Area Paling Rawan Kekerasan Seksual: Kampus dan Sekolah

29 November 2018 10:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Perlawanan Korban Pencabulan (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perlawanan Korban Pencabulan (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kampanye ‘16 Hari (25 November-10 Desember) Anti Kekerasan terhadap Perempuan’ di Indonesia tahun ini justru diwarnai dengan mencuatnya sejumlah kasus pelecehan seksual. Selama bulan November saja, setidaknya ada 3 kasus pelecehan seksual yang mencuat ke publik. Sayangnya dalam ketiga kasus ini, hukum tidak berpihak pada perempuan.
ADVERTISEMENT
Pada kasus Agni --mahasiswi UGM yang dilecehkan teman satu tim saat KKN, dia justru tidak mendapat dukungan dari kampus. Kemudian Baiq Nuril, korban kekerasan seksual verbal oleh mantan atasan, justru dihukum bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) karena dianggap melanggar UU ITE.
Terbaru, seorang guru olahraga SD di Sukabumi yang hobi mencium bibir murid perempuan dengan dalih memberikan rewards, belum diberikan hukuman. Saat ini guru tersebut masih berstatus tersangka dan kasusnya sedang diusut.
Berdasarkan Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), angka kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan di Indonesia meningkat setiap tahun. Pada 2017 terdapat 348.446 jumlah pelapor yang terekam dalam daftar. Kasus pelecehan seksual ini terdiri dari 335.062 kasus bersumber pada data perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama, serta 13.384 kasus yang ditangani oleh 237 lembaga mitra pengadaan layanan yang tersebar di 34 provinsi.
Ilustrasi Perlawanan Korban Pencabulan (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perlawanan Korban Pencabulan (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Untuk perkara perkosaan terdiri 619 kasus dan persetubuhan atau eksploitasi seksual sebanyak 555 kasus. Ada juga kasus kekerasan seksual tertinggi di ranah privat yaitu yang dilakukan oleh pacar, sebanyak 1.528, lalu diikuti pelecehan yang dilakukan ayah kandung sebanyak 425 orang, kemudian di peringkat ketiga adalah paman sebanyak 322 orang.
ADVERTISEMENT
Sedangkan kekerasan seksual di ranah publik mencapai angka 2.670 kasus, di mana ada 911 kasus pencabulan, 708 kasus pelecehan seksual dan 669 kasus perkosaan. Data yang tercatat juga menunjukan tren kekerasan terhadap perempuan pada 2017 itu melonjak tajam dari tahun sebelumnya yang hanya 259.150 kasus.
Meski korban makin banyak yang mengadu dan tercatat di Komnas Perempuan, tak sedikit yang masih memilih bungkam untuk menutupi kasusnya. Koordinator pelayanan hukum LBH APIK, Uliarta Pangaribuan, mengatakan rata-rata korban merasa tertekan bila harus menguak identitasnya sebagai korban pelecehan seksual. Ada beberapa faktor yang melekat. Salah satunya adalah ketakutan dilaporkan balik oleh pelaku dengan dalih pencemaran nama baik.
Selain itu, tidak mudah menunjukkan bukti dan saksi dalam kasus pelecehan seksual. Karena biasanya pelecehan seksual dilakukan di lokasi sepi dan tanpa CCTV.
ADVERTISEMENT
“Misalkan ketika ada korban datang melaporkan kalau dia mengalami kekerasan seksual atau pun pelecehan seksual nah polisi akan menanyakan siapa saksinya, buktinya apa, sementara kita ketahui untuk mendapatkan saksi dan alat bukti itu masih sulit," ujar Uliarta saat ditemui kumparan di Asana Kawanua Jakarta, Selasa (27/11).
Ilustrasi perlawanan korban pencabulan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perlawanan korban pencabulan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Menurut data pengaduan di Lembaga APIK, paling banyak pelecehan seksual terjadi di kampus dan sekolah. Selain itu area publik juga rawan kasus pelecehan seksual.
"Terutama kasus yang sedang ditangani kasus kekerasan seksual terhadap anak di sekolahan. Dan itu juga masih menggantung prosesnya,” tuturnya.
“Kayak di UGM misalnya, itu pencitraannya tinggi banget kan sekolah-sekolah itu enggak mau mendorong atau membantu korban untuk proses-proses seperti ini, apa lagi dilakukan oleh pihak sekolah. Biasanya kecenderungannya melindungi, menutupi, terkait nama baik sekolah," imbuh Uli.
ADVERTISEMENT
Simak perjuangan para penyintas kekerasan seksual di konten spesial dalam topik Korban Cabul Melawan.