Belajar dari Kasus UNRI, Kampus Jangan Sampai Longgar Cegah Terorisme

3 Juni 2018 15:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Barang bukti penggerebekan teroris di Pekanbaru (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Barang bukti penggerebekan teroris di Pekanbaru (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Tindakan yang dilakukan oleh Densus 88 dengan menangkap 3 terduga teroris di Kampus Universitas Riau, disertai dengan pengamanan barang bukti yang siap digunakan untuk aksi teror, patut didukung.
ADVERTISEMENT
Tiga orang pelaku yang ditangkap yaitu MNZ (33 thn), RBW (30 thn), dan OP (30 tahun) adalah alumni FISIP Universitas Riau dan Anggota Mapala Sakai. Statusnya sebagai alumni UNRI dan anggota Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) dimanfaatkan untuk dapat menggunakan lingkungan kampus sebagai tempat persiapan kelompok tersebut menyiapkan aksi teror, walaupun kemudian terdeteksi Densus 88 dan dapat diamankan.
"Penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88 ini tentu bukan asal tangkap. Bukti permulaan yang cukup menjadi petunjuk bagi Densus 88 untuk bertindak cepat sebelum kelompok ini melakukan aksinya, yang rencananya akan melakukan aksi teror di gedung DPR dan DPRD," kata pengamat intelijen dan terorisme Stanislaus Riyanta dalam keterangan tertulisnya, Minggu (3/6).
ADVERTISEMENT
Penggeledahan barang yang mencurigakan (Foto: Antara/Rony Muharrman)
zoom-in-whitePerbesar
Penggeledahan barang yang mencurigakan (Foto: Antara/Rony Muharrman)
MNZ diketahui memiliki kemampuan membuat bom TATP (Mother of Satan), jenis bom yang sama dipakai oleh kelompok pelaku bom bunuh diri di tiga Gereja di Surabaya dan Mapolrestabes Surabaya. Selain itu MNZ juga terdeteksi membagikan cara pembuatan bom di grup aplikasi percakapan telegram. MNZ juga menyerukan untuk melakukan amaliyah di kantor-kabtor DPRD.
"Bukti-bukti yang diamankan berupa bom siap ledak sudah menunjukkan bahwa kelompok ini sangat berbahaya. Empat unit bom aktif siap ledak, 2 buah busur panah dan 8 anak panah, senapan angin, dan bahan-bahan kimia yang diamankan di lingkungan kampus, justru menunjukkan bahwa kelompok ini memanfaatkan lingkungan kampus Unversiras Riau untuk kepentingannya di luar konteks akademik," urai dia.
Ia menambahkan, kritikan dari pihak tertentu terkait masuknya Densus 88 ke lingkungan kampus justru kontraproduktif dengan pemberantasan terorisme. Menurutnya, kritikan justru perlu ditujukan kepada lembaga akademik yang sedemikian bebas dan longgarnya sehingga di lingkungannya terjadi aktivitas yang mengarah kepada kelompok radikal dan ancaman terorisme.
ADVERTISEMENT
"Tindakan Densus 88 menangkap tiga orang alumni Universitas Riau ini sejalan dengan penyataan Rektor Universitas Riau Aras Mulyadi, yang sangat tidak mentolerir adanya kegiatan aktivitas terorisme di lingkungan kampus. Bahkan Rektor Universitas Riau juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Densus 88 dan Polda Riau yang sudah bergerak cepat untuk menangkap para terduga teroris dan mengamankan barang buktinya dari lingkungan kampus," ungkap dia.
Rektor Unri dan Kapolda Riau konpers kasus bom (Foto: Antara/Rony Muharrman)
zoom-in-whitePerbesar
Rektor Unri dan Kapolda Riau konpers kasus bom (Foto: Antara/Rony Muharrman)
Ia menjelaskan, model memanfaatkan kampus sebagai tempat persembunyian kelompok radikal harus terus diwaspadai dengan profesional. Kampus, lanjut dia, sebagai lembaga akademik harus dijaga agar tetap bersih dari motif-motif diluar konteks akademik termasuk motif kelompok radikal yang akan melakukan aksi teror. Kebebasan akademik dari kampus jangan sampai dimanfaatkan atau sebagai tameng untuk mempermudah kelompok radikal melakukan aksinya.
ADVERTISEMENT
"Peran sivitas akademika untuk tetap menjaga marwah akamdemik di lingkungannya sangat penting. Deteksi dini dan cegah dini yang dilakukan oleh internal kampus harus dilakukan. Sehingga peristiwa seperti yang terjadi di Universitas Riau tidak perlu terjadi di kampus lain. Pemanfaatan lingkungan kampus untuk aktivitas yang mengarah kepada kelompok radikal dan tindakan terorisme tidak boleh terjadi lagi," tutup dia.