Azyumardi: Gerakan HTI Ingin Ubah Ideologi Pancasila dengan Khilafah

5 April 2018 20:14 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Azyumardi Azra di Pengadilan Tata Usaha Negara. (Foto: Dok. Media Center Kementerian Hukum dan HAM)
zoom-in-whitePerbesar
Azyumardi Azra di Pengadilan Tata Usaha Negara. (Foto: Dok. Media Center Kementerian Hukum dan HAM)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kembali menggelar sidang lanjutan gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atas pembubaran organisasi kemasyarakatan tersebut oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
ADVERTISEMENT
Sidang dipimpin hakim ketua Tri Cahya Indra Permana serta dua hakim anggota, Nelvy Christin dan Rony Erry Saputro. Agenda persidangan kali ini mendengarkan keterangan dua ahli yang dihadirkan oleh Kemenkumham.
Mereka adalah cendikiawan muslim sekaligus guru besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra dan ahli sosiologi politik Islam dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Zuly Qodir.
Dalam keterangannya kepada majelis hakim, Azyumardi Azra mengatakan bahwa HTI berhaluan antipancasila dan berupaya mengganti sistem kenegaraan dengan ideologi khilfah.
“Karena gerakannya yang dianggap melenceng dari ideologi Pancasila dan ada upaya mengganti sistem dan ideologi khilafah,” ucap Azyumardi di ruang sidang utama PTUN Jakarta, Kamis (5/4), dalam siaran pers dari Kemenkumham.
Azyumardi menambahkan, HTI menolak adanya demokrasi. Namun, mereka juga menjalankan bagian dari unsur demokrasi. Sayangnya, dalam kenyataan HTI tidak transparan dan cenderung tertutup.
Dr Zuly Qodir di Pengadilan Tata Usaha Negara (Foto: Dok. Media Center Kementerian Hukum dan HAM)
zoom-in-whitePerbesar
Dr Zuly Qodir di Pengadilan Tata Usaha Negara (Foto: Dok. Media Center Kementerian Hukum dan HAM)
"Sejak zaman orde baru HTI sudah ditolak,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Azyumardi melanjutkan, khilafah adalah sensasi HTI dalam mengubah ideologi bangsa, dalam hal ini adalah Pancasila. Sedangkan pemahaman khilafah versi HTI tidak mengikuti kesepakatan para ulama.
"Khilafah tidak wajib diikuti di Indonesia karena tidak sesuai dengan budaya yang sudah dikembangkan sejak berdirinya bangsa ini,” ujarnya.
Azyumardi mengatakan bahwa HTI cenderung fokus pada isu-isu nasional dan memberikan pandangan bahwa ada penindasan oleh oleh suatu pihak terhadap Islam.
“Selain itu, HTI tidak tertarik dengan membuat masjid dan madrasah. Melainkan lebih cenderung kepada isu-isu nasional seolah-olah Islam ditindas,” kata Azyumardi.
Kemudian, pakar sosiologi politik Islam dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Zuly Qodir mengatakan, bahwa gerakan HTI perlu mendapat perhatian dari pemerintah dan ormas Islam lainnya di Indonesia. Sebab, menurutnya, HTI tidak ikut menyepakati ideologi Pancasila.
ADVERTISEMENT
Padahal, lanjutnya, ormas Islam di Indonesia seperti Muhammadiyah telah memberikan sumbangsih yang penting bagi bangsa Indonesia terkait pandangan hidup berbangsa dan bernegara serta bagi organisasi yang ada di Indonesia.
Dr Zuly Qodir di Pengadilan Tata Usaha Negara (Foto: Dok. Media Center Kementerian Hukum dan HAM)
zoom-in-whitePerbesar
Dr Zuly Qodir di Pengadilan Tata Usaha Negara (Foto: Dok. Media Center Kementerian Hukum dan HAM)
"Makanya HTI mau mengganti ideologi bangsa ini,” ucap Zuly.
Menurut Zuly, sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah menjadikan Pancasila sebagai rujukan dan pedoman hidup berbangsa dan negara.
“Muhammadiyah berpandangan bahwa negara Pancasila didirikan di atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan atas konsensus nasional,” ungkapnya.
Adapun beberapa cara dakwah HTI lanjut Zuly, dianggap sebagai gerakan partai politik dengan cara menggunakan gelombang demonstrasi, serta mempengaruhi pola pikir para masyarakat dan kaum akademik kampus.
Hal itu kata Zuly, adalah awal dari tujuan HTI merebut kekuasaan dan keinginan mengganti ideologi bangsa. Bahkan di beberapa negara, HTI keberadaannya sudah dilarang karena adanya revolusi gerakan di bawah tanah.
ADVERTISEMENT
“Sebetulnya HTI harus berterima kasih kepada demokrasi karena dapat hidup berdampingan bersama. HTI menjadi tidak mau berterima kasih karena mereka ingin merebut kekuasaan,” tutupya.