Billy Sindoro Akui Konsultan Lippo Group Urus Percepatan Izin Meikarta

14 Februari 2019 21:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus dugaan suap Billy Sindoro (tengah) bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Rabu (19/12/2018). Foto: ANTARAFOTO/Raisan Al Farisi
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan suap Billy Sindoro (tengah) bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Rabu (19/12/2018). Foto: ANTARAFOTO/Raisan Al Farisi
ADVERTISEMENT
Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro, mengetahui perizinan proyek Meikarta sempat tersendat. Hal itu berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) Billy yang dibacakan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis (14/2).
ADVERTISEMENT
Tersendatnya izin itu, kata Billy, terkait dengan Rekomendasi Dengan Catatan (RDC) dari Pemprov Jawa Barat. RDC itu penting untuk pengurusan izin proyek Meikarta di Pemkab Bekasi.
Ia juga mengetahui pengurusan izin RDC itu dilakukan oleh Fitradjaja Purnama, seorang konsultan yang dimintai bantuan oleh pegawai Lippo Group, Henry Jasmen.
“Dalam BAP nomor 70 (Anda mengatakan): Bartholomeus Toto (CEO Lippo Cikarang) dan Ketut Budi Wijaya (CEO Lippo Karawaci) menyampaikan kepada saya izin terkendala rekomendasi di Pemprov (Jabar) Apakah saksi mengetahui Pak Fitradjaja mengurus rekomendasi Pemprov?” tanya jaksa.
“Yang saya tahu itu paket dari tugas beliau. Ini masalah beliau. Paket Pak Fitradjaja,” jawab Billy yang bersaksi untuk terdakwa Fitra serta dua pegawai Lippo Group Henry dan Taryudi.
ADVERTISEMENT
Dalam persidangan sebelumnya, Fitra mengaku mengurus percepatan RDC tersebut dari Pemprov Jabar. Namun percepatan RDC itu tak gratis. Sebab saat itu Kepala Seksi Pemanfaatan Ruang pada Bidang Penataan Ruang Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Provinsi Jawa Barat, Yani Firman, meminta setidaknya Rp 1 miliar.
“Dia (Yani) ngomong ‘gatau deh Rp 500 (juta) cukup atau enggak’. Saya diajak Henry (pegawai Lippo Group) ketemu Pak Yani ke Bandung. Ketemu Yani di situ. Kami berikan. Saya tahunya dalam dolar Singapura. Saya enggak tahu tepatnya, tapi kurang lebih Rp 1 miliar,” kata Fitra dalam sidang pada Rabu (13/2).
Konsultan Lippo Group, Fitra Djaja Purnama tiba untuk menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Selasa (27/11). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dalam proses mempercepat terbitnya RDC itu, kata Fitra, juga disampaikan kepada Billy. Billy pun tak menampik keterangan tersebut. Tapi, ia menekankan bahwa komunikasi itu sebatas memberi informasi terkait perizinan Meikarta.
ADVERTISEMENT
“Beliau-beliau (Fitradjaja dan Henry) tanya mengenai RDC, saya menjawab secara logika umum,” kata Billy.
“Saya tahu (RDC keluar) dari meraka juga memberikan informasi. Ya, dari beliau beliau ini (Fitradjaja dan Henry),” lanjutnya.
Sebelum kembali mencecar Billy dengan pertanyaan, jaksa memperlihatkan screenshoot Whatsapp antara Billy dengan Fitradjaja. Ada kode J1 dan J2. Menurut Billy, J1 adalah Gubernur dan J2 merujuk kepada Wakil Gubernur.
Dalam percakapan tersebut, Billy mengatakan apa perlu mengejar Pemprov Jabar. Billy berkata bahwa percakapan itu bermaksud untuk meminta fasilitas dalam proses perizinan, bukan memperlicin izin keluar.
“Karena saya tahu urusan ini. Karena sudah masuk ke media massa difasilitasi Ditjen Otda. Maksud saya kalau ada masalah, ya, minta difasilitasi (Pemprov),” katanya.
Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah usai diperiksa KPK. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Diketahui dalam kasus ini, Billy, Fitra, Taryudi, dan Henry didakwa memberikan suap belasan miliar rupiah kepada Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin dan sejumlah pejabat Pemkab Bekasi.
ADVERTISEMENT
Total suap yang diberikan adalah sebesar Rp 16.182.020.000 dan SGD 270.000 atau sekitar Rp 2.174.949.000 (kurs Rp 10.507). Khusus untuk Neneng, ia disebut menerima suap sejumlah Rp 10.830.000.000.