Caci dan Puji Bagi Trump yang Batalkan Pertemuan dengan Kim Jong-un

25 Mei 2018 10:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga lihat pembatalan pertemuan AS & Korea Utara. (Foto: REUTERS / Kim Hong-Ji)
zoom-in-whitePerbesar
Warga lihat pembatalan pertemuan AS & Korea Utara. (Foto: REUTERS / Kim Hong-Ji)
ADVERTISEMENT
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberikan harapan yang terlalu muluk bagi dunia ketika dia menyatakan akan menemui sendiri Kim Jong-un. Tapi nyatanya, ketika pertemuan tinggal menghitung hari, Trump membatalkan pertemuan tersebut.
ADVERTISEMENT
Sedianya pertemuan itu akan dilakukan di Singapura pada 12 Juni mendatang. kementerian Komunikasi dan Informasi Singapura sempat membuka pendaftaran akreditasi untuk wartawan asing yang akan meliput pertemuan itu. Namun pendaftaran tersebut itu ditunda.
Trump tiba-tiba membatalkan pertemuan tersebut, disampaikan melalui sebuah surat kepada Kim Jong-un. Isinya pertemuan belum dapat dilakukan karena komentar dan "permusuhan terbuka" kubu Kim. Surat tersebut juga berisi ancaman Trump soal nuklir AS.
Padahal pertemuan itu disebut akan menjadi langkah besar dalam upaya perdamaian Korea Utara dan Korea Selatan serta denuklirisasi Korut. Bahkan muncul wacana, Trump layak mendapatkan Nobel Perdamaian karena upaya mendamaikan kedua negara ini.
Surat Trump untuk Kim Jong-Un. (Foto: www.whitehouse.gov)
zoom-in-whitePerbesar
Surat Trump untuk Kim Jong-Un. (Foto: www.whitehouse.gov)
Langkah Trump menuai pro dan kontra, pujian dan cacian. Pujian karena menurut beberapa orang keputusan tersebut sangat tepat. Cacian karena Trump telah melewatkan kesempatan emas menjadikan AS sebagai juru damai dunia.
ADVERTISEMENT
Para pengamat politik internasional AS mengatakan langkah Trump tepat karena pertemuan itu tidak menjanjikan apa-apa. Whit Ayres, konsultan politik AS, mengatakan situasi akan semakin buruk jika pertemuan itu tetap berlangsung namun gagal menghasilkan sesuatu.
"Membatalkan pertemuan yang tidak produktif lebih baik ketimbang mengadakan pertemuan yang tidak produktif," kata Ayres, dikutip Reuters.
Pengamat lainnya, Olli Heinonen, mantan wakil direktur jenderal badan nuklir PBB, menduga Trump membatalkan pertemuan karena Korut dianggap tidak serius melucuti senjara nuklir mereka. Jadi langkah Trump tepat membatalkan pertemuan, untuk melihat bagaimana reaksi Kim Jong-un.
"Trump menguji kesungguhan Kim. Kita harus ingat mengapa Kim ingin bertemu. Sanksi bekerja. Korut punya masalah ekonomi. Saya merasa ini bukan akhir dari perjalanan," kata Heinonen.
ADVERTISEMENT
Trump dikritik karena membatalkan pertemuan itu, salah satunya oleh kubu oposisi yang digawangi Partai Demokrat di AS.
"Tergesa-gesa menyetujui pertemuan dan membatalkannya, Presiden Trump harus sadar dia sekarang melemah dan semakin membuat AS terisolasi," kata Senator Demokrat di Komisi Hubungan Luar Negeri Senat, Robert Menendez.
Warga lihat pembatalan pertemuan AS & Korea Utara. (Foto: REUTERS / Kim Hong-Ji)
zoom-in-whitePerbesar
Warga lihat pembatalan pertemuan AS & Korea Utara. (Foto: REUTERS / Kim Hong-Ji)
Dengan membatalkan pertemuan itu, AS juga dianggap semakin menghilangkan pengaruhnya dari Korut. Menurut James Acton, direktur Program Kebijakan Nuklir di lembaga Carnegie Endowment for International Peace, Trump membuat AS kehilangan kemampuannya "memberikan tekanan" agar Korut melucuti nuklirnya.
Di saat seperti ini, kata Acton, China yang akan ambil keuntungan. Korut telah menghancurkan terowongan uji nuklirnya, dan China yang akan menuai pujian. Langkah Korut ini juga akan membuat China enggan menerapkan sanksi internasional terhadap Pyongyang.
ADVERTISEMENT
"Korut telah melakukan tindakan yang cukup menenangkan China dan China akan membalasnya dengan perekonomian," kata Acton.
Selain itu, Trump juga berpotensi merusak hubungan AS dan Korsel. Pembatalan pertemuan dengan Kim akan merusak kesepakatan proses damai dan denuklirisasi yang diperoleh dalam pertemuan Kim dan Presiden Korsel Moon Jae-in April silam.
"Kami masih mencari tahu apa maksud dari Presiden Trump," kata juru bicara kepresidenan Korsel, Kim Eui-kyeom, dikutip dari kantor berita Yonhap.