BMKG: Aktivitas Gempa di Pulau Kalimantan Terendah

24 Agustus 2019 13:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu provinsi di Pulau Kalimantan digadang-gadang akan menjadi ibu kota Indonesia yang baru. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Pulau Kalimantan dianggap sebagai satu-satunya pulau besar di Indonesia dengan tingkat aktivitas kegempaan yang paling rendah.
ADVERTISEMENT
"Meskipun di Pulau Kalimantan terdapat struktur sesar dan memiliki catatan aktivitas gempa bumi, tetapi secara umum wilayah Pulau Kalimantan masih relatif lebih aman jika dibanding daerah lain di Indonesia, seperti Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Papua yang memiliki catatan sejarah gempa merusak dan menimbulkan korban jiwa sangat besar," jelas Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam keterangannya, Sabtu (24/8).
Dwikorita menjelaskan, Pulau Kalimantan memiliki jumlah struktur sesar aktif yang jauh lebih sedikit dari pulau-pulau lainnya di Indonesia. Posisi Pulau Kalimantan juga jauh dari zona tumbukan lempeng (megathrust).
Selain itu, beberapa struktur sesar di Kalimantan sebagian besar sudah berumur tersier, sehingga segmentasinya banyak yang tidak aktif lagi memicu gempa.
Pulau Derawan, Kalimantan Timur Foto: Flickr / Aning Jati
Meski begitu, bukan berarti Pulau Kalimantan tidak berpotensi terjadi gempa dan tsunami sama sekali. Sejumlah wilayah pesisir di Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan berhadapan dengan sumber gempa.
ADVERTISEMENT
"Tata ruang pemanfaatan daerah pesisir harus berbasis mitigasi bencana, Ini penting guna mengantisipasi bencana tsunami di pantai rawan tsunami dan tangguh menghadapi tsunami," ujar Dwikorita.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk menyiapkan evakuasi mandiri, dengan menjadikan guncangan gempa kuat sebagai peringatan dini tsunami. Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan di wilayah zona sesar aktif harus memahami bagaimana cara menyelamatkan diri saat terjadi bencana gempa bumi dan tsunami.
"Jika tempat tinggal kita di daerah rawan, maka yang penting dan harus disiapkan adalah langkah mitigasinya, kesiapsiagaannya, kapasitas masyarakat dan stakeholder, serta infrastruktur yang kuat untuk menghadapi gempa dan tsunami yang mungkin terjadi," ungkapnya.
Pemerintah Siapkan Sistem Monitoring Gempa yang Lebih Baik
Ilustrasi gempa Foto: kumparan/Nunki Pangaribuan
BMKG bersama kementerian dan lembaga terkait tengah menyiapkan sistem monitoring gempa, serta langkah-langkah mitigasi bencana yang lebih mumpuni demi keselamatan masyarakat. Penguatan sistem monitoring juga dilakukan di seluruh wilayah Indonesia.
ADVERTISEMENT
"BMKG bersama Kementerian/Lembaga lain berupaya meminimalisir sekecil mungkin risiko kebencanaan di wilayah tersebut dengan menyiapkan skenario mitigasi bencana yang tepat, terpadu, dan berkesinambungan," ujar Deputi Geofisika BMKG, Mohammad Sadly.
Pada 2019, sebanyak 194 unit sensor gempa dipasang. Dan ditargetkan pada 2020 mendatang BMKG akan memasang 154 unit sensor gempa, termasuk di wilayah Pulau Kalimantan. Tak hanya itu, juga akan dibangun 300 sarana penyebarluasan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami atau Warning Receiver System (WRS).
Menurut Sadly, WRS sangat penting agar informasi dan peringatan dini yang dikeluarkan BMKG dapat segera ditindaklanjuti pemerintah daerah, sehingga dapat mengurangi risiko dampak bencana. Masyarakat juga diimbau membangun rumah dengan struktur bangunan yang kuat dan tahan gempa.
ADVERTISEMENT
"Potensi bahaya gempa bumi harus diantisipasi dengan menerapkan building code dengan ketat dalam membangun struktur bangunan. Bangunan tahan gempa bumi wajib diberlakukan di daerah rawan gempa," tuturnya.
Ke depannya, BMKG akan melakukan mikrozonasi seismik untuk mengidentifikasi zona rentan gempa bumi. Dari situlah akan dibuat perencanaan wilayah yang aman dari gempa bumi, dan pengembangan bangunan tahan gempa.