Beri Keterangan Tertulis, Ahli dari KPU Jelaskan Status Anak BUMN

20 Juni 2019 20:47 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) mengikuti sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (20/6). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) mengikuti sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (20/6). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
ADVERTISEMENT
Ahli hukum tata negara yang dihadirkan KPU, Riawan Tjandra, menyampaikan keterangan tertulis kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dalam persidangan sengketa Pilpres 2019, Kamis (20/6). Riawan menjelaskan soal status hubungan BUMN dengan anak perusahaan BUMN.
ADVERTISEMENT
Keterangan ini tentunya untuk menjawab tudingan kubu Prabowo-Sandi yang mempersoalkan status cawapres 01 Ma'ruf Amin sebagai dewan penasihat BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri. Kubu 02 menilai Ma'ruf telah melanggar pemilu karena tak mengundurkan diri dari dua bank yang mereka anggap sebagai Bank BUMN.
"Anak perusahaan BUMN merupakan entitas hukum yang berbeda dengan BUMN--induknya," kata Riawan seperti dikutip dalam keterangannya, Kamis (20/6).
"Kecuali berdasarkan kriteria khusus dan dalam rangka penegakan UU Tindak Pidana Korupsi yang bersifat lex specialis," tambahnya.
Termohon KPU pada sidang lanjutan Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (20/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Dia menjelaskan, kebijakan negara menempatkan anak perusahaan BUMN dalam hukum terpisah secara struktural dari BUMN induk. Meski terpisah, anak perusahaan BUMN tetap menjadi bagian fungsional sebagaimana diatur pada Pasal 2A ayat 7 PP 72 Tahun 2016.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, menurut Riawan, jika dikaitkan dengan Peraturan Menteri BUMN No. Per-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerja Sama BUMN pada Pasal 2, diatur pengertian kerja sama antara BUMN dengan mitra.
Pada Pasal 3, yang dimaksud dengan mitra adalah pihak yang bekerja sama dengan BUMN, terdiri dari anak perusahaan BUMN, perusahaan terafiliasi BUMN dan/atau pihak lain.
Atas dasar itu, lanjut Riawan, rangkaian pengaturan tersebut dapat disimpulkan bahwa status hukum anak perusahaan BUMN berbeda atau terpisah dengan BUMN induknya.
"Karena anak perusahaan BUMN dapat diletakkan sebagai salah satu dari mitra yang melakukan kerja sama dengan BUMN di samping mitra yang lain yaitu perusahaan terafiliasi BUMN dan/atau pihak lain," katanya.
Sebelumnya, dalam gugatan revisi 02, tim Prabowo-Sandi menyakini bahwa kedua perusahaan anak BUMN tersebut termasuk BUMN, dengan mengacu pada putusan MA Nomor 21 Tahun 2017, Putusan MK Nomor 48 Tahun 2018, UU BUMN Nomor 3 Tahun 2013, dan UU Tipikor.
ADVERTISEMENT
Saksi yang dihadirkan 02, Said Didu, menyatakan, meski anak perusahaan BUMN memang bukan BUMN, akan tetapi dalam praktiknya, seseorang yang memiliki jabatan di anak perusahaan BUMN seperti komisaris, dewan pengawas, dan direksi termasuk pejabat BUMN dan harus mundur jika maju menjadi cawapres.
"Kalau memakai definisi pemegang saham, bentuk perusahaannya (anak usaha BUMN) bukan BUMN, tapi pejabatnya dikategorikan pejabat BUMN. Munculnya siapa pejabat BUMN? karena munculnya UU Tipikor dan UU Pemilu, dan itu berlaku sampai sekarang, termasuk di Kepolisian, di Kejaksaan," jelas Said di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/6).