Bawaslu: Potensi Besar Pelanggaran Pemilu 2019 Money Politics

8 Februari 2019 18:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi mengenai pemilu dan pers dalam rangka Hari Pers Nasional di Ballroom Hotel Sheraton, Surabaya. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi mengenai pemilu dan pers dalam rangka Hari Pers Nasional di Ballroom Hotel Sheraton, Surabaya. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam rangka menyambut Hari Pers Nasional (HPN) 2019 yang jatuh pada 9 Februari esok, panitia bekerja sama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menggelar serangkaian acara diskusi di Ballroom Sheraton, Surabaya, Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
Ketua Bawaslu Abhan yang menjadi salah satu pembicara dalam diskusi mengenai pemilu dan pers menjelaskan, pelanggaran yang paling mungkin terjadi di Pemilu 2019 adalah politik uang (money politics). Ia berpendapat masih banyak caleg yang memiliki pikiran negatif agar dapat memenangkan pemilihan. "Potensi besar adalah money politics. Kalau peserta pemilu dan parpol masih berpikiran yang penting menang. Kemudian begitu menang karena proses politik yang mengeluarkan cost yang tinggi, maka potensi korupsi saat nanti menjabat muncul, bagaimana cara mengembalikan modal, mencari untung kemudian bagaimana mengumpulkan modal untuk nyaleg lagi," kata Abhan di lokasi, Jumat (8/2).
Tolak Politik Uang. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Abhan menuturkan berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya politik uang. Salah satunya membatasi ruang para caleg untuk beriklan kampanye di media massa. Sebab, biaya untuk beriklan tidaklah murah. "Mengurangi cost politik dengan membatasi kampanye di media karena dengan begitu akan menekan persoalan korupsi. Bentuk kampanye iklan dibatasi, di UU iklan, kampanye difasilitasi oleh KPU dari APBN. Tapi sayang, KPU tidak bisa menganggarkan lebih buat fasilitasi iklan ke peserta, kemarin kita rapat ada slot 10 kali iklan di media, tapi KPU tidak bisa memenuhi full sampai 10, paling 3 sampai 5 kali iklan di media," jelas Abhan. Selain itu, ia juga meminta kerja sama dari seluruh media massa untuk turut memberikan pendidikan politik kepada masyarakat Indonesia. Abhan berharap meda dapat memberikan informasi pemilu dengan se-objektif mungkin. "Kondisi pilpres sekarang berbeda dengan (Pemilu) 2014. Saat itu hanya dua paslon, dua-duanya sama-sama pendatang. Sekarang berbeda, sama ada dua paslon, partai ulangan, situasinya berbeda. Satu petahana, satu penantang. Petahana dengan segala atribut presiden sehingga mempunyai kewenangan yang melekat," tutup Abhan.
ADVERTISEMENT