Angin Segar Jokowi untuk Airlangga

3 April 2018 16:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Airlangga-Jokowi. (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Airlangga-Jokowi. (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Akrab dan penuh kode politik. Itulah kesan yang pertama kali tersirat dalam pertemuan santai antara Presiden Joko Widodo dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto di Istana Bogor, Sabtu (24/3). Jokowi mengaku dengan sengaja mengenakan kaus kuningan dengan celana hitam, sementara Airlangga memilih kaus berwarna putih.
ADVERTISEMENT
Pertemuan santai diawali perbincangan keduanya di depan Istana Bogor. Jokowi dan Airlangga terlihat "ditemani" oleh sebuah motor chopper yang juga berwarna kuning. Menteri Perindustrian dan bosnya di kabinet itu asyik membicarakan soal motor chopper tersebut.
Selang beberapa menit, keduanya lalu jalan santai di sekitar Kebun Raya Bogor, sambil sesekali melayani warga yang minta selfie. Di tengah jogging santai tersebut, rupanya ada pembicaraan soal Pilpres 2019, khususnya soal cawapres Jokowi.
Airlangga memang sedang didorong oleh internal Golkar untuk menjadi pendamping Jokowi. Lalu usai jogging, Jokowi dan Airlangga menengok domba peliharaan Sang Presiden. Sungguh pemandangan yang sarat sinyal.
Jokowi dan Airlangga  (Foto: Dok. Airlangga Hartarto)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan Airlangga (Foto: Dok. Airlangga Hartarto)
Terlepas dari akrabnya Jokowi dan Airlangga, dalam pembicaraan soal 'panas' kursi cawapres itu, rupanya Sang Presiden memberikan syarat khusus bagi Golkar dan Airlangga.
ADVERTISEMENT
Seorang politikus Golkar yang mengetahui pertemuan tersebut, menjelaskan kepada Airlangga bahwa Jokowi mensyaratkan Golkar harus dapat elektabilitas 18 persen (versi survei) di Pileg 2019, jika Airlangga ingin jadi cawapres. Angka itu tentu sebagai jaminan kemenangan di Pilpres. Sementara saat ini, elektabilitas Golkar masih di bawah 15 persen.
Jokowi dan Airlangga di Kebun Raya Bogor (Foto: Dok. Airlangga Hartarto)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan Airlangga di Kebun Raya Bogor (Foto: Dok. Airlangga Hartarto)
Ketika dikonfirmasi, baik Jokowi maupun Airlangga memang mengaku ada pembahasan pilpres dalam pertemuan intim pagi itu. Namun, keduanya tak merinci lebih lanjut isi perbincangan.
Korbid Pemenangan Pemilu wilayah Timur, Melchias Marcus Mekeng, menyebut memang ada permintaan Jokowi kepada Golkar untuk mendongkrak elektabilitas. "Menangkan pilkada dan saat pileg naikkan jadi 18 persen supaya pada saat beliau (Jokowi) memimpin, punya kekuatan di parlemen yang bagus," ujar Mekeng kepada kumparan (kumparan.com).
Jokowi dan Airlangga di Kebun Raya Bogor (Foto: Dok. Airlangga Hartarto)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan Airlangga di Kebun Raya Bogor (Foto: Dok. Airlangga Hartarto)
Perintah Jokowi ini langsung direspons oleh Airlangga. Ia memerintahkan struktur DPP untuk mengejar target suara sebesar 18 persen dalam Pileg 2019.
ADVERTISEMENT
Meski kader Golkar banyak yang terseret kasus korupsi, termasuk Setya Novanto, DPP yakin elektabilitas partai berlambang beringin itu akan terdongkrak naik jelang 2019.
Ketua DPP Partai Golkar Andi Sinulingga menambahkan, partainya sudah menyiapkan dua kelompok relawan yang bertugas untuk mulai mengkampanyekan Jokowi. Dua kelompok relawan yang dimaksud adalah Jaringan Kerja Bersama Jokowi alias Jangkar Bejo dan jaringan relawan Golkar Jokowi atau Gojo.
