BMKG: Musim Kemarau Lebih Kering Sampai Maret, Waspada Kebakaran Hutan

6 Maret 2019 17:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deputi Klimatologi BMKG, Herizal, serta Deputi Meteorologi BMKG, R Mulyono Prabowo, menyampaikan siaran pers soal prakiraan kemarau 2019. Foto: Ajo Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Deputi Klimatologi BMKG, Herizal, serta Deputi Meteorologi BMKG, R Mulyono Prabowo, menyampaikan siaran pers soal prakiraan kemarau 2019. Foto: Ajo Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih akan terjadi hingga Maret 2019. Hal ini disebabkan musim kemarau yang lebih kering di sepanjang tahun.
ADVERTISEMENT
Deputi Klimatologi BMKG, Herizal, mengungkapkan, penyebab musim kemarau yang terpantau lebih kering lantaran lemahnya El Nino serta Indian Ocean Dipole (IOD). Hal ini berdampak pada lemahnya sebaran curah hujan serta tak seragamnya peralihan musim hujan menuju musim kemarau di Indonesia.
“El Nino lemah dan IOD tidak akan banyak memengaruhi peralihan musim kali ini. Maka musim kemarau 2019 nanti diperkirakan akan lebih banyak dipengaruhi Monsun Australia dan gangguan cuaca,” ujar Herizal saat konferensi pers mengenai prakiraan kemarau 2019 di kantor BMKG, Jakarta, Rabu (6/3).
Akibatnya, musim kemarau datang lebih awal di NTT, NTB, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, sebagian Lampung, Jambi, Sumsel, Riau, serta Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Beberapa wilayah juga mengalami musim kemarau lebih kering, seperti sebagian Sumatera, Kalsel, NTT, NTB, serta hampir seluruh Sulawesi.
ADVERTISEMENT
Waspadai Karhutla
Sementara itu, menurut Deputi Meteorologi BMKG, Mulyono Prabowo, saat ini Indonesia memasuki masa peralihan musim yang ditandai aktivitas Maden Julian Oscillation (MJO). Namun tidak semua daerah terpengaruh oleh aktivitas tersebut.
“Tidak semua wilayah yang (mengalami), meskipun ada aktivitas MJO yang sedang aktif merambat wilayah bagian barat kemudian ke tengah dan ke timur. Beberapa wilayah khususnya untuk Sumatera ini ada semacam anomali,” ujarnya.
Kebakan Hutan di Riau Foto: FB Anggoro/Antara
“Karena di sana terjadi kekurangan curah hujan, sehingga kasus kebakaran hutan dalam beberapa hari belakangan sampai hari ini pun atau kemungkinan hari-hari ke depan, paling tidak sampai akhir bulan Maret ini, potensi untuk terjadinya kekurangan curah hujan dan terjadinya karhutla masih memungkinkan,” lanjut Prabowo.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan analisis Fire Danger Rating Sistem (FDRS) per 5 Maret 2019, potensi kemudahan terjadi karhutla terjadi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, serta Maluku Utara.
Rentang waktu terjadinya kemarau juga tidak sama. Berkisar dari dua bulan hingga sepuluh bulan.
“Yang panjang biasanya di daerah tadi NTT, NTB, kemudian juga beberapa tempat di utara Palu. Di Riau diantisipasi sampai paling tidak bulan Oktober,” imbuhnya.
Imbauan BMKG
BMKG mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat mewaspadai hal ini. Terutama di wilayah yang rentan bencana kekeringan meteorologis, karhutla, serta kekurangan air bersih.
BMKG juga mengingatkan untuk daerah yang mengalami masa transisi hingga mengalami curah hujan cukup tinggi, agar waspada terhadap bencana banjir bandang, longsor, petir, angin kencang, hingga gelombang tinggi.
ADVERTISEMENT
“Khususnya perairan sebelah barat daya Sumatera, selatan Jawa, hingga perairan sebelah selatan NTB, potensi untuk terjadi gelombang tinggi pada ketinggian kurang lebih 2,5 sampai 4 meter,” ujar Prabowo.