Berkunjung ke ‘Taman Tunanetra’ Produsen Al-Quran Braille di Serpong

28 Mei 2018 17:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Sejumlah santri memasuki sebuah yayasan di kawasan Serpong, Tangerang Selatan. Mereka baru saja selesai menunaikan ibadah salat Jumat. Dengan langkah kecil dan hati-hati, mereka saling menuntun satu dengan lainnya.
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa alasan para santri itu berjalan dengan hati-hati, sebab mereka merupakan penyandang tunanetra yang menuntut ilmu di Yayasan Raudlatul Makfufin atau biasa disebut ‘Taman Tunanetra’.
Berlokasi di Jalan H. Jamat, Gang Masjid No 10 A, Buaran, Serpong, Tangerang Selatan, Raudlatul Makfufin memang dikhususkan untuk pendidikan penyandang tunanetra.
Santri membaca Al-Guran Braille (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Nur Kholiq, Pembina Yayasan Raudlathul Makfufin mengatakan, bidang pendidikan agama, dipilih karena agama dipandang sebagai bentuk terapi yang efektif secara psikologi bagi teman-teman tunanetra.
“Karena di dalam agama dikatakan bahwa barangsiapa yang kehilangan dua penghilatannya dan diterima dengan sabar maka ada jaminannya surga dari Allah SWT,” ujar Nur Kholiq, saat berbincang dengan kumparan Jumat (25/5) di Taman Tunanetra.
Siang itu Taman Tuna Netra terlihat sepi, karena setiap Jumat, aktivitas belajar santri memang diliburkan. Namun para santri tetap tinggal di yayasan yang juga memiliki asrama itu.
ADVERTISEMENT
Menurut Nur Kholiq, meski pada mulanya menitikberatkan pada pendidikan agama, kini Taman Tunanetra juga mengajarkan materi-materi pendidikan umum.
“Ada namanya sekolah Islam terpadu. Seperti sekolah umum lainnya, mengacu pada kurikulum diknas di tiap jenjangnya. Ini sudah berjalan sejak satu setengah tahun lalu lah kira-kira,” tutur lelaki berusia 54 tahun itu.
Yayasan Raudratul Makfufin (Taman Tunanetra) (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Saat ini total ada 16 santri yang menuntut ilmu di Taman Tunanetra. Mereka banyak yang berasal dari wilayah-wilayah di luar Jabodetabek seperti Tulung Agung, Semarang, Brebes, dan Lampung.
Sebagai pendidikan khusus tuna netra, buku-buku yang digunakan tentu saja menggunakan abjad braille termasuk Al-Quran. Namun, untuk Al-Quran, yayasan yang berdiri sejak 1983 itu sudah sejak lama memproduksi sendiri Al-Quran braille.
ADVERTISEMENT
“Untuk Alquran braille ini diawali sekitar tahun 1989, menjelang 1990an lah. (Tapi) itu masih proses belum mencetak. Mencetaknya itu sudah di era 1990an,” papar Nur Kholiq.
Nur bercerita, pertama kali yayasannya mencetak Al-Quran braille secara massal adalah di tahun 1997. Saat itu, pihaknya ditunjuk oleh Kementerian Agama untuk mencetak Al-Quran braille sebanyak seribu set.
Satu set Al-Quran braille produksi Taman Tunanetra terdiri dari 30 buku yang masing-masing merupakan satu juz Al-Quran.
“Semuanya dicetak di sini menggunakan printer. Ada dua printer yang masing-masing berbeda kekuatannya. Kira-kira satu hari bisa cetak tiga set buku atau 90 buku. Finishing-nya bisa dibantu oleh teman-teman santri, untuk bagian cutting dan penyampulan” tambahnya.
Santri membaca Al-Guran Braille (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Ke depannya, Nur Kholiq berharap Taman Tunanetra bisa terus memperbaiki diri dan mengalami peningkatan di berbagai sisi, termasuk makin banyaknya jenis buku yang diproduksi.
ADVERTISEMENT
“Harapan terhadap yayasan ke depannya, ada peningkatan SDM baik di gurunya, penyelenggaran pendidikannya, percetakannya, kita berharap juga di percetakan ini tidak hanya Al Quran saja tapi juga buku-buku yang lain,” pungkas Nur Kholiq.