news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

BMKG Ungkap Kronologi Terjadinya Tsunami Selat Sunda

30 Desember 2018 23:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono (kanan). (Foto: Raga Imam/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono (kanan). (Foto: Raga Imam/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sudah lebih dari sepekan sejak terjadinya tsunami melanda Selat Sunda, tepatnya pesisir pantai Banten dan Lampung pada Sabtu (22/12) malam. Tsunami terjadi karena meningkatnya aktivitas Gunung Anak Krakatau yang kemudian longsor dan menyebabkan gelombang tinggi ke wilayah sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Kepala Pusat Gempa Bumi dan tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Rahmat Triyono mengungkapkan secara detail proses terjadinya tsunami Selat Sunda.
Bermula pada Jumat (21/12), Badan Geologi Kementerian ESDM dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah mendeteksi adanya aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau. Hasil pantauan saat itu menunjukkan tinggi abu kurang lebih 400 meter di atas puncak, dan 738 meter di atas permukaan laut.
Gunung Anak Krakatau. (Foto: Dok. Kementerian Kelautan dan Perikanan)
zoom-in-whitePerbesar
Gunung Anak Krakatau. (Foto: Dok. Kementerian Kelautan dan Perikanan)
Kolom abu terlihat hitam dan tebal, bergerak condong ke arah utara. Saat itu, status Gunung Anak Krakatau berada pada level II atau Waspada.
“Sebelumnya, kami telah memberikan peringatan dini gelombang tinggi yang berlaku tanggal 22 Desember 2018 pukul 07.00 WIB hingga tanggal 25 Desember 2018 pukul 07.00 WIB di wilayah perairan Selat Sunda dengan ketinggian 1,5–2,5 meter”, kata Rahmat dalam keterangan resminya, Minggu (30/12).
ADVERTISEMENT
Satu hari kemudian, yaitu Sabtu (22/12) pukul 20.56 WIB, Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi yang kemudian memicu longsor lereng seluar 64 hektare. 7 menit kemudian, peristiwa ini tercatat pada sensor seismograf BMKG di Cigeulis Pandeglang dan beberapa sensor lain di wilayah Banten dan Lampung.
Kondisi Hotel Mutiara Carita usai diterjang tsunami di Selat Sunda. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Hotel Mutiara Carita usai diterjang tsunami di Selat Sunda. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
Namun, Rahmat menuturkan, sistem processing otomatis gempa BMKG tidak memproses aktivitas erupsi secara otomatis, karena sinyal getaran yang tercatat bukanlah sinyal gempa bumi tektonik. Peringatan tsunami tidak dikeluarkan BMKG, sebab pemantauan Gunung Anak Krakatau dilakukan oleh PVMBG dan Badan Geologi.
“Sistem peringatan dini tsunami yang dimiliki oleh BMKG saat ini hanya untuk tsunami yang disebabkan gempa bumi tektonik. Sedangkan tsunami yang melanda Selat Sunda adalah akibat aktivitas vulkanik, sehingga saat ada aktivitas vulkanik di Gunung Anak Kraktau, sistem peringatan dini tsunami tidak mampu memproses secara otomatis adanya aktivitas vulkanik. Sehingga tidak memberikan warning tsunami," jelas Rahmat.
Pantauan udara dampak pasca tsunami di Kecamatan Sumur, Banten. (Foto: Resnu Andika/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pantauan udara dampak pasca tsunami di Kecamatan Sumur, Banten. (Foto: Resnu Andika/kumparan)
Selanjutnya, pada pukul 21.30 WIB, petugas Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG menerima laporan kepanikan masyarakat di Banten dan Lampung karena air laut pasang dengan tidak normal. Maka dari itu, BMKG langsung melakukan proses pengecekan marigram tidegauge (sementara) milik Badan Informasi Geospasial (BIG).
ADVERTISEMENT
Dari hasil pengecekan, terindikasi tercatat perubahan permukaan air laut di beberapa wilayah, seperti di Pantai Jambu, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang pada pukul 21.27 WIB dengan ketinggian 0,9 meter. Sementara itu di Pelabuhan Ciwandan, Kecamatan Ciwandan, Banten pada 21.33 WIB dengan ketinggian 0,35 meter.
Kondisi Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan usai terkena tsunami. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan usai terkena tsunami. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Di Kota Agung, Lampung, permukaan air mencapai 0,36 meter tercatat pukul 21.35 WIB, dan di Pelabuhan Panjang, Kecamatan Kota Bandar Lampung tercatat pukul 21.53 WIB dengan ketinggian 0,28 meter.
"Melihat dari hasil catatan marigran, tidegauge BIG tersebut diyakini bahwa ini merupakan gelombang tsunami. Selanjutnya pada pukul 22.30 WIB, BMKG segera mengeluarkan press release telah terjadi tsunami melanda Banten dan Lampung tidak dipicu oleh gempa bumi tektonik," ujar Rahmat.
ADVERTISEMENT
Pada malam yang sama, BMKG menyampaikan telah terjadi tsunami di Banten dan Lampung, yang bukan disebabkan oleh gempa tektonik. Setelah itu, pada Minggu (23/12) pukul 14.40 WIB, BMKG memastikan pusat getaran berada di Gunung Anak Krakatau dengan kedalaman 1 kilometer. Getaran akibat erupsi dan longsor Gunung Anak Krakatau setara dengan kekuatan 3,4 magnitudo.
BMKG ungkap kronologi tsunami Selat Sunda (Foto: Dok. BMKG)
zoom-in-whitePerbesar
BMKG ungkap kronologi tsunami Selat Sunda (Foto: Dok. BMKG)