Ayah Remaja Korban Tewas Kerusuhan 22 Mei: Ini Pembunuhan

24 Mei 2019 21:45 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ayah Harun, Didi Wahyudin, saat menerima KPAI di kediamanya, Duri Kepa, Kebon Jeruk. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ayah Harun, Didi Wahyudin, saat menerima KPAI di kediamanya, Duri Kepa, Kebon Jeruk. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
Didin Wahyudin (45) kalut, saat anaknya, Harun (15) tak kunjung pulang hingga Kamis (23/5) malam, saat kerusuhan pecah di beberapa titik di Jakarta. Remaja kelas 2 SMP itu memang tidak pamit kepada orangtua saat siangnya meninggalkan rumah.
ADVERTISEMENT
Lalu mata Didin terbelalak saat di grup WhatsSpp miliknya ada yang membagikan foto seorang anak dalam kondisi tak bernyawa menjadi korban kerusuhan di Slipi, Jakbar.
"Saya khawatir, apa mungkin dia ikut aksi. Ternyata ada yang share foto bahwa ada satu anak umur sekitar 14 tahun terkena tembakan polisi, katanya posisinya di Rumah Sakit Dharmais," tutur Didin Wahyudin (45) di kediamannya di Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat,Jumat (24/5).
Sejumlah massa menyerang ke arah petugas kepolisian saat terjadi bentrokan Aksi 22 Mei di kawasan Slipi Jaya, Jakarta, Rabu (22/5). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Dia segera mencari keberadaan anaknya itu yang ternyata sudah berpindah dari Dharmais ke RS Polri. Namun tidak mudah untuk mengambil jenazah buah hatinya itu karena butuh izin kepolisian. Barulah pada Jumat (24/5) pagi tadi jenazah bisa diambil.
Keluarga seketika dilanda duka mendalam. Tidak saja karena kematian sang anak yang tiba-tiba, tetapi juga karena tak mendapat kejelasan soal penyebab kematiannya selain korban kerusuhan yang terjadi pada Rabu (22/5).
ADVERTISEMENT
“Anak saya tadinya sehat, dibawa ke sini (rumah), sudah mayat. Menurut saya ini sudah suatu pembunuhan ya. Itu sudah pembunuhan saya pikir, hukumnya udah jadi hukum rimba,” kata Didin dengan wajah sembab.
Didin menyebutkan, sampai saat ini, ia sebagai orangtua belum mendapatkan informasi jelas terkait penyebab kematian anaknya. Harun tiba dalam balutan kafan. Sementara hasil autopsi dari RS Polri tak diberikan kepada keluarga.
“Kalau diautopsi sempat di RS Polri Kramat Jati. Waktu itu pas pengambilannya jenazah yang dianjurkan untuk autopsi. Tapi hasil autopsinya enggak diberikan kepada saya, enggak ada,” ungkap Didin.
“Karena tidak mengerti terus panik juga pengen buru-buru jenazah cepat keluar, jadi enggak menanyakan itu lagi. Jadi bawa surat yang ada untuk izin pengambilan itu saja,” imbuhnya lagi.
Suasana pemakaman Harun, korban kerusuhan 22 Mei. Foto: Andesta Herli/kumparan
Namun begitu, Didin mencoba meraba-raba, memakai insting seorang orangtua, melihat tanda-tanda pada jenazah anaknya. Dia menyadari kematian anaknya tak wajar.
ADVERTISEMENT
“Saya enggak tahu (bagian mana yang terluka). Saya cuma melihat bagian wajahnya saja karena sudah dibungkus. Jadi sudah rapi, sudah dimandikan. Tapi memang pas saya pegang kepalanya memang sudah lembek. Ada bekas penganiayaan,” ungkapnya.
"Memar sih enggak kelihatan karena make up dari itu jadi putih bersih aja sih," imbuhnya.
Suasana pemakaman Harun, korban kerusuhan 22 Mei. Foto: Andesta Herli/kumparan
Didin meyakini, Harun merupakan korban penganiayaan dalam kerusuhan di Kemanggisan pada Rabu (22/5) malam antara polisi dan sekelompok massa. Tapi ia tidak menyebutkan tegas siapa yang menganiaya.
Sempat beredar kabar bahwa Harun adalah korban penganiayaan yang beredar melalui sebuah video pendek. Namun lagi-lagi Didin tak tahu kepastian tentang itu.
ADVERTISEMENT
“Ceritanya simpang siur, ada yang bilang anak saya lagi berdiri di atas mobil anak saya ditembak. Ada video baru lagi katanya katanya anak saya diseret di sebuah lapangan, dipukuli rame-rame, diinjak, pokoknya dianiaya,” ucap Didin kalut.
Sejumlah massa menyerang ke arah petugas kepolisian saat terjadi bentrokan Aksi 22 Mei di kawasan Slipi Jaya, Jakarta, Rabu (22/5). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja