Bisakah Hakim PN Jaksel Dituntut Seumur Hidup Seperti Akil Mochtar?

29 November 2018 3:38 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Muhammad Ramadhan usai diperiksa KPK terkait kasus OTT PN Jaksel. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Muhammad Ramadhan usai diperiksa KPK terkait kasus OTT PN Jaksel. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPK mengaku miris dengan masih maraknya operasi tangkap tangan (OTT) tindak pidana korupsi atau suap yang menyasar unsur penegak hukum. Misalnya, kasus dugaan suap penanganan perkara perdata di PN Jakarta Selatan yang melibatkan dua hakim baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut, pihaknya tak menutup kemungkinan para tersangka bisa dijatuhi hukuman maksimal. Apalagi, hukuman tersebut pernah diberikan KPK dan majelis hakim dalam kasus yang menjerat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
"Terkait dengan ancaman hukuman maksimal, sejauh ini KPK pernah menuntut hukuman seumur hidup waktu Ketua MK dituntut seumur hidup dan majelis hakim sepakat dengan tuntutan KPK," ujar Alex disela konferensi pers, Rabu (28/11).
Untuk menentukan hukuman maksimal, Alex menuturkan, ada sejumlah hal yang harud dilakukan baik oleh jaksa penuntut umum, maupun hakim yang menjatuhkan putusan. Misalnya, tak ditemukannya alasan bagi hakim atau jaksa untuk meringankan hukuman terdakwa.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Konferensi pers terkait OTT Pasuruan, Jakarta, Jumat (5/10/2018). (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Konferensi pers terkait OTT Pasuruan, Jakarta, Jumat (5/10/2018). (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
"Jelas, dalam fakta persidangan terungkap, tapi yang bersangkutan tidak mengakui kesalahannya. Artinya, dalam pertimbangan majelis hakim dan dalam surat JPU tidak ada pertimbangan hal yang meringankan. Maka JPU bisa ajukan hukuman tuntutan seumur hidup," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, berat atau ringannya hukuman yang akan dijatuhkan akan tergantung dari sikap terdakwa selama proses penyidikan hingga perkara disidangkan. Jika terdakwa bersikap kooperatif dan mau mengakui perbuatannya, hal tersebut bisa jadi akan meringankan hukumannya.
"Ketika ada hal meringankan yang menjadi pertimbangan tentu itu tak bisa menjadi dasar untuk menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada terdakwa," sambungnya.
Melalui hukuman berat tersebut, Alex berharap bisa memberikan efek jera bagi para penegak hukum. Sehingga, tidak akan ditemukan lagi putusan hakim yang bias akibat tindakan suap oknum tertentu.
Akil Mochtar (Foto: ANTARAFOTO/Muhammad Adimaja)
zoom-in-whitePerbesar
Akil Mochtar (Foto: ANTARAFOTO/Muhammad Adimaja)
Mantan Ketua MK Akil Mochtar telah dijatuhi vonis seumur hidup di tingkat pertama kasusnya. Ia dijerat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait pengurusan 10 sengketa pemilihan kepala daerah di MK dan tindak pidana pencucian uang.
ADVERTISEMENT
Hakim menyatakan, Akil terbukti menerima suap terkait empat dari lima sengketa pilkada dalam dakwaan kesatu, yaitu Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), serta Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).
Sementara itu di tingkat Kasasi, Mahkamah Agung juga menolak permohonan kasasi Akil Mochtar. Dengan demikian membuat dirinya harus tetap menjalani hukuman seumur hidup.
Tak hanya itu, majelis hakim juga menolak permohonan jaksa penuntut umum yang menginginkan hukuman Akil ditambah dengan membayar denda sebesar Rp 10 miliar.