Bupati Lampung Tengah Nonaktif Didakwa Menyuap Anggota DPRD Rp 9,6 M

14 Mei 2018 17:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Lampung Tengah non-aktif, Mustafa.  (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Lampung Tengah non-aktif, Mustafa. (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
ADVERTISEMENT
Bupati Lampung Tengah nonaktif Mustafa didakwa menyuap beberapa anggota DPRD Lampung Tengah periode 2014-2019 sebesar Rp 9,6 miliar. Perbuatan itu dilakukan bersama dengan Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah, Taufik Rahman.
ADVERTISEMENT
"Telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu," kata penuntut umum KPK, Ali Fikri saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/5).
Para pihak yang disebut menerima suap adalah Natalis Sinaga, Rusliyanto, Achmad Junaidi Sunardi, Raden Zugiri, Bunyana dan Zainuddin. Junaidi adalah Ketua DPRD, sementara Natalis merupakan Wakil Ketua DPRD. Dari keenam nama tersebut, Natalis dan Rusliyanto yang sudah dijerat sebagai tersangka.
Penuntut umum menyebut bahwa suap itu diberikan agar DPRD Kabupaten Lampung Tengah memberikan persetujuan terhadap rencana pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 300 miliar pada tahun anggaran 2018.
ADVERTISEMENT
Selain itu, suap diberikan dengan tujuan agar surat pernyataan kesediaan Pimpinan DPRD Kabupaten Lampung Tengah untuk dilakukan pemotongan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBU) Lampung Tengah dalam hal terjadi gagal bayar ditandatangani. "Keseluruhannya (suap) sejumlah Rp 9.695.000.000," ujar Ali.
Suap itu berawal ketika Pemkab Lampung Tengah berencana meminjam uang Rp 300 miliar kepada PT SMI untuk pembangunan proyek infrastruktur berupa ruas jalan dan jembatan yang akan dikerjakan oleh Dinas PUPR Lampung Tengah.
Terkait itu, Mustafa memerintahkan Taufik selaku Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga bersama Madani yang merupakan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Abdul Haq selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan I.G Suryana selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (BALITBANG), untuk membahas rencana penggunaan dana pinjaman dan menyiapkan usulan jalan dan jembatan yang menjadi prioritas untuk dibangun di Kabupaten Lamteng
ADVERTISEMENT
Setelah beberapa kali melakukan koordinasi dengan pihak PT SMI, BUMN itu menyetujui pinjaman tersebut. Namun, pinjaman itu harus melalui persetujuan DPRD.
Kemudian dilakukan rapat bersama dengan DPRD. Namun, mayoritas anggota DPRD menolak usulan peminjaman daerah pada PT SMI. Akhirnya, Mustafa memutuskan menemui Natalis. Dalam pertemuan di rumah Natalis, ia meminta bantuan agar peminjaman itu disetujui DPRD.
Natalis kemudian menyanggupi permintaan tersebut dengan syarat Mustafa menyiapkan uang Rp 5 miliar, untuk nantinya diserahkan pada pimpinan DPRD Lampung Tengah. Mustafa menyanggupinya. Ia menyatakan, Taufik akan menyerahkan uang tersebut pada Natalis.
Beberapa hari kemudian Mustafa memperoleh informasi dari Taufik bahwa Natalis meminta tambahan uang sebanyak Rp 3 miliar untuk diberikan kepada Ketua DPD dari Partai Demokrat, PDIP dan Partai Gerindra. "Apabila para ketua DPD tersebut tidak berikan uang kemungkinan partai mereka tidak akan menyetujui pinjaman daerah masuk anggaran tahun 2018," kata Ali menirukan perkataan Natalis kepada Mustafa.
Sidang korupsi terdakwa Mustafa. (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang korupsi terdakwa Mustafa. (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
Mustafa kemudian memerintahkan Taufik mencari uang itu, dengan cara meminta kepada para rekanan yang akan mengerjakan proyek Tahun Anggaran 2018 yang dananya berasal dari pinjaman tersebut. Taufik menawarkan proyek, namun meminta rekanan itu membayar terlebih dahulu commitment fee.
ADVERTISEMENT
Dua rekanan yakni Simon Susilo dan Budi Winarto alias Awi menyanggupinya. Simon menyanggupi dan memilih dua paket proyek yang total nilai anggarannya sebesar Rp 67 miliar.
Simon kemudian berjanji bersedia memberikan kontribusi atau commitment fee sebesar Rp 7,5 miliar. Sedangkan Budi memilih 1 proyek dengan nilai proyek Rp 40 miliar. Ia bersedia memberikan commitment fee Rp 5 miliar. Total uang dari Budi Rp 12,5 miliar.
Setelah terkumpul, Taufik kemudian melaporkan kepada Mustafa. Uang kemudian dibagikan secara bertahap sejak November sampai dengan Desember 2017 dengan total penyerahan uang sebesar Rp 8.695.000.000. Berikut uang yang diberikan kepada anggota DPRD Kabupaten Lamteng :
A. Kepada Natalis melalui Rusmaladi, Rp 2 miliar. Uang tersebut diserahkan oleh Rusmaladi kepada orang suruhan Natalis. Uang tersebut untuk bagian Natalis Rp 1 miliar. Sedangkan, sisanya sebesar Rp1 miliar Natalis diserahkan kepada Iwan Rinaldo Syarief selaku Plt. Ketua DPC Partai Demokrat Lamteng.
ADVERTISEMENT
B. Kepada Raden Zugiri selaku Ketua Fraksi PDIP secara bertahap melalui Rusmaladi dan Aan Riyanto Rp 1,5 miliar.
C. Kepada Bunyana alias Atubun anggota DPRD Kabupaten Lamteng melalui Erwon Mursalin selaku ajudan Mustafa sebesar Rp 2 miliar. Uang itu diperuntukkan untuk dibagikan kepada seluruh Anggota DPRD Lampung Tengah.
D. Kepada Zainuddin selaku Ketua Fraksi Gerindra melalui Andri Kadarisman Rp 1,5 miliar. Pemberian itu diperuntukkan untuk Gunadi Ibrahim selaku Ketua Partai Gerindra Provinsi Lampung.
E. Kepada Natalis, Raden dan Zainuddin melalui Andri Kadarisman Rp 495 juta.
F. Kepada Achmad Junaidi selaku Ketua DPRD Kabupaten Lampung Tengah melalui Ismail Rizki, Erwin Mursalin dan Ike Gunarto sebesar Rp 1,2 miliar.
Bupati Lampung Tengah Ditahan KPK (Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir)
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Lampung Tengah Ditahan KPK (Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Penuntut umum menyebut setelah permintaan uang anggota DPRD itu terpenuhi, kemudian unsur Pimpinan DPRD Lampung Tengah pada 21 November 2017, mengeluarkan persetujuan Rencana Pinjaman Daerah Pemkab Lampung Tengah kepada PT SMI.
ADVERTISEMENT
Namun, PT SMI menyatakan masih ada yang kurang, yakni surat pernyataan kepala daerah yang disetujui pimpinan DPRD mengenai kesediaan pemotongan DAU dan DBH secara langsung, apabila terjadi gagal bayar.
Untuk mendapatkan persetujuan tersebut, Mustofa kembali menemui Natalis. Namun Natalis kembali meminta uang Rp 2,5 miliar jika ingin syarat tersebut dipenuhi. Kemudian Mustafa memerintahkan Taufik untuk mencari dana kepada rekanan lain, yakni Miftahullah Maharano Agung.
Miftahullah lalu memberikan Rp 900 juta. Uang itu digenapkan menjadi Rp 1 miliar dari dana taktis Dinas Bina Marga. Uang pada akhirnya diserahkan kepada Natalis melalui Andi Perangin-angin pada 13 November 2017.
Sehari setelah uang diserahkan, KPK menangkap Natalis dan Rusliyanto. Namun dalam penangkapa itu, KPK hanya menemukan uang Rp 996.150.000.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatanya, Mustafa disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Atas dakwaan dari penuntut umum, Mustafa mengaku tidak akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan. "Tidak akan melakukan eksepsi, saya akan jelaskan yang saya tahu, nantinya pada saat sidang saksi-saksi," kata Mustafa.