Benarkah Investasi Saham Lebih Berisiko dari Menabung di Bank?

1 November 2017 14:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pergerakan IHSG (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pergerakan IHSG (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mayoritas penduduk Indonesia saat ini sudah masuk sebagai kelas menengah. Sekitar 174 juta dari 260 juta penduduk Indonesia berada dalam usia produktif. Sekitar 133 juta atau kurang lebih 50% penduduk adalah pengguna internet.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, baru 1,25% penduduk saja yang sudah mengenal dan memanfaatkan pasar modal.
Ada persepsi di tengah masyarakat bahwa investasi saham sangat berisiko. Sebagian besar masyarakat lebih memilih menabung di bank ketimbang menabung saham di pasar modal.
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Nicky Hogan berpendapat, ada kesalahpahaman soal persepsi investasi saham. Menabung di bank pun bukannya tanpa risiko.
"Ada persepsi menabung mestinya aman. Yang bilang menabung hanya di bank, itu pasti angkatan Titiek Puspa. Sekarang ada nabung emas, nabung saham. Kalau nabung dengan bunga bank seperti saat ini bukan tanpa risiko," kata Nicky saat ditemui di Swiss Belinn Singkawang, Kalimantan Barat, Rabu (1/11).
Edukasi Pasar Modal sampai Perbatasan RI-Malaysia (Foto: Michael Agustinus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Edukasi Pasar Modal sampai Perbatasan RI-Malaysia (Foto: Michael Agustinus/kumparan)
Risiko dalam investasi saham bisa dihindari lewat pemahaman yang baik. Risiko tinggi terjadi bila investasi saham yang dilakukan bersifat spekulasi.
ADVERTISEMENT
Nyatanya, ada juga risiko kerugian besar jika uang hanya ditabung di bank saja. Dalam jangka panjang, uang yang disimpan di bank akan tergerus nilai riilnya akibat inflasi.
"Kalau nabung dengan bunga bank seperti saat ini bukan tanpa risiko. Bagaimana pun investasi satu-satunya yang harus kita lakukan untuk mengantisipasi inflasi. Kita tahu harga-harga selalu terkena dampak inflasi. Dulu bayar uang kuliah per semester Rp 2 juta, sekarang uang sekolah anak sebulan. Kalau dana disimpan di tabungan untuk jangka panjang akan terkikis inflasi," paparnya.
Sedangkan investasi saham yang diperhitungkan dengan cermat akan memberikan keuntungan berkali-kali lipat. Contohnya adalah saham Unilever yang nilainya naik sampai 2.200 kali lipat dalam kurun waktu 25 tahun. Artinya, risiko kerugian akibat inflasi dapat dihindari dengan menabung saham.
Ilustrasi IHSG  (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan )
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi IHSG (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan )
"Unilever salah satu contoh. Go public tahun 1982, dulu kalau beli Rp 1 juta sekarang sudah jadi Rp 2,2 miliar, naik 2.200 kali lipat. Banyak saham-saham yang kita tahu semua, dalam 5-10 tahun terakhir seperti Mayora, BCA, Bank Mandiri, ini saham-saham yang kita beli lalu diamkan saja 5-10 tahun dapat gain. Bisa jadi pilihan investasi jangka panjang kita," ujar Nicky.
ADVERTISEMENT
Dari 560 perusahaan yang sahamnya dijual di BEI, hanya 147 saja yang nilai sahamnya menurun dalam 10 tahun terakhir. Sisanya sebanyak 413 perusahaan mengalami kenaikan harga saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam 10 tahun ini naik sampai 200%.
"IHSG dalam 10 tahun terakhir kenaikannya tertinggi di seluruh dunia, sekitar 200% dalam 10 tahun," ucap Nicky.