isra menyebut masuknya anggota DPD ke salah satu partai akan merusak fungsi perwakilan yang diemban.
"Menurut saya ini tidak relevan lagi, ini harus jadi catatan. Kalau kuasa politik hadir di DPD, tentunya akan kehilangan relevansi sebagai representatif dari setiap daerah," tegas Saldy Isra di Hotel Santika, KS Tubun, Jakarta Barat, Selasa (7/3).
ADVERTISEMENT
Menambahkan pernyataan dari Saldy, Ahmad Hanafi menyebut hingga saat ini sudah ada 27 anggota DPD yang masuk ke Partai Hanura. Berdasarkan catatan Indonesian Parliamentary Center, terdapat 53 anggota DPD yang berafiliasi pada partai politik.
"Yang jadi masalah sebenarnya adalah setelah mereka menjadi anggota DPD kemudian masuk ke dalam partai politik," ujarnya.
Sejumlah anggota DPD memang berbondong-bondong masuk Partai Hanura. Salah satunya, Wakil Ketua MPR dari perwakilan unsur DPD, Oesman Sapta Oedang. Ia kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura, menggantikan Wiranto. Hijrah ke Hanura, Oesman memboyong sejumlah anggota DPD seperti Gede Pasek Suardika (Bali), Ayi Hambali (Jabar), Andi Surya (Lampung), Abdul Aziz (Sumsel), Ahmad Nawardi (Jatim), Matheus Stefi Pasimanjeku (Maluku Utara), dan Basri Salama (Maluku Utara).
ADVERTISEMENT
Hal ini juga diperjelas oleh Titi Anggriani, dia mengatakan bahwa konteks DPD adalah perwakilan rakyat per daerah, sedangkan perwakilan partai politik seharusnya diwakili oleh anggota DPR. Menurutnya, karena mewakili wilayah dengan jumlah yang fix maka legitimasi yang diperoleh DPD sangat kuat.
"Perwakilan wilayah ini kalau tadi mewakili jumlah orang sehingga jumlah orang pada satu provinsi menentukan berapa kursi dari daerah," jelasnya.