Cara Bertahan Hidup Saat Terjebak di Dalam Gua

11 Juli 2018 18:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ekapol Asisten Pelatih 12 Anak Thailand yang Terjebak di Gua (Foto: Twitter/@yvvonelim9)
zoom-in-whitePerbesar
Ekapol Asisten Pelatih 12 Anak Thailand yang Terjebak di Gua (Foto: Twitter/@yvvonelim9)
ADVERTISEMENT
Sebanyak 12 anak dan satu asisten pelatih sepak bola yang terjebak dalam gua Thailand sejak 23 Juni lalu berhasil diselamatkan pada Selasa (10/7). Saat ini mereka dapat melihat sinar mentari usai 17 hari terperangkap di dalam pekatnya Gua Tham Luang di provinsi Chiang Rai, Thailand.
ADVERTISEMENT
Sejumlah pertanyaan pun mengemuka. Mulai dari bagaimana misi penyelamatan dan kemampuan anak-anak itu bertahan, hingga mengenai karakteristik gua yang mengalami kebanjiran tersebut.
Kali ini, kumparan mewawancarai seorang mahasiswa bernama Ade Luthfi yang tergabung dalam organisasi Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI). Pria berusia 22 tahun tersebut telah malang melintang menyusuri puluhan gua yang ada di Indonesia.
Menurut Ade, fenomena gua yang kebanjiran seperti di Gua Tham Luang merupakan satu dari sekian banyak masalah yang seringkali dihadapi para penyusur gua seperti dirinya.
"Di tiap gua itu (masalahnya) antara banjir, apalagi kalau mulut guanya berada di lembahan yang airnya masuk semua, atau (bisa juga) batu runtuh, jadi kena kepala. Kurang oksigen bisa juga," jelas Ade kepada kumparan, Rabu (11/7).
Mapala UI di Gua Cidomba, Bogor (Foto: Dok: Ade Luthfi)
zoom-in-whitePerbesar
Mapala UI di Gua Cidomba, Bogor (Foto: Dok: Ade Luthfi)
Oleh sebab itu, kata dia, sebuah standard operational procedure yang umum dilakoni para penyusur jika mendapati gua yang kebanjiran adalah menahan diri dan tak bertindak gegabah. Menunggu air surut merupakan satu hal yang bisa dilakukan.
ADVERTISEMENT
"Dibandingkan dengan memaksakan diri dengan menyelam, lebih baik ditunggu aja. Dalam situasi rescue seperti itu, misal dalam pendakian gunung kalau case-nya sama kayak lagi tersesat atau kekurangan bahan makanan harusnya kayak gitu. Lebih baik nunggu daripada enggak tahu harus gimana," tutur Ade
Salah satu gua yang beberapa kali dikunjungi Ade dan kawan-kawan Mapala lainnya adalah Gua Cidomba. Gua tersebut terletak di kawasan karst Tajur, Bogor, Jawa Barat. Sejumlah kendala seperti air yang merembes masuk ke gua juga menjadi masalah yang dihadapi. Untuk itu, dia selalu memeriksa kondisi terlebih dahulu sebelum memutuskan pergi ke gua tersebut.
