Bertahan di Tengah Dingin dan Gelap di Atas Bukit Pengungsian, Lombok

7 Agustus 2018 23:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengungsian Warga Dusun Kecinan dan Mentigi, Lombok Utara, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsian Warga Dusun Kecinan dan Mentigi, Lombok Utara, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Haji Rusli (50), berjalan hati-hati di jalan berpasir tanpa penerangan di antara tenda pengungsian di Dusun Kecinanan, Lombok Utara, NTB. Diraihnya air dalam botol plastik, lalu dia meminta istrinya untuk memberi penerangan dari telepon seluler.
ADVERTISEMENT
Udara di atas bukit cukup dingin saat waktu menunjukkan pukul 20.43 WIB, Selasa (7/8). Disingkapnya lengan baju dan sarung agar air dari botol yang sudah dilubangi tengahnya itu membasuh setiap bagian anggota tubuh saat berwudu.
Pengungsian Warga Dusun Kecinan dan Mentigi, Lombok Utara, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsian Warga Dusun Kecinan dan Mentigi, Lombok Utara, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Dua hari lalu, saat gempa dahsyat berkekuatan 7,0 magnitudo mengguncang Lombok, Rusli juga sedang salat Isya bersama warga lain di salah satu masjid. Namun guncangan yang kuat membuat Rusli terpaksa membatalkan salat dan lari keluar masjid.
"Kami sedang salat Isya, rakaat kedua datanglah gempa sehingga kami lari ke luar dari masjid," cerita Rusli.
Gempa itu dengan cepat merobohkan tiang-tiang masjid. Rusli selamat, namun gempa membuat rumah-rumah warga hancur, termasuk rumah milik Rusli. "Kami temui rumah warga hancur, ngeri sekali," ucapnya mengingat kejadian mengerikan itu.
Pengungsian Warga Dusun Kecinan dan Mentigi, Lombok Utara, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsian Warga Dusun Kecinan dan Mentigi, Lombok Utara, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Malam ini di antara tenda pengungsian dan kondisi yang minim cahaya, Rusli yang merupakan kepala dusun itu tetap menunaikan salatnya. Dihamparkannya sajadah di antara belukar rumput yang kering, memastikan arah kiblatnya, dan memulai gerakan takbir.
ADVERTISEMENT
Tak seperti dua hari lalu, kali ini dia salat sendiri.
Di atas bukit itu, ada sekitar 213 kepala keluarga atau 700 orang lebih pengungsi yang rumahnya hancur karena gempa. Mereka kini hidup beratapkan terpal yang biasa mereka gunakan untuk menjemur padi dengan alas seadanya.
Sebanyak 30 tenda darurat itu dibangun warga di atas bukti dengan ketinggian sekitar 50 meter. Akses menuju bukti hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari Jalan Raya Senggigi.
Kondisi itu diperparah dengan cuaca yang cukup dingin. Saat berada di dalam tenda, angin cukup kencang membuat warga kedinginan. Mereka juga banyak yang digigit nyamuk dan serangga.
Aktivitas warga korban longsor saat malam hari di pengungsian yang berada di Kecamatan Tanjung, Lombok Utara, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas warga korban longsor saat malam hari di pengungsian yang berada di Kecamatan Tanjung, Lombok Utara, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Di atas pegunungan, warga tidak mempunyai air bersih. Untuk mendapat air minum, mereka harus turun dari bukit untuk mengambil air ke dusun yang jaraknya 1 kilometer. Belum ada bantuan dari luar yang datang.
ADVERTISEMENT
"Sekarang kekeringan, butuh makanan, air minum. Mudah-mudahan banyak bantuan," ucap Haji Rusli.
Para kepala keluarga, dan remaja setempat berjaga di pinggir jalan untuk menghindari adanya pencurian. Selain itu, ada juga yang berjaga di atas pegunungan untuk menghindari hewan buas.
Mereka kini membutuhkan bantuan.