Anggota DPR: Pembakaran Hutan Kejahatan Luar Biasa, Pelakunya Teroris

22 September 2019 14:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bara api terlihat di lahan yang terbakar di daerah Sebangau, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (17/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Bara api terlihat di lahan yang terbakar di daerah Sebangau, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (17/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi tragedi tahunan yang gagal dicegah oleh pemerintah. Alih-alih mencegah, karhutla tahun ini malah dianggap tak separah sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Komisi IV DPR yang membidangi kehutanan dan pertanian, menilai kebakaran hutan dan lahan bersifat masif dan destruktif di beberapa provinsi. Wakil Ketua Komisi IV DPR, Viva Yoga Mauladi, meyakini 99 persen penyebab karhutla karena tangan manusia dengan motif land clearing.
"Biayanya lebih murah karena bermodalkan korek api saja. Pernyataan BNPB menguatkan bahwa modus land clearing dengan dibakar karena ternyata 80 persen lahan yang terbakar, setelah api padam, menjadi perkebunan, terutama kelapa sawit," ucap Viva Yoga Mauladi, dalam rilisnya, Minggu (22/9).
Selama ini, kata Viva, penegakan hukum untuk kasus karhutla lemah. Akibatnya pemerintah sering kalah di pengadilan. Padahal dari sisi legislasi sudah jelas sanksi pidana dan dendanya. Yaitu pertama, di UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, di Pasal 78 ayat (3) menyebutkan bahwa pelaku pembakaran hutan dikenakan sanksi pidana penjara 15 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.
ADVERTISEMENT
Kemudian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, di Pasal 8 ayat (1) menyebutkan jika seseorang sengaja membuka lahan dengan cara dibakar, dikenakan sanksi kurungan 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Lalu ketiga, di UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup, di Pasal 108 menyebutkan jika seseorang sengaja membuka lahan dengan cara dibakar, dikenakan sanksi minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun serta denda maksimal Rp 10 miliar.
"Pelakunya tidak tersentuh hukum (untouched by law), kebal hukum, dan menjadi manusia setengah dewa. Negara terkalahkan oleh mereka. Pengadilan bertekuk-lutut tidak berkutik," ucap Waketum PAN.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Viva menyarankan perlu revisi UU yang mengatur pelaku pembakaran hutan seharusnya dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
"Levelnya sama dengan teroris. Karena bukan hanya merusak ekosistem dan lingkungan, memusnahkan plasma nutfah, juga dapat membunuh manusia," ucap Viva.
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Viva Yoga Mauladi Foto: Ela Nurlaela/kumparan
Dalam pembahasan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Komisi IV DPR memperjuangkan pasal pelaku pembakar hutan dan lahan masuk kategori kejahatan luar biasa. Namun belum berhasil. Untuk itu perlu diwacanakan lagi usulan pasal ini.
Selain dorongan revisi UU, Viva juga mengusulkan, penambahan dana penanggulangan bencana dari pemerintah pusat. Selain itu, pemerintah pusat agar lebih serius meningkatkan kualitas koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dengan pemerintah daerah. Sebagian besar publik menilai bahwa penanganan bencana karhutla kurang serius dan tidak antisipatif.
ADVERTISEMENT
"Padahal menurut saya bukan soal itu, tetapi yang utama adalah soal keterbatasan dana dan lemahnya peralatan dan kemampuan teknologi dalam mematikan hotspot," pungkasnya.
Suasana Langit Kota Jambi yang Memerah akibat Asap Karhutla. Foto: Dok. Jambikita