Anies Kumpulkan Lurah dan Camat, Selaraskan Program 5 Tahun

5 Maret 2019 17:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat kumpulkan lurah dan camat di Balai Kota, Jakarta , Selasa (5/3). Foto: Moh Fajri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat kumpulkan lurah dan camat di Balai Kota, Jakarta , Selasa (5/3). Foto: Moh Fajri/kumparan
ADVERTISEMENT
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumpulkan 44 camat, 267 lurah, dan jajaran pejabat eselon II di Balai Kota, Jakarta Pusat. Sebagian besar pejabat yang hadir baru saja dirombak oleh Anies beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Anies menjelaskan, ia sengaja mengumpulkan para camat, lurah, dan pejabat eselon II untuk pelatihan dan menyesuaikan dengan visi dan misinya selama menjabat sebagai gubernur.
“Isinya adalah saya menyampaikan ulang, apa yang menjadi visi selama 5 tahun ke depan, (dan) apa yang menjadi misi yang akan dilaksanakan dan juga karakter-karakter kepemimpinan yang harus tumbuh di dalam tubuh para camat dan lurah,” kata Anies di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (5/3).
Menurutnya, penyelarasan visi dan misi penting dilakukan agar seluruh camat dan lurah dapat bekerja secara maksimal. Rencananya, pelatihan digelar dua hari dengan lokasi berbeda. Dalam pelatihan itu juga akan dibahas mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing pejabat.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat kumpulkan lurah dan camat di Balai Kota, Jakarta , Selasa (5/3). Foto: Moh Fajri/kumparan
“Yang kedua adalah penguatan pemahaman mereka tentang fungsi tugas kewilayahan bagi camat dan lurah. Kita ingin agar para camat, lurah itu bekerja sama secara vertikal dengan wali kota dan kantor Balai Kota, tapi juga horizontal dengan wilayah-wilayah yang lain,” tutur Anies.
ADVERTISEMENT
Anies kemudian mengibaratkan menjalankan peran kepemimpinan di masyarakat seperti dengan alat musik angklung. Ia menuturkan dalam memainkan angklung diperlukan keselarasan, sehingga menghasilkan musik sesuai dengan yang diinginkan.
“Saya sering menggunakan analogi ini, angklung itulah bermasyarakat masing-masing berperan, tetapi harus ada pemimpin yang memberikan arah nadanya mana yang dibunyikan, mana yang tidak dibunyikan, dibunyikannya kapan. Sehingga membentuk sebuah simfoni tidak bisa jalan sendiri-sendiri, harus ada kepemimpinan,” jelasnya.
“Dan kepemimpinan angklung itu kepemimpinan yang memberikan pesan menggerakkan, masing-masing menggerakkan sendiri-sendiri, bukan sebatas instruksi, tapi tampil semuanya,” tutup Anies.