Pembentukan Relawan Gojo (Golkar Jokowi) (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pembentukan Relawan Gojo (Golkar Jokowi) (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
Penolakan di Internal Golkar
Munculnya dorongan agar Airlangga maju sebagai cawapres Jokowi, rupanya tak seragam di internal Golkar. Tak semua faksi di internal Golkar mendukung Airlangga menjadi cawapres Jokowi. Beberapa nama yang pernah mendorong Airlangga antara lain Melchias Malcus Mekeng, Roem Kono dan Ahmad Doli Kurnia.
ADVERTISEMENT
Sementara sumber internal Golkar menuturkan usulan Airlangga cawapres hanya formalitas belaka, demi menyenangkan hati Airlangga. Selain itu, elite Golkar yang mendorong Airlangga menjadi cawapres bagian dari upaya mencari muka terhadap Airlangga agar mendapat posisi tertentu.
Ketum DPP Golkar Airlangga Hartanto. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketum DPP Golkar Airlangga Hartanto. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
Faksi lain yang tak ingin Airlangga maju, menyadari bahwa elektabilitas Airlangga masih jauh di bawah. Tak hanya itu, Airlangga bukan seorang tokoh yang mengakar untuk mendongkrak elektabilitas, meski sudah berstatus sebagai ketum.
Ketua DPP Golkar Andi Sinulingga menilai sebaiknya, Golkar fokus memenangkan Pilkada 2018 dan Pileg 2019.
"Berkampanye untuk kepentingan partai juga berkampanye capres yang diusung kan lebih sistematis daripada kita sibuk berkutat pada persoalan siapa kader Golkar yang jadi cawapres Jokowi," kata Andi.
Jokowi di pembukaan Munaslub Golkar (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi di pembukaan Munaslub Golkar (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Kekecewaan Golkar kepada Airlangga juga mengemuka karena sejumlah kebijakan yang diambil Airlangga. Salah satunya, langkah Sang Ketum yang ngotot mencopot Mahyuddin dari posisi Wakil Ketua MPR untuk digantikan dengan Titiek Soeharto.
ADVERTISEMENT
Sejumlah elite Golkar menilai keputusan Airlangga menabrak aturan hanya demi janji politiknya kepada Titiek. Sebab, merujuk UU MD3, pergantian pimpinan MPR harusnya dilakukan jika terjadi 3 syarat yaitu berhalangan tetap, meninggal dunia, dan mengundurkan diri.
Keputusan Airlangga lain yang sempat menjadi sorotan adalah rencananya mengganti Aziz Syamsuddin dari posisi Ketua Badan Anggaran. Meski rencana ini urung dilakukan, tapi wacana ini sudah sempat berembus kencang di internal Golkar.
Faksi Aburizal Bakrie kebakaran jenggot dengan rencana Airlangga menggeser Aziz. Langkah ini akhirnya memicu ketidaknyamanan lain di internal Golkar. Termasuk ketika ada usulan agar Airlangga menjadi cawapres Jokowi.
Dalam Rakernas Partai Golkar pada 23-24 Maret lalu, malah muncul usulan mendorong Jusuf Kalla kembali menjadi cawapres Jokowi. Sejumlah tokoh senior Golkar seperti Fahmi Idris dan kubu JK di Golkar, menilai Sang Mantan Ketum sebagai sosok yang tepat menjadi pendamping Jokowi.
Relawan Golkar Jokowi di Lapangan Pintu Air BKT. (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Relawan Golkar Jokowi di Lapangan Pintu Air BKT. (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
Baik dari segi jaringan politik, faktor elektabilitas, hingga kemampuannya untuk mendongkrak suara dari pemilih muslim. Faktor senioritas juga menjadi pertimbangan utama.
ADVERTISEMENT
Namun, mereka menyadari ada hambatan konstitusi di UUD 1945 dan UU Pemilu. Meski belakangan Fahmi Idris yang merupakan anggota Dewan Pembina Golkar berencana mengajukan uji materi terhadap UU Pemilu yang menghambat langkah JK maju pilpres.
Jokowi boleh saja menebar kode politik dengan mengundang Airlangga ke Istana Bogor. Namun, apakah Jokowi berani mengambil risiko dengan memilih Airlangga sebagai cawapresnya? Atau ini hanyalah bagian dari manuver sang presiden dalam menjaring pendamping?