Boediono Ungkap Upaya Eks Kepala BPPN Kurangi Utang Sjamsul Nursalim

19 Juli 2018 13:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Wakil Presiden Boediono bersaksi dalam kasus dugaan korupsi BLBI di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Wakil Presiden Boediono bersaksi dalam kasus dugaan korupsi BLBI di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mantan Wakil Presiden Boediono mengakui bahwa ia ikut dalam beberapa kali rapat membahas soal penyelesaian utang BLBI Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim. Ketika itu, Boediono yang menjabat Menteri Keuangan tercatat menjadi anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).
ADVERTISEMENT
Ia pun mengakui bahwa Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN pernah mengusulkan penghapusan utang BDNI tersebut. Hal tersebut terungkap dari kesaksian Boediono dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/7).
Dalam kesaksiannya, Boediono mengaku pernah ada rapat membahas utang petambak kepada BDNI sebesar Rp 4,8 triliun. Piutang tersebut dijadikan sebagai jaminan aset oleh BDNI dalam penyelesaian BLBI. Belakangan diketahui bahwa utang itu ternyata dijamin oleh dua perusahaan yang juga dimiliki Sjamsul Nursalim.
Masalah utang petambak itu pun sempat dibahas dalam rapat terbatas pada 11 Februari 2004 di Istana Negara.
"Ketua BPPN menjelaskan utang petambak Rp 3,9 triliun, dan atas Rp 3,9 triliun itu dihitung utang petambak Rp 1,1 triliun, dan sisanya Rp 2,8 triliun diusulkan Ketua BPPN disulkan write off (dihapusbukukan)," ujar jaksa membacakan BAP Boediono.
Boediono saat bersaksi dalam sidang lanjutan Syafruddin Temenggung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/7). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Boediono saat bersaksi dalam sidang lanjutan Syafruddin Temenggung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/7). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
"Saya kira memang begitu, kalau seingat saya memang ada usulan write off," kata Boediono menanggapi isi BAP tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut terungkap dari rekaman laporan Syafruddin dalam ratas tersebut yang diputar penuntut umum dalam persidangan. Berikut isi laporan dalam rekaman itu:
Yah ini kami diminta oleh Pak Djatun untuk melaporkan beberapa hal yang memang pelik, tapi saya kira bisa kita selesaikan. Pertama adalah penyelesaian hutang petambak Dipasena, nah ini kami laporkan bahwa kami juga berkordinasi dengan Pak .. menyampaikan ... sudah normal, tapi mereka memang membutuhkan satu modal kerja baru, tapi modal kerja baru itu tidak akan masuk kalau kita melakukan rekturiasiasi terhadap hutang petambaknya, bukan hutang di compeninya, karena perusahaan itu sudah milik negara bu, sudah kita ambil. nah hutang petambaknya itu yang memang besarnya itu 3,9 triliun.
ADVERTISEMENT
utang petambaknya itu memang 3,9 triliun. uang itu, kalau kami hitung, utangnya itu yang bisa dibayar oleh petani-petani tambak itu adalah 1,1 triliun, dan sisanya, 2,8 triliun itu untuk di-write off, karena itu akan membebani dari petani tambak dan dia tidak bisa bank-able untuk meminjam kembali. kalau dilihat dari recovery rate-nya sebenarnya ini kira kira 25 persen petani tambak ini. saya kira cukup baik dari recovery rate, karena UKM lain pun berkisar 20-30 persen
Boediono sempat dicecar soal apakah usulan Syafruddin menghapus Rp 2,8 triliun itu disetujui KKSK. Namun Boediono berkilah bahwa KKSK tidak membahas lebih lanjut soal hal tersebut.
"Kami tidak bahas itu, hanya fokus beban petambak berkurang itu bagus bagi kegiatan ekonomi mereka," kata Boediono.
Mantan Wakil Presiden Boediono bersaksi dalam kasus dugaan korupsi BLBI di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Wakil Presiden Boediono bersaksi dalam kasus dugaan korupsi BLBI di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Selain itu, Boediono mengaku bahwa Syafruddin tidak pernah melaporkan adanya misrepresentasi penyelesaian utang pemilik BDNI Sjamsul Nursalim. Misrepresentasi yang dimaksud adalah utang petambak udang kepada BDNI sebesar Rp 4,8 triliun. Utang itu dijamin oleh dua perusahaan Sjamsul yakni PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM). Sjamsul menjaminkan utang dari petambak itu sebagai piutang yang lancar. Namun belakangan diketahui bahwa tergolong sebagai kredit macet.
ADVERTISEMENT
"Sepanjang yang saya hadiri, saya tidak ingat ada pembicaraan mengenai masalah misrepresentasi," kata Boediono.
"Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung tidak melaporkan kepada KKSK tentang misrepresentasi PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) sebesar Rp 4,8 triliun atas pelaksanaan Financial Due Diligence Ernest and Young," kata jaksa membacakan BAP Boediono.
"Benar," jawab dia.