Cak Imin Setuju eks Napi Korupsi Tak Boleh Nyaleg: Usaha Preventif

27 Mei 2018 21:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cak Imin di kantor kumparan (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Cak Imin di kantor kumparan (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPU saat ini sedang merancang Peraturan KPU (PKPU) untuk mengatur mantan napi korupsi tak boleh jadi caleg. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengatakan, ia setuju dengan ide KPU untuk mencegah peningkatan kasus korupsi.
ADVERTISEMENT
"Secara prinsip itu usaha preventif. Yang memang menunjukkan komitmen agar proses caleg sudah memiliki komitmen untuk tidak memasang keterkaitan dengan korupsi. Saya setuju KPU," ucap Cak Imin, di kediamannya, Jalan Widya Chandra IV, Jakarta Selatan, Minggu (27/5).
Namun, Cak Imin mengingatkan, melarang eks napi korupsi untuk menjadi peserta pemilu sama saja dengan mencabut hak politik seseorang. Hal itu, kata dia, semestinya hal itu dilakukan lewat pengadilan.
"Konstitusi menyatakan bahwa hak politik itu dicabut lewat pengadilan. Kalau pengadilan tidak memutuskan bagaimana prosedurnya, bagaimana?" lanjutnya.
"Pada dasarnya kita setuju yang dimaui KPU. Cuma hanya mengingatkan saja semua aspek aturan harus berpegang dalam konstitusi," lanjutnya.
Aturan tentang mantan napi yang dilarang nyaleg itu sebenarnya ditolak oleh DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada Selasa (22/5) yang lalu. Namun, KPU tetap berkukuh akan merealisaskan wacana tersebut.
Ketua KPU RI Arief Budiman (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPU RI Arief Budiman (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Meski begitu, sejumlah pihak menganggap keputusan Komisi II DPR tersebut tidak dapat mengikat KPU. Jika merujuk pada putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016, KPU merupakan lembaga independen. Sehingga keputusan untuk membentuk aturan soal larangan napi itu, dapat tetap dibuat dalam PKPU.
ADVERTISEMENT
Walaupun ditolak DPR, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, jika ada pihak yang tak terima dengan aturan itu, bisa mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
“Kalau tidak setuju dengan peraturan KPU maka jalannya peraturan KPU harus di-judicial review dulu. Jadi jangan kemudian ada aturannya terus ditabrak langsung, diputuskan sepihak, tidak. Sesuai dengan regulasinya harusnya dipatuhi dulu,” ucap Arief, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (23/5).