Ario Bimo: 100 Jubir Jokowi Masih Kurang

20 Agustus 2018 12:55 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi melambaikan tangan kepada pendukungnya. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi melambaikan tangan kepada pendukungnya. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan)
ADVERTISEMENT
Genderang persaingan Pemilu Presiden 2019 kian nyaring. Belum sampai sepekan setelah pendaftaran capres-cawapres di KPU, kubu Jokowi-Ma'ruf Amin tancap gas dengan merekrut dan melatih 100-an juru bicara.
ADVERTISEMENT
Pasukan juru bicara itu berasal dari perwakilan masing-masing partai pengusung hingga relawan non-partai. Mereka dipersiapkan untuk membantu kubu petahana menghadapi segala bentuk serangan selama kampanye mendatang.
Selain politisi seperti Budiman Sudjatmiko dari PDI-Perjuangan hingga Tsamara Amany dari Partai Solidaritas Indonesia, tokoh yang paling menyedot perhatian adalah sosok pengacara ternama nan kontroversial yakni Farhat Abbas, Razman Arif Nasution, dan Sunan Kalijaga.
Banyaknya jumlah jubir yang dimiliki Jokowi-Ma’ruf Amin pun menuai kritikan dari kubu Prabowo-Sandiaga.
“Kalau jubirnya 100 lebih, bayangkan kalau ngomong semua, apa enggak anu ya. Satu dangdut, satu pop, satu keroncong, banyak sekali itu," ujar Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (13/8).
Adu Mulut Jubir Jokowi vs Prabowo (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Adu Mulut Jubir Jokowi vs Prabowo (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Menghadapi ratusan jubir yang disiapkan kubu Jokowi-Ma’ruf Amin, Ketua DPP Gerindra Habiburokhman menyatakan, “Pasukan jubir kami jauh lebih gemuk daripada kubu sebelah, karena diisi emak-emak yang ada di grassroot.”
ADVERTISEMENT
Mengapa tim Jokowi-Ma’ruf Amin menyiapkan begitu banyak jubir? Bagaimana kubu petahana ini akan menghadapi tim Prabowo-Sandiaga di Pemilu 2019?
Direktur Perencanaan Tim Jokowi-Ma’ruf Amin, Ario Bimo, menjelaskan sejumlah alasan dan kemungkinan bertambahnya jumlah jubir itu hingga ke daerah. “Jubir ini harus melatih jubir-jubir di daerah--jubir-jubir seluruh caleg di tingkat dua--untuk menjadi follower dan speaker-nya,” ucapnya.
Untuk memahami lebih lanjut seluk-beluk pasukan jubir Jokowi-Ma’ruf Amin berikut hasil wawancara kumparan dengan Ario Bimo di Posko Cemara 19, Menteng, Rabu (15/8).
Ario Bimo anggota Fraksi PDIP (Foto: Facebook/Aria Bima Trihastoto)
zoom-in-whitePerbesar
Ario Bimo anggota Fraksi PDIP (Foto: Facebook/Aria Bima Trihastoto)
Mengapa tim Jokowi-Ma’ruf Amin merekrut begitu banyak juru bicara?
Begini lho, ini pilpres baru pertama kali bersamaan dengan Pileg. Pileg itu ada 80 Dapil (Daerah Pemilihan) yang waktu kampanyenya diatur oleh KPU. Mungkin (waktu kampanye) setiap partai pengusung Pak Jokowi dan Pak Prabowo tidak bersamaan.
ADVERTISEMENT
Jubir ini harus melatih jubir-jubir di daerah, jubir-jubir seluruh caleg kami di tingkat dua, untuk menjadi follower dan speaker-nya. Belum nanti kalau kampanye terbuka. Jadi, jumlah 100 pun, kemungkinan dari 560 kabupaten kota, itu masih kurang.
Jubir-jubir kami pada saat kampanye pileg, akan bersama-sama dengan kampanye pilpres, itu juga lintas partai politik. Dalam perhitungan kami, 80 orang sekarang ini kita rekrut--per partai 8 sampai 9 (orang). Itu baru tahap pertama.
Setelah jubir tingkat nasional itu matang, kita akan membikin jubir tingkat daerah. Jadi saya tidak kaget jika ada kritikan kenapa harus sebesar itu.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa jubir “premium" yang menjadi speaker di media mainstream dan media online. Tapi sekali lagi, kita akan placement para jubir ini untuk melakukan training of trainer kepada para jubir di daerah karena kita harus satu persepsi. Membangun satu persepsi tentang narasi besar Pak Joko Widodo dan Kiai Ma’ruf Amin ini dalam satu perspektif sebagai partai pengusung.
Kita harus satu perspektif dalam memaknai program-program nawacita Jokowi yang sudah dilaksanakan. Juga sudah satu perspektif dalam menyiapkan narasi besar maupun program yang akan dilaksanakan untuk lima tahun ke depan. Maka kita butuh secara kuantitatif jumlah jubir ini untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Itu yang kita lakukan.
Pelatihan perdana jubir Jokowi di Jakarta. (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pelatihan perdana jubir Jokowi di Jakarta. (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
Hari ini belum dalam satu persepsi dan perspektif, maka kita lakukan workshop-workshop yang sampai hari ini belum selesai karena perumusan Nawacita II masih dikonsolidasikan.
ADVERTISEMENT
Tetapi beberapa capaian-capaian yang sudah ada kita sampaikan di dalam workshop. Apalagi dari Tim Prabowo dan Sandi sudah menyampaikan kritik-kritik kinerja Jokowi kemarin.
Bagaimana memastikan agar jubir ini satu mindset dan mampu menjalankan perannya?
Memang apa yang dilakukan oleh Jokowi selama empat tahun kurang di-leverage di dalam pemahaman publik. Dasar, tujuan, goal, target, dan sasaran.
Misalnya, pada saat infrastruktur yang dibangun diartikan hanya untuk kepentingan masyarakat kelas menengah atas. Infrastruktur dan konektivitas ini membangun emporium-emporium (pusat perdagangan) ekonomi baru, menciptakan pertumbuhan ekonomi baru. Jelas-jelas itu membuka lapangan kerja di masa depan.
Dengan sistem konektivitas akan terbangun efisiensi berbagai produk dari usaha besar sampai usaha mikro. Makanya Pak Jokowi ngomong, konektivitas antara Jakarta sampai Surabaya dan Banyuwangi jelas harus ada.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya rest area yang komersial, tapi harus ada rest area non-komersial, di mana Jasa Marga harus bekerja sama dengan pemerintah daerah. Supaya produk-produk IKM (Industri Kecil Menengah) di masing-masing daerah dan produk yang terjangkau daya beli masyarakat yang melewati infrastruktur, bisa tetap ada.
Adakah kondisi politis di internal koalisi yang menghambat konsolidasi para jubir ini?
Kontestasinya sekarang ini kontestasi partai pengusung, ditambah beberapa relawan. Saya harus menyatakan sangat bangga kontestasi yang diproses oleh partai pengusung Pak Joko Widodo dan Kiai Haji Ma’ruf Amin dalam suasana kebersamaan, dalam suasana kesejukan, dalam suasana kesepahaman.
ADVERTISEMENT
Pak Muhaimin dengan partai PKB-nya mencalonkan wapres, Pak Airlangga dari Golkar mencalonkan jadi wapres, Pak Romy dari PPP juga mencalonkan wapres. Belum lagi pemahaman dari Ibu Sri Mulyani, Pak Mahfud MD, Pak Moeldoko, Pak Chairul Tanjung. Itu (beda pandangan) muncul.
Dari berbagai proses politik yang ada, muncullah figur Pak Ma’ruf Amin. Proses ini smooth, dari perbedaan pendapat sampai proses negosiasi hingga mencapai konsensus. Itu bisa dipertontonkan sebagai suatu pendidikan politik buat kita ke depan.
Tidak ada bau mahar, tidak ada bau telikung-menelikung. Saya katakan, itu bisa menjadi keteladanan bagaimana mengedepankan problem yang lebih besar, yang inheren, persoalan internal partai itu terakomodasikan.
Misal, “Wah itu kan oligarki partai pengusung agar tidak mendapatkan persaingan berat di tahun 2024”. Saya katakan, apa salah kalau partai berpikir semacam itu? Yang penting pemikiran itu tidak mengalahkan tujuan mengusung seorang capres-cawapres.
Joko Widodo bersama Ma'ruf Amin di dampingi sembilan Ketum Parpol Koalisi Indonesia Kerja di Gedung Joang 45, Jumat (10/8/2018). (Foto: Reuters/Darren Whiteside)
zoom-in-whitePerbesar
Joko Widodo bersama Ma'ruf Amin di dampingi sembilan Ketum Parpol Koalisi Indonesia Kerja di Gedung Joang 45, Jumat (10/8/2018). (Foto: Reuters/Darren Whiteside)
Semua partai tidak berpikir secara parsial. Semua partai sebagai fungsi rekrutmen kader bangsa juga menyiapkan tokoh-tokoh bangsa untuk menjadi tokoh nasional. Semua partai menyiapkan petugas partai, untuk jadi apa? Bukan pegawai partai. Bukan bawahan ketua umum.
ADVERTISEMENT
Ini saya tegaskan ya, bahwa petugas partai adalah petugas yang melaksanakan ideologi, melaksanakan cara berpikir partai, untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan sosial.
Petugas partai yang sudah diwakafkan menjadi petugas bangsa, dalam posisi internal partai dia petugas partai: untuk dikontrol cara pandang dan kinerjanya sesuai ideologi partai atau nggak; sesuai dengan tujuan, target, dan sasaran yang ada atau tidak. Siapa yang memberi tugas itu? Ya ideologi. Garis politik.
Tapi saat dia menjadi pejabat publik dia sudah menjadi petugas bangsa. Petugas partai yang didudukkan sebagai petugas bangsa. Dalam bahasa internal kita, petugas partai. Posisi dia sebagai pejabat publik sebagai petugas bangsa.
Jadi konsolidasi jubir ini sudah berjalan dengan baik?
ADVERTISEMENT
Iya, cara pandangnya begitu. Kita mengusung Jokowi sebagai petugas partai untuk jadi petugas bangsa. Yang kita titipkan adalah ide, visi-misi, bahkan juga Nawacita.
Kedua, diserahkan oleh partai untuk kemudian dikompilasi oleh tim presiden terpilih. Silakan, itu bagian dia sebagai petugas bangsa.
Kalau sudah petugas bangsa maka dia bukan milik partai pengusung, dia milik rakyat Indonesia. Pada saat kita mengontrol kinerja dari aspek ideologis, itu dalam hal dia sebagai petugas partai. Itu beda antara petugas partai PDIP dengan PKS. Beda, mainstream-nya beda.
Joko Widodo bersalaman dengan Ma'ruf Amin bergerak menuju Gedung KPU, Jumat (10/8/2018). (Foto: Reuters/Darren Whiteside)
zoom-in-whitePerbesar
Joko Widodo bersalaman dengan Ma'ruf Amin bergerak menuju Gedung KPU, Jumat (10/8/2018). (Foto: Reuters/Darren Whiteside)
Apakah partai lain di koalisi juga sudah memiliki sudut pandang yang sama?
Ini tadi menyamakan persepsi. Kita nanti akan mengeluarkan buku saku sebagai buku pintar, untuk menyamakan persepsi dan perspektif.
ADVERTISEMENT
Tapi untuk bikin (buku saku) itu bukan langsung dari top down. Kita lebih sharing di sini, kita mendengarkan bagaimana action kita menyampaikan narasi ini ke publik, itulah (tugas) jubir nanti.
Apa yang dimaksud dengan pembagian jubir ke bidang ekonomi, defensif dan ofensif?
Ofensif dalam pengertian harus memberikan enlightment terkait strategi ke depan. Apa yang akan kita bangun dalam narasi besar pemerintahan Jokowi dan Kiai Ma’ruf Amin.
Kita harus ofensif, kita harus menjelaskan visi misi kebijakan program, dan apa yang sudah dilakukan dengan tindakan-tindakan selama lima tahun ini.
Ofensif bukan berarti kemudian kita reaktif terhadap narasi-narasi yang cenderung imaginative dan sensasional yang membangun sentimen pada figur-figur, yang itu melukai--tidak hanya figurnya tapi juga kelompok pendukungnya.
ADVERTISEMENT
Defensif dalam artian harus tahu kapan hal-hal yang tidak perlu kita jadikan narasi-narasi jelek itu kita sikapi. Kita menyampaikan capaian-capaian dari apa yang sudah direncanakan selama ini.
Strategi defensif itu sebenarnya kita harus mampu menarasikan narasi besar, maupun capaian-capaian. Misalnya saja, sekarang yang dihantam kan soal TKA asing.
Tenaga kerja asing jelas kok. Data BPS sampai hari ini hanya ada 85.974 TKA yang meliputi bidang jasa, industri, pertanian, maritim. Itu jelas kok. Jadi nggak bener 10 juta. Kalau itu misalnya pun ada, justru sudah kita tindak.
Sandiaga Uno di Jalan Jaksa, Jakarta Pusat. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sandiaga Uno di Jalan Jaksa, Jakarta Pusat. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Kubu koalisi oposisi mengklaim mempersiapkan jubir emak-emak, bagaimana tanggapan Anda?
Saya butuh narasi kubu sebelah apa. Jangan-jangan, nanti bulan September-Oktober harga kebutuhan pokok murah, jadi tidak ada narasi yang dibangun. Visi-misinya apa, mau apa.
ADVERTISEMENT
Bagi saya ini bukan pemenangan tetapi soal edukasi ya. Apalagi ketika orasi, masa suguhannya novel fiksi. Kalau disuguhi data kredibel malah dibilang data diotak-atik. Ini kan pembodohan.
------------------------
Simak selengkapnya Liputan Khusus kumparan: Perang Jubir Jokowi vs Prabowo.