Apakah Jokowi Bisa Berikan Grasi di Kasus Baiq Nuril?

20 November 2018 17:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baiq Nuril (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo mendukung Baiq Nuril mencari keadilan terkait kasus pelanggaran UU ITE. Guru honorer SMAN 7 Mataram tersebut divonis oleh Mahkamah Agung (MA) karena menyebarkan rekaman pembicaraannya dengan Kepala Sekolah SMA tersebut, Muslim, yang bernada mesum.
ADVERTISEMENT
Atas tindakan tersebut, Baiq diganjar hukuman pidana 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta, subsider tiga bulan kurungan.
Melihat keputusan tersebut, Jokowi mengatakan, masih ada peluang bagi Baiq untuk mencari keadilan dengan menempuh upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Jokowi pun mendukung upaya Baiq untuk mencari keadilan. Jika upaya tersebut tidak berhasil, Jokowi menyebut Baiq bisa mengajukan permohonan (grasi) kepadanya.
Baiq Nuril menunggu sidang (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril menunggu sidang (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
"Seandainya nanti PK-nya masih belum mendapatkan keadilan, bisa mengajukan grasi ke presiden. Memang tahapannya seperti itu. Kalau sudah mengajukan grasi ke presiden, nah nanti itu bagian saya," kata Jokowi di Lamongan, Jawa Timur, Senin (19/11).
Lalu, apakah Presiden bisa memberikan grasi kepada Baiq yang hukumannya 6 bulan?
ADVERTISEMENT
Pertama, apa itu grasi?
Dalam UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi, grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.
Permohonan grasi hanya bisa diajukan oleh terpidana dengan hukuman penjara sekurang-kurangnya dua tahun, pidana mati, atau seumur hidup. Aturan ini tertulis dalam Bab II Pasal 2 Ayat 2 UU No. 22 Tahun 2002. Sementara itu, Baiq divonis 6 bulan kurungan.
Guru Besar Bagian Hukum Acara Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, menyebut, berdasarkan aturan tersebut, Baiq tidak memenuhi syarat pengajuan grasi.
“Jadi kasus Baiq tidak memenuhi ketentuan itu. Jadi Pak Jokowi mungkin belum lihat ketentuan itu,” ujar Hibnu Nugroho, ketika dihubungi, Selasa (20/11).
ADVERTISEMENT
Lalu, upaya hukum apa yang bisa dilakukan Jokowi dalam kasus Baiq Nuril?
Hibnu menambahkan, masih ada upaya yang bisa dilakukan Jokowi, yakni amnesti. Ketika opsi ini dipilih oleh presiden, Baiq tidak perlu melakukan pengajuan. Amnesti merupakan pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.
“Tapi sekarang pertanyaannya, apakah perbuatan menyiarkan (pesan) itu masuk kategori bisa diberikan amnesti? Amnesti yang kita lihat sekarang itu berkaitan dengan tindak pidana politik. Yang saya baca tidak ada tindakan pidana umum itu masuk amnesti,” ujar Hibnu.
Ia menambahkan, jika Jokowi memberikan amnesti kepada Baiq, hal ini akan menjadi kasus pertama amnesti diberikan kepada terpidana tindak pidana umum.
ADVERTISEMENT
Amnesti merupakan hak prerogatif presiden. Ketika presiden melihat ada suatu ketimpangan, presiden bisa turun tangan dengan memberikan amnesti. Jika Jokowi memilih langkah ini, maka akan keluar keputusan presiden untuk membebaskan Baiq.
Tapi apakah kasus Baiq ini layak diberikan amnesti?
“Jalur hukum itu masih ada, jadi jangan sampai sebentar-sebentar presiden membuat amnesti,” ungkap Hibnu.
Menurut dia ,presiden juga harus memberikan patokan kapan memberikan amnesti. Melihat kasus Baiq, Hibnu percaya upaya hukum PK bisa mengakomodasi jalan keadilan bagi Baiq.
“Dia kan termasuk korban, kok sebagai pelaku kejahatan,” pungkas Hibnu.