Asa dan Cita-Cita Anak TKI di Utara Borneo

18 Maret 2018 11:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
CLC untuk anak indonesia di Serawak. (Foto: Andreas Gerry/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
CLC untuk anak indonesia di Serawak. (Foto: Andreas Gerry/kumparan)
ADVERTISEMENT
Indonesia Raya, merdeka! Merdeka!
Tanahku, negeriku yang kucinta
Indonesia Raya, merdeka! Merdeka!
ADVERTISEMENT
Hiduplah Indonesia Raya!
Lantunan lagu Indonesia itu terdengar nyaring, bukan di Jakarta atau pun kota-kota lain di tanah air. Lagu kebangsaan ini berkumandang di tengah perkebunan sawit, Ladang Sachiew di kota Miri, Malaysia.
Yang membawakan pun bukan WNI pekerja ladang sawit, tapi anak-anak mereka. Puluhan bocah berseragam merah-putih itu nampak berkonsentrasi menyanyikan Indonesia Raya hingga selesai.
Anak-anak para TKI pekerja ladang itu berusia rata-rata empat sampai 11 tahun. Mereka mengenyam pendidikan di sebuah Pusat Belajar (CLC) yang baru dibuka di Ladang Sachiew.
KBRI buka sekolah untuk anak TKI di Serawak (Foto: Andreas Gery Tuwo/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
KBRI buka sekolah untuk anak TKI di Serawak (Foto: Andreas Gery Tuwo/kumparan)
Total ada 27 anak Indonesia yang belajar di CLC Sachiew. Rata-rata, mereka berasal dari sejumlah daerah di Sulawesi.
Jauh dari kampung halaman dan sudah bertahun-tahun tidak menginjakkan kaki di tanah kelahiran, tidak lantas menyurutkan semangat anak-anak ini untuk belajar.
ADVERTISEMENT
Rian salah satunya. Meski terlihat malu-malu, perempuan berusia delapan tahun ini punya cita-cita setinggi langit.
"Mau jadi dokter!" sebut Rian sembari tersenyum kepada kumparan, Jumat (16/3).
Sepertinya jadi dokter adalah cita-cita kebanyakan anak-anak yang kemudian dilupakan seiring usia yang bertambah dewasa. Tapi Rian bersungguh-sungguh dengan cita-citanya, dia ingin mengubah nasib.
"Aku mau rajin belajar," kata gadis berjilbab ini.
CLC untuk anak indonesia di Serawak. (Foto: Andreas Gerry/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
CLC untuk anak indonesia di Serawak. (Foto: Andreas Gerry/kumparan)
Kepada kumparan, Rian mengatakan tidak ingin berada di Malaysia terus. Dia ingin mengabdikan diri di tanah air jika cita-citanya itu tercapai.
"Mau," kata Rian ketika ditanya apakah ingin pulang ke Indonesia.
Sama seperti Rian, Indriani yang juga belajar di CLC di Sachiew sudah merancang masa depannya. Ia jelas tak mau seperti kedua orang tuanya bekerja di perkebunan sawit.
ADVERTISEMENT
Bocah yang juga berusia delapan tahun itu punya cita-cita sederhana tapi begitu mulia.
"Mau jadi guru ngaji saja," sebut Indriani.
Indriani tak mengeluhkan kondisi dengan CLC yang seadanya itu. Tapi jika ada uluran bantuan, pastinya sangat membantu dirinya dan puluhan anak-anak lain di CLC tersebut.
Bantuan yang diinginkan anak-anak tersebut tak muluk-muluk. Mereka cuma ingin buku, tambahan tenaga pengajar, dan juga diajarkan pelajaran lain seperti seni dan budaya.
Usai bertemu kumparan anak-anak itu kembali ke rumahnya di sekitar ladang sawit.
Permukiman pekerja sawit di sekitaran ladang juga ala kadarnya, yaitu rumah panggung yang dibuat dari kayu. Tapi dari rumah kayu dan CLC sederhana itu lah cita-cita anak Indonesia di Utara Borneo atau Kalimantan muncul.
CLC untuk anak indonesia di Serawak. (Foto: Andreas Gerry/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
CLC untuk anak indonesia di Serawak. (Foto: Andreas Gerry/kumparan)
Mereka ingin mengubah nasib dan merengkuh masa depan. Kehidupan lebih baik itu diyakini bukan ada di negeri orang, tapi di tanah air sendiri, Indonesia.
ADVERTISEMENT
Duta Besar RI untuk Malaysia Rusdi Kirana mengatakan jika anak-anak itu mengenyam pendidikan niscaya kehidupan mereka di masa depan akan berubah.
Demi mewujudkan hal tersebut Rusdi meminta peran aktif dari para orang tua untuk mendorong anak-anaknya belajar di CLC yang sudah disediakan.
"Anak-anak kalian harus sekolah, kalau enggak sekolah jadi kaya kalian. Kalau anak-anak gak mau sekolah kupingnya dijewer ya," kata CLC kepada para orang tua siswa.