Cara Bedakan Berita Hoaks: Paham Mana Informasi 'Emas' dan 'Sampah'

25 April 2018 12:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Produksi Hoaks di Media Sosial (Foto: Lidwina Win Hadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Produksi Hoaks di Media Sosial (Foto: Lidwina Win Hadi/kumparan)
ADVERTISEMENT
Motivator Krishnamurti membuka sesi pertama seminar nasional Gerakan Indonesia Optimis (GINDO) bertajuk 'Indonesia Maju Tanpa Hoax'. Krishnamurti terlihat santai membuka dengan memberikan permainan kepada para hadirin.
ADVERTISEMENT
Ia bercerita pengalamannya saat mendatangi sebuah pelatihan di Melborune, Australia. Pelatihan itu mengajarkan bagaimana agar tidak terperangkap dalam informasi hoaks.
"Pembahasan hoaks hari ini membingungkan. Saya baru sadar 20 tahun lalu saya mendatangi pelatihan di Melbourne. Diajarkan bagaimana otak kita kerja. Ternyata otak kita menerima dan mengeluarkan sampah. Dari situ, saya mampu memilah mana sampah mana emas," kata dia di Balai Prajurit Jenderal M. Jusuf, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (25/4).
Seminar Gerakan Indonesia Optimis di Makassar. (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Seminar Gerakan Indonesia Optimis di Makassar. (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
Ia pun menuturkan prinsip bagaimana dia berusaha menghindari hoaks, yakni dengan membedakan informasi 'sampah' dan informasi 'emas'.
"Garbage in garbage out, emas masuk emas keluar," ucap Krishnamurti.
Pembicara lain yakni pendiri Harian Fajar, Alwi Hamu, ikut berkomentar mengenai hoaks di media massa. Sebagai pemimpin PT Media Fajar yang memiliki puluhan media baik cetak maupun online, ia menyebut bahwa munculnya hoaks di media massa sangat tidak dapat dijadikan acuan.
ADVERTISEMENT
"Saya punya media banyak, hampir setiap kota saya punya surat kabar. Selama ini kita berharap tidak ada hoaks karena tidak dapat dipertanggungjawabkan," ujar Alwi.
Alwi Hamu di Seminar GINDO, Makassar (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Alwi Hamu di Seminar GINDO, Makassar (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
Ia pun kemudian menyarankan agar masyarakat bisa kembali membaca media cetak. Alwi beralasan media seperti online dan informasi melalui media sosial bisa berpotensi memunculkan hoaks tanpa bukti yang jelas.
"Kembali kepada media cetak, karena cetak pasti tidak akan memuat hal-hal hoaks. Saya punya media sosial, tapi hanya dibaca sekadarnya, bukan jadi acuan," lanjut dia.
Di kesempatan lain, Krishnamurti ikut membagikan pengalamannya bagaimana memiiki sikap toleransi. Ia kemudian menjelaskan pesan dari bapaknya agar bisa berbuat baik dan menghargai perbedaan sesama umat manusia dengan hal-hal sederhana.
Motivator Krishnamurti di Seminar GINDO (Foto:  Nabilla Fatiara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Motivator Krishnamurti di Seminar GINDO (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
"Saya non muslim. Bapak saya yang buddhist, saya bertanya 'kita berbuat baik buat apa?'. Beliau menjawab 'suatu saat kamu paham apa artinya menjadi anak baik. Berbuat baiklah supaya kamu paham menjadi orang baik," tutup Krishnamurti.
ADVERTISEMENT
Seminar GINDO bertujuan memberikan motivasi dan pembekalan kepada mahasiswa untuk mempersiapkan generasi optimis. Tidak hanya itu, mereka juga diharapkan dapat memiliki sikap toleransi dan bersikap bijak dalam menggunakan media sosial agar tidak terjerumus ke dalam hoaks.
Seminar Gerakan Indonesia Optimis di Makassar. (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Seminar Gerakan Indonesia Optimis di Makassar. (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)