BPN Ingatkan Kubu Jokowi Tak Perlu Bumbui Kasus Hoaks Ratna Sarumpaet

2 Maret 2019 4:50 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet mengikuti sidang perdana di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (28/2/2019). Foto: Antara Foto/Reno Esnir
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet mengikuti sidang perdana di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (28/2/2019). Foto: Antara Foto/Reno Esnir
ADVERTISEMENT
Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandiaga Uno, Ferdinand Hutahaean, mengingatkan kubu Jokowi - Ma'ruf Amin tak perlu membumbui dan melakukan gimmick atas kasus hoaks Ratna Sarumpaet. Politikus Demokrat ini menegaskan, kasus hokas Ratna adalah kasus tunggal yang tak ada kaitannya dengan Prabowo maupun BPN.
ADVERTISEMENT
“Kita akan lihat kebenanaran nanti pada saat proses hukum berjalan. TKN (Tim Kampanye Nasional) tidak perlu membumbuinya dengan segala sesuatu yang tidak perlu. Ya apalagi mengatakan, Prabowo mudah percaya kebohongan sama sekali tidak,” kata Ferdinand dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (2/3).
Ferdinand Hutahaen, politisi Partai Demokrat yang ditemui awak media pada Kamis (9/8). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Ia pun tak terima sidang kasus hoaks Ratna yang sedang berjalan dikatakan sebagai bukti buruknya pengaruh Prabowo. Ia menegaskan Prabowo tak mudah dibohongi.
“Kasus Ratna itu bukan menunjukkan bahwa Pak Prabowo mudah percaya hoaks atau mudah dibohongi tetapi itu menunjukan bahwa Pak Prabowo memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap rasa sosial kepada sesama manusia,” ungkapnya.
Prabowo menemui Ratna Sarumpaet di tempat yang dirahasiakan pada Selasa, 2 Oktober 2018 Foto: Twitter @fadlizon
Justru menurut Ferdinand, Jokowi yang gampang dibohongi. Dia menyebutkan salah satunya adalah ketika Jokowi menunjuk Arcandra Tahar menjadi Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2016 lalu. Padahal dia berstatus kewarganegaraan Amerika Serikat. Namun kemudian harus diberhentikan karena melanggar undang-undang.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Ferdinand juga mengatakan, Jokowi menyampaikan data-data yang tidak benar pada saat debat kedua Pilpres 2019.
“Justru kalau mau bicara hoaks ya, Jokowi itu banyak sekali menyampaikan hal-hal yang tidak sesuai fakta. Bahkan di hadapan ratusan juta masyarakat Indonesia yang menyaksikan debat kedua kemarin Jokowi menyampaikan data-data yang hoaks," terangnya.
"Jadi kalau TKN bicara menuding 02 itu sebagai penyebar hoaks saya pikir mereka harus berkaca kembali ke dirinya melihat bagaimana Jokowi tanpa merasa bersalah menyampaikan data-data dan informasi yang hoaks pada saat debat pilpres,” ungkapnya.
Presiden Jokowi saat menyampaikan pidato kebangsaan di SICC Sentul, Bogor, Minggu (24/2/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Ferdinand juga mengungkit masalah program nasional Mobil Esemka yang sampai hari ini belum diproduksi. Menurut dia, hal itu termasuk hoaks karena sudah disampaikan Jokowi berkali-kali ke publik.
ADVERTISEMENT
“Persoalan Mobil Esemka sampai hari ini menjadi mobil ghaib yang tidak pernah terlihat wujudnya. Saya pikir tuduhan itu sengaja dikembangkan untuk menciptakan opini negatif pada 02,” tegas dia.
"Tetapi sesungguhnya fakta yang terjadi adalah 01 yang paling banyak hoaks digunakan untuk mengangkat citra dirinya termasuk klaim-klaim mereka dengan kebrhasilan infrastruktur dan ekonomi. Hoaks yang dibangkitkan untuk mengangkat citra elektabilitasnya," pungkasnya.
Pengakuan Hoaks Ratna Sarumpaet Foto: Putri Sarah A/kumparan
Kasus hoaks Ratna Sarumpaet telah memasuki babak baru. Kini, kasus ini telah masuk dalam tahap persidangan. Pada sidang perdana pada Kamis (28/2), Ratna didakwa telah membuat cerita fiktif alias hoaks penganiayaan terhadap dirinya yang sempat menggegerkan publik. Tak tanggung-tanggung, Prabowo turut menjadi korban hoaks Ratna itu.
Ratna ditetapkan sebagai tersangka pada 5 Oktober 2018. Ratna dijerat Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 46 tentang Peraturan Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan terancam hukuman 10 tahun penjara.
Klaim vs Fakta Wajah Bengkak Ratna Sarumpaet Foto: Putri Sarah A/kumparan