Antisipasi Hari Lebaran Beda, Kemenag Dorong Kalender Hijriah Global

16 Juni 2018 20:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemantauan hilal di Jakarta. (Foto: Antara/Galih Pradipta)
zoom-in-whitePerbesar
Pemantauan hilal di Jakarta. (Foto: Antara/Galih Pradipta)
ADVERTISEMENT
Kesamaan hari Lebaran yang terjadi dalam tiga tahun terakhir akan kembali berbeda di tahun 2022. Untuk menjembatani perbedaan tersebut, Kemenag mendorong penyatuan referensi penentuan hari Lebaran.
ADVERTISEMENT
Dirjen Bimbingan Masyarakat Kemenag Muhammadiyah Amin mengatakan bahwa salah satu upaya Kemenag adalah mendorong pemberlakuan kalender hijriah global.
"Kemenag sudah melakukan berbagai upaya untuk penyatuan kalender hijriah global. Termasuk tahun 2017 telah melakukan seminar internasional tentang Fikih Falakiyah dengan menghadirkan peserta dari seluruh dunia," ujar Amin kepada kumparan, Sabtu (16/6).
Wacana kalender hijriah global dimulai dalam Seminar Internasional Fikih Falak di Jakarta tahun 2017. Konferensi tersebut melahirkan Rekomendasi Jakarta 2017 yang menetapkan standar ketinggian hilal 3 derajat sebagai titik akomodatif antara mazhab hisab dan rukyat.
Jika kalender hijriah global berlaku, penentuan hari besar Islam seperti awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, tidak perlu melewati Sidang Isbat.
ADVERTISEMENT
"Boleh jadi setelah adanya kalender global, MUI akan mengeluarkan Fatwa untuk merujuk kepada kalender global tersebut," tambahnya.
Gagasan penyatuan metode ini juga didukung oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Melalui surat edaran berjudul Pertimbangan Sains Antariksa untuk Penyatuan Kalender Islam tertanggal 2 Mei 2017, LAPAN mendukung Rekomendasi Jakarta 2017 sebagai acuan baku dalam menentukan hari besar Islam.
Melihat Hilal (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Melihat Hilal (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
LAPAN menganggap Rekomendasi Jakarta 2017 dapat mengakomodir perbedaan mazhab yang selama ini dipakai pemerintah, Muhammadiyah, dan NU. Muhammadiyah memakai metode wujudul hilal yang dikenal dengan istilah hisab. Metode hisab menentukan jatuhnya awal Ramadhan dan Idul Fitri dengan menghitung posisi Bumi terhadap Matahari dan Bulan secara matematis dan astronomis.
Sedangkan NU biasa memakai metode rukyatul hilal atau lebih dikenal istilah rukyat. Rukyat merupakan suatu metode yang hanya mengamati hilal secara langsung tanpa mempertimbangkan perhitungan matematis dan astronomis. Kedua metode ini kerap menghasilkan keputusan hari besar Islam yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Perbedaan bakal kembali terjadi mulai tahun 2022. Di tahun 2022, akan ada perbedaan penetapan Hari Idul Adha. Sementara di tahun 2023, penetapan hari Idul Fitri dan Idul Adha akan berbeda antara metode hisab dan rukyat. Sedangkan tahun 2024, perbedaan akan terjadi dalam menetapkan hari pertama Ramadhan.
Pemberlakuan kalender hijriah global diharapkan mampu menjembatani perbedaan metode dan menghasilkan keputusan hari besar Islam yang seragam. Meski demikian, pembahasan antara Kemenag dan ormas masih berlangsung dan kembali dilanjutkan setelah lebaran.