BPPT Usul Modifikasi Cuaca Atasi Karhutla di Sumatera dan Kalimantan

8 Agustus 2019 21:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kebakaran Hutan di Riau  Foto: FB Anggoro/Antara
zoom-in-whitePerbesar
Kebakaran Hutan di Riau Foto: FB Anggoro/Antara
ADVERTISEMENT
Modifikasi cuaca untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan bisa saja dilakukan. Hal itu dikatakan oleh Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBTMC-BPPT) Tri Handoko Seto.
ADVERTISEMENT
Seto mengatakan modifikasi cuaca berpeluang terjadinya hujan, karena masih terdapat pertumbuhan awan di wilayah tersebut. Hingga kini, BBTMC-BPPT masih tunggu komando dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
“Pantauan saat ini, di wilayah Sumatera dan Kalimantan masih terdapat pertumbuhan awan sehingga penerapan teknologi modifikasi cuaca berpeluang besar. Kami sudah menyerahkan data pada pihak BNPB untuk modifikasi cuaca di Sumatera dan Kalimantan. Namun, memang baru provinsi Riau yang dilaksanakan TMC,” ujar Tri Handoko Seto dalam keterangannya, Kamis (8/8).
Sementara operasi modifikasi cuaca untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau telah dilaksanakan sejak 26 Februari hingga saat ini. Pada 30 Juli, jumlah titik api (hotspot) di wilayah Provinsi Riau terpantau nol. Sementara, jumlah tertinggi sekitar 20 titik panas selama akhir Juli 2019.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, wilayah-wilayah yang diusulkan BBTMC-BPPT untuk dilaksanakan TMC antisipasi Karhutla (Kebakaran Hutan dan Lahan) meliputi Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
“Secara historis, peningkatan jumlah hotspot secara signifikan di Sumatera mulai bulan Juni dan di Kalimantan mulai bulan Juli, hingga puncaknya pada bulan Agustus pada September," papar Tri Handoko Seto.
Meningkatnya jumlah hotspot, lanjut Seto, juga dipengaruhi berkurangnya curah hujan pada bulan-bulan tersebut. Data historis curah hujan kurun 2009-2018 pada Juli dan Agustus di wilayah Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, sangat rendah dan berpotensi terjadi kebakaran hutan dan lahan.
“Curah hujan juga minim untuk September, namun membaik pada bulan Oktober. Pada bulan September di wilayah-wilayah tersebut masih rawan terjadi karhutla. Jadi untuk Riau kami usulkan diperpanjang hingga akhir September atau akhir musim kemarau sesuai prediksi BMKG ,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Posko Riau untuk antisipasi kebakaran hutan dan lahan, pada 26 Februari- 20 April 2019 telah dilaksanakan sebanyak 63 penerbangan dengan total jam terbang capai 114 jam dengan habiskan sekitar 50.000 kg bahan semai, menggunakan pesawat Cassa 212-200 milik TNI AU.
“Hasil air mencapai 324,01 juta M3,” kata Seto.
Sementara periode 22 Mei hingga 3 Agustus, operasi TMC dilaksanakan dua tahap, dengan menggunakan sistem flare dan bahan semai. Pada tahap pertama total jam terbang 36 jam menghabiskan 74 Gygroscopic flare dan 4 Agl BIP dengan menggunakan PK-TMC (BPPT).
Sedangkan tahap kedua, total jam terbang 25 jam dengan menghabiskan 12.400 kg bahan semai mengggunakan pesawat Cassa 212-200 PK-PCT .
ADVERTISEMENT
“Rentang waktu tersebut menghasilkan 114, 27 juta M3 air,” ujarnya.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan, pihaknya akan upayakan maksimal untuk membantu menanggulangi Karhutla agar tidak mengalami kembali kasus karhutla 2015. “Presiden sudah perintahkan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Karhutla 2019 di Istana Negara agar pemadaman harus dilakukan meskipun titik api masih belum berdampak besar dan meluas,” ujarnya.
Seperti diketahui, TMC mulai dimanfaatkan sebagai salah satu solusi di dalam upaya penanganan bencana asap akibat kebakaran lahan dan hutan di Indonesia untuk pertamakalinya pada 1997 dalam operasi Pengendalian Karhutla di Sumatera dan Kalimantan, sebagai dampak El Nino pada September – Oktober 1997.
Penghujung 2006 sebagian besar kawasan hutan dan lahan gambut di wilayah Sumatera dan Kalimantan mengalami kebakaran yang masif. Bencana kabut asap ini mengakibatkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia merasa terganggu asap yang berasal dari wilayah Indonesia. Pemerintah memutuskan untuk melaksanakan operasi gabungan, yaitu operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan dari darat dan udara. Operasi gabungan dari udara dengan penerapan TMC dan Water Bombing.
Perbandingan hotspot aktual di Sumatera dan Kalimantan. Foto: Dok. BPPT
ADVERTISEMENT