Cagub Sultra dan Walkot Kendari Didakwa Terima Suap Rp 6,8 Miliar

18 Juli 2018 15:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Asrun dan Adriatma di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Asrun dan Adriatma di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
ADVERTISEMENT
Cagub Sulawesi Tenggara sekaligus mantan wali kota Kendari, Asrun, didakwa menerima uang Rp 6,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah. Asrun didakwa bersama-sama anaknya, Wali Kota Kendari nonaktif Adriatma Dwi Putra.
ADVERTISEMENT
Uang miliaran rupiah itu diduga merupakan suap untuk memuluskan sejumlah proyek di Kota Kendari. Saat itu, Adriatma menjabat wali kota Kendari periode 2017-2022.
"Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan menerima hadiah seluruhnya, yaitu menerima uang Rp 6,8 miliar," kata jaksa Ali Fikri saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/7).
Perkara ini dimulai ketika Asrun mencalonkan diri sebagai cagub Sultra berpasangan dengan Hugua dalam Pilkada serentak 2018. Pada Oktober 2017, Hasmun yang merupakan kontraktor menemui orang kepercayaan Adriatma dan Asrun, yakni Fatmawati Faqih. Saat Asrun menjabat wali kota Kendari, Fatmawati menjadi Kepala BKAD Kota Kendari. Sedangkan pada saat Adriatma menjabat, Fatmawati menjadi staf khusus.
"Fatmawati dikenal sebagai orang yang mempunyai pengaruh untuk mendapatkan proyek," ujar jaksa.
ADVERTISEMENT
Pada pertemuan itu, Fatmawati menyampaikan kepada Hasmun bahwa Asrun mempunyai keperluan untuk kampanye. Hasmun kemudian diminta untuk menyiapkan sejumlah uang dan disanggupi oleh Hasmun.
"Untuk proses calon gubernur Sultra ke depannya semakin membutuhkan banyak biaya, untuk itu mohon bantuanya," kata jaksa menirukan ucapan Fatmawati kepada Hasmun.
Asrun hendak menjalani pemeriksaan di Gedung KPK (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Asrun hendak menjalani pemeriksaan di Gedung KPK (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Kemudian pada 23 Januari 2018, Hasmun mendapatkan proyek multi years Jalan Bungkutoko-Kendari New Port Tahun Anggaran 2018-2020, dengan nilai proyek Rp 60.168.400.000. Saat itu terjadi kesepakatan antara Fatmawati dan Hasmun bahwa setiap proyek dikenakan fee 7 persen, atau milimal Rp 2 miliar. Hasmun kemudian menyanggupi dan berjanji memberikan Rp 4 miliar.
Jaksa menyebut uang Rp 4 miliar itu diterima oleh Asrun melalui Fatmawati secara dua tahap. Pada 15 Juni 2017, fee Rp 2 miliar diserahkan di Hotel Marcopolo Jakarta, kemudian diserahkan di rumah Fatmawati Rp 2 miliar pada 30 Agustus 2017.
ADVERTISEMENT
Selain proyek Jalan Bungkutoko-Kendari New Port, Hasmun juga mendapat proyek multi years pembangunan Gedung DPRD Kota Kendari tahun 2014-2017 dengan nilai kontrak Rp 49.288.000.000. Serta, proyek pembangunan Tambat Labuh Zona III Taman Wisata Teluk Ujung Kendari Beach tahun 2014-2017 dengan nilai proyek Rp 19.933.300.000.
Adriatma usai jalani pemeriksaan di Gedung KPK. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Adriatma usai jalani pemeriksaan di Gedung KPK. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Pada 16 Februari 2018, Adriatma meminta bantuan untuk biaya kampanye ayahnya sebesar Rp 2,8 miliar. Hal itu seperti yang disampaikan oleh Fatmawati sebelumnya. Fatmawati kemudian mengingatkan Hasmun untuk membantu Asrun karena menurutnya elektabilitas Asrun sangat tinggi.
Kemudian di 26 Februari 2018, Hasmun memenuhi janjinya memberikan uang Rp 2,8 miliar kepada Adriatma. Uang itu diambil oleh orang suruhan Adriatma, Wahyu Ade Pratama ke rumah Hasmun. Hasmun menyerahkan uang itu dalam dus komputer Dell untuk dibawa oleh Wahyu. Kardus itu diganti namanya menjadi Paseo.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari setelah penyerahan uang, KPK menangkap Adriatma, Hasmun, dan Asrun. Setelah dihitung, uang yang diserahkan Hasmun kepada Asrun hanya ada Rp 2.798.300.000.
Dalam perkara ini, Adriatma dan Asrun didakwa melanggar Pasal 12 huruf b UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana. Atau Pasal 11 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.