news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Asa Menamatkan Perkara Nuklir di antara Trump dan Kim

12 Juni 2018 8:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertemuan Kim Jong-un dan Donald Trump. (Foto: Reuters/Jonathan Ernst)
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan Kim Jong-un dan Donald Trump. (Foto: Reuters/Jonathan Ernst)
ADVERTISEMENT
Donald Trump, ‘Si Tua Pikun’ dari Amerika, dan Kim Jong-un ‘Si Manusia Roket’ Korea Utara, akhirnya kopi darat di Hotel Capella, Pulau Sentosa, Singapura, Selasa, (12/6).
ADVERTISEMENT
Pertemuan dua kepala negara paling janggal sedunia itu dirayakan publik internasional sebagai pertemuan bersejarah. Dunia berdebar dan asa menguar. Optimisme sekaligus pesimisme sama-sama menyeruak: apa yang bakal dicapai?
Pertemuan akan terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama, pagi hari, direncanakan berlangsung empat mata antara Trump dan Jong-un. Mereka akan bicara tatap muka tanpa tanpa didampingi penasehat atau ajudan. Hanya satu penerjemah yang ada di antara mereka.
Setelah pertemuan empat mata itu usai, barulah negosiasi yang menyertakan delegasi Amerika Serikat dan Korea Utara, digelar. Negosiasi diperkirakan tak berlangsung lama karena sorenya Jong-un sudah akan terbang kembali ke Pyongyang.
Perbedaan Tajam
Dalam pertemuan Trump-Kim, para pengamat mengkhawatirkan perbedaan pemahaman antara keduanya soal proses denuklirisasi.
ADVERTISEMENT
AS memahami denuklirisasi sebagai langkah Korut melucuti senjata nuklirnya dalam waktu yang ditentukan, dan dengan pengawasan internasional. Sebaliknya, bagi Pyongyang, denuklirisasi dipahami bukan sebagai pelucutan, tapi penghilangan ancaman serangan nuklir.
Pemerintah Trump sebelumnya bersikap keras soal proses denuklirisasi Korea Utara. Mereka bersikukuh memaksakan pelucutan dengan mekanisme “pelucutan komplet, terverifikasi, dan tidak dapat dibatalkan” alias Complete, Verifiable and Irreversible Dismantlement (CVID).
Dalam pandangan John R. Bolton, penasehat keamanan nasional pemerintah Trump, denuklirisasi yang dimaksud juga mencakup banyak hal, tidak sebatas pelucutan senjata nuklir. Di antaranya pelucutan misil balistik, senjata kima dan biologi, alat-alat produksi senjata pemusnah massal, dan memastikan Pyongyang tidak menyembunyikan apa pun.
Sementara rezim Jong-un memandang denuklirisasi sebagai proses bertahap. Tidak seperti mekanisme CVID, proses denuklirisasi yang dipahami Jong-un membutuhkan waktu relatif panjang, dimaksudkan untuk menurunkan tensi ketegangan politik, dengan tujuan akhir pelucutan senjata nuklir.
Kim Jong-un tiba di Singapura. (Foto: Dok. Kementerian Komunikasi dan Informasi Singapura)
zoom-in-whitePerbesar
Kim Jong-un tiba di Singapura. (Foto: Dok. Kementerian Komunikasi dan Informasi Singapura)
Yang Bisa Dicapai
ADVERTISEMENT
Korea Utara sama sekali belum pernah berkomitmen terhadap apa pun. Kalau Kim Jong-un telah membuat komitmen, itu komitmen menuju denuklirisasi, bukan denuklirisasi itu sendiri.
Pernyataan itu disampaikan Penasehat Khusus Presiden Korea Selatan Bidang Hubungan Luar Negeri dan Keamanan Nasional, Chung In Moon, kepada Atlantic. Ia membantah Jong-un telah berkomitmen melucuti nuklir usai pertemuan dengan Presiden Korea Selatan, Moo Jae-in, April lalu.
Menurutnya, prinsip utama yang mesti dipegang teguh dalam perundingan nuklir dengan Korut adalah prinsip timbal balik, bukan memaksa Pyongyang untuk menyerah.
Dengan demikian, meski kemungkinannya kecil, kesediaan Pyongyang menerapkan mekanisme CVID amat bergantung pada imbal balik yang ditawarkan Trump.
Senada dengan Chung, Kim Hyun Wook, profesor Korea National Diplomatic Academy, juga menyatakan hal serupa. Menurutnya, bila nanti Jong-un bersedia melakukan denuklirisasi, ia cenderung akan memilih proses denuklirisasi secara gradual.
ADVERTISEMENT
Maka dalam proses tersebut, yang ditonjolkan adalah langkah resiprosikal, dengan AS memberikan timbal balik atas itikad baik denuklirisasi Pyongyang. Misalnya, seiring proses denuklirisasi, AS mencabut sanksi terhadap Korea Utara.
Konsesi tersebut juga bisa berarti deklarasi penghentian Perang Korea, normalisasi hubungan dengan AS, dan penandatangan pakta perdamaian dan nonagresi dengan berbagai kepentingan di kawasan Semenanjung Korea.
Bila konsesi itu tercapai, AS otomatis harus menarik pasukannya dari Semenanjung Korea.
Pakta nonagresi tersebut penting, mengingat Jong-un beranggapan bahwa jatuhnya Saddam Hussein di Irak dan Moammar Qaddafi di Libya oleh agresi Amerika dikarenakan kedua pemimpin itu tak punya arsenal nuklir.
Donald Trump di Singapura (Foto: Jonathan Ernst/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Donald Trump di Singapura (Foto: Jonathan Ernst/Reuters)
Namun ahli Korea Utara dari Georgetown University, Victor D. Cha, punya argumen skeptis. Menurutnya, semua orang memang sepakat bahwa perdamaian adalah hal yang bagus, tapi menuju perdamaian merupakan proses kompleks.
ADVERTISEMENT
Cha menganggap keberhasilan perundingan damai sebelum Pyongyang melakukan denuklirisasi, merupakan kemenangan besar bagi rezim Jong-un.
“Mereka tentu akan melihat bahwa mereka telah diakui sebagai negara pemilik senjata nuklir,” ujarnya kepada New York Times.
Pejabat Amerika, termasuk penasihat utama Trump, juga berpikir demikian. Mereka berkomitmen tidak akan membahas perjanjian damai sebelum Pyongyang melakukan denuklirisasi.
Hal tersebut ditegaskan sendiri oleh Trump. Dilansir Guardian, ia sempat mengatakan, “Kami tidak akan menandatangani apa pun,” merujuk pada agenda pertemuannya dengan Jong-un hari ini.
Tapi, Trump juga tidak menampik pertemuannya dengan Kim bisa berbuah manis. Ia bahkan mengatakan sedang “melihat hari di masa depan, ketika dirinya bisa mencabut sanksi Korea Utara.”
Donald Trump tiba di Singapura. (Foto: AFP/Saul Loeb)
zoom-in-whitePerbesar
Donald Trump tiba di Singapura. (Foto: AFP/Saul Loeb)
Tak ayal, pertemuan kedua pemimpin dunia yang sempat saling ancam memencet tombol nuklir ini patut dinanti.
ADVERTISEMENT
April, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dikabarkan memberi Kim Jong-un sebuah flashdisk berisi paparan rencana pembangunan ekonomi. Di dalamnya, terdapat grafik dan video yang secara detail menggambarkan rencana pembangunan infrastruktur dan pembangkit listrik yang hanya mungkin dilakukan bila Korea Utara menghentikan program nuklirnya.
Apakah Trump akan meniru cara itu dengan menyodorkan flashdisk berisi skema paket bantuan ekonomi? Mari kita lihat.
Kim Jong-un dan Donald Trump (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kim Jong-un dan Donald Trump (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
------------------------
Simak laporan lengkap kumparan soal pertemuan Kim dan Trump via topik Kopdar Kim-Trump.