Caleg Gerindra di Jatim I Gugat Teman Separtai Diduga Ada Politik Uang

4 Juli 2019 11:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ruangan Mahkamah Konstitusi. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ruangan Mahkamah Konstitusi. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Caleg Gerindra dapil Jawa Timur I, Bambang Haryo Soekarto, menggugat Rahmat Muhajirin, rekan separtainya sendiri ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan dilayangkan lantaran petahana itu merasa suaranya dicuri Rahmat.
ADVERTISEMENT
Dalam permohonannya yang terlampir di laman resmi MK, Bambang menyebut suara yang didapatnya seharusnya sebesar 87.000 suara. Sedangkan dalam perolehan yang dirilis KPU, Bambang hanya mendapat 52.451 suara.
Menurut Bambang, Rahmat seharusnya hanya mengantongi 30.000 suara. Adapun menurut KPU, Rahmat menang dengan 86.274 suara.
Bambang menilai kemenangan Rahmat terkesan janggal. Pasalnya, Rahmat bukan merupakan public figure yang familiar dengan masyarakat. Berbeda dengan dirinya yang merupakan petahana.
"Ternyata ada caleg dari internal partai Gerindra yang bernama H.Rahmat Muhajirin, nomor urut empat. Dia bukan artis, bukan juga tokoh masyarakat yang sering masuk media cetak maupun elektronik. Kiprahnya belum dikenal di masyarakat Surabaya dan Sidoarjo, namun dalam pemilu 17 April 2019 kemarin mendapatkan suara yang fantastis," ujar permohonan tersebut.
Ilustrasi lambang Mahkamah Konstitusi. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Dalam permohonannya, Bambang menduga perolehan suara Rahmat yang luar biasa itu didapat karena politik uang. Bambang menganggap kecurangan politik uang oleh Rahmat dilakukan secara masif hingga bisa menggelembungkan suara.
ADVERTISEMENT
"Pemohon menduga jika suara tinggi yang diperoleh H. Rahmat Muhajirin, nomor urut 4 sebesar 86.274 suara, adalah bukan karena sosialisasinya, bukan karena kerja keras mencari simpati dari masyarakat, tapi karena caleg a quo diduga menggunakan money politic secara masif," jelas permohonan tersebut.
Bambang menganggap Pemilu 2019 mengandung banyak kecurangan. Sebab, caleg dengan nama besar banyak kalah dari caleg pendatang baru di dapilnya masing-masing. Sebagai contoh, dia menyebut nama Akbar Faisal dari NasDem yang juga kalah.
"Banyaknya terjadi money politic masif, tapi anehnya Bawaslu sebagai pengawas pemilu tidak mampu menangkapi pelaku-pelaku money politic, maka tumpuannya mencari keadilan hanya ada di Mahkamah Konstitusi," tulisnya.