BPOM Surabaya Sita Produk Kosmetik dan Jamu Ilegal Senilai Rp 3,1 M

13 Agustus 2018 17:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
BBPOM menyita produk kosmetik dan jamu ilegal senilai Rp 3,1 M. (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
BBPOM menyita produk kosmetik dan jamu ilegal senilai Rp 3,1 M. (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hati-hati memilih produk kosmetik ataupun mengkonsumsi jamu yang beredar di tengah masyarakat. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Surabaya masih menemukan dan menyita ribuan produk kosmetik, jamu, dan pangan, obat ilegal di Jawa Timur, Senin (13/8).
ADVERTISEMENT
Kepala BBPOM Surabaya Sapari mengingatkan masyarakat untuk cerdas dalam memilih produk untuk dikonsumsi. Sebab, produk ilegal banyak mengandung bahan-bahan berbahaya bagi manusia.
"Kami mengimbau masyarakat Jawa Timur untuk cerdas memilih obat atau pun pangan dan kosmetik yang akan digunakan mengingat hasil temuan yang cukup besar ini," ujar Sapari.
Dia menjelaskan, hasil temuan ini nilainya mencapai Rp 3,1 miliar. Artinya peredaran barang-barang ilegal ini masih banyak ditemukan di berbagai tempat. Sapari menjelaskan, barang bukti yang digelar merupakan hasil sitaan sejak Januari hingga Agustus 2018.
"Kami amankan barang-barang ilegal ini beserta dengan pengedarnya dari berbagai tempat seperti gudang, pusat perbelanjaan, hingga rumah-rumah," ujarnya.
Selain itu, Supari menyatakan bahwa operasi telah dilakukan sesuai dengan koridor perundang-undangan yang berlaku. "Kita juga didukung pihak kepolisian seperti Polda Jatim dan polres atau polsek setempat," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kepala Seksi Penyelidikan BPOM, Siti Amanah, menjelaskan beberapa barang sitaan dan temuan tersebut juga diketahui mengandung senyawa yang berbahaya. Beberapa produk kosmetik bahkan masuk ke dalam public warning yang tercantum di website BBPOM.
"Ada lipstik misalnya, mengandung bahan rodamin yang bersifat karsinogenik. Bisa menyebabkan kanker dalam penggunaan jangka panjang," terangnya.
Barang bukti produk kosmetik dan jamu ilegal senilai Rp 3,1 M yang disita BBPOM.  (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Barang bukti produk kosmetik dan jamu ilegal senilai Rp 3,1 M yang disita BBPOM. (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
Tak hanya kosmetik, jamu tradisional ilegal mengandung BKO (bahan kimia obat) yang seharusnya memerlukan keahlian khusus dalam peracikannya. Amanah menunjukkan salah satu kapsul merah putih yang merupakan jamu pegal linu.
"Seperti ini namanya jamu setelan. Disetel sendiri kalau sakitnya apa kira-kira obatnya apa saja. Misal, pegal linu dicampur antara paracetamol, analgesic, dan lain-lain. Tentu saja jamu-jamu ini berbahaya karena kandungannya tidak diketahui dan komposisi oplosannya yang asal-asalan," terangnya.
ADVERTISEMENT
Makanan Ringan Berbahaya
BBPOM juga menyita beberapa jenis makanan ringan yang tidak memiliki izin edar. Salah satunya yaitu biskuit coklat dengan merek Putra Bali. "Makanan biskuit ini disita di kawasan Kenjeran. Dalam penyitaan biskuit tersebut kami mendapati 4 truk produk biskuit yang harganya mencapai Rp 600 juta," ujar Sapari
Menurut Sapari, pihaknya telah melakukan cek laboratorium terhadap sampel biskuit jeruk dan coklat itu. Hasilnya, didapati bahan-bahan berbahaya yang apabila dikonsumsi dapat menyebabkan indikasi alergi, seperti mual dan muntah.
Merek Terkenal Belum Tentu Tak Bahaya
BBPOM juga menyita beberapa produk kosmetik terkenal asal Korea sebagai barang bukti. Namun barang kosmetik ini hanya tidak memiliki izin edar maupun izin impor di Indonesia sehingga BPOM tidak dapat menjamin keamanannya.
ADVERTISEMENT
Meskipun produk terkenal dan harganya mahal, namun BBPOM tidak bisa menjamin keamanan, karena tidak ditemukan notifikasi atau izin edar maupun izin impor di Indonesia.
"Jadi meskipun sudah terkenal, saya harap masyarakat dapat tetap menggunakan produk yang memiliki nomor BPOM," imbau Amanah.
Selanjutnya, Sapari menjelaskan, total perkara selama 8 bulan ini adalah 11 kasus, satu perkara di antaranya telah siap disidangkan.
"Tersangka kasus terancam terjerat Pasal 197 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar," kata Sapari.