Bawaslu: Ada 30 Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu Sejak Rekap Disahkan

28 Mei 2019 14:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Bawaslu menerima 30 laporan dugaan pelanggaran administratif pemilu sejak KPU mengumumkan hasil rekapitulasi nasional pada 21 Mei. Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menyebut, dari laporan-laporan itu, ada yang dikabulkan untuk dilanjutkan ke persidangan dan ada pula yang ditolak.
ADVERTISEMENT
“Yang kita terima sampai sekarang pelanggaran administratif itu hampir 30, pasca dari rekap nasional itu ada 30 pelanggaran administrasi,” kata Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar di Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa (28/5).
Fritz mengatakan, laporan yang disampaikan rata-rata berkaitan dengan dugaan pelanggaran prosedur dalam tahapan penyelenggara pemilu. Misalnya, terkait perintah untuk membuka C1 plano, perintah untuk tidak melaksanakan penghitungan, hingga bukti-bukti suara yang tidak sesuai tapi tetap dilanjutkan.
“Atau pada saat proses penghitungan ada langkah-langkah yang dilewati itu, nah itu kan ada pelanggaran prosedur yang dilakukan itu, yang rata-rata kasus seperti itu,” ujar Fritz.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar, Ketua Bawslu Abhan, dan anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo dalam sidang putusan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Fritz menjelaskan, ada beberapa alasan yang menyebabkan laporan ditolak oleh Bawaslu. Mulai dari masalah tenggat waktu (dugaan pelanggaran administratif disampaikan maksimal 7 hari setelah pelanggaran itu ditemukan) hingga kurangnya bukti.
ADVERTISEMENT
“Atau juga misal ada ketidakjelasan apa yang diminta dan apa bukti yang diajukan kemudian apa yang ingin dikabulkan itu tidak ada kejelasan. Jadi kami minta untuk di tidak dapat dilanjutkan ke pemeriksaan persidangan,” ujar Fritz.
Fritz juga menjelaskan ada 4 syarat untuk laporan diterima, yakni harus memenuhi persyaratan formil, materil, melengkapi uraian peristiwa dan bukti, serta melapor sesuai batas tenggat waktu pelaporan.
Selain ke Bawaslu, sengketa permasalahan pemilu dapat pula dilaporkan ke MK. Namun, Fritz menjelaskan bahwa Bawaslu dan MK memiliki perbedaan ranah penyelesaian sengketa pemilu.
Berdasarkan Pasal 399, Pasal 403, dan Pasal 407 UU Nomor 7 Tahun 2017, Bawaslu memiliki kewenangan untuk menyelesaikan penanganan pelanggaran administrasi yang berkaitan dengan proses rekapitulasi dan penghitungan suara.
ADVERTISEMENT
Sementara MK, bertugas untuk menyelesaikan sengketa terkait hasil perhitungan suara.
“Jadi, Bawaslu tidak tidak menyelesaikan sengketa suaranya itu adalah ranah MK. Tetapi, proses rekapitulasinya, proses penghitungannya, apakah ada yang tidak sesuai dengan prosedur, atau adakah yang sesuai dengan yang tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh PKPU,” ujar Fritz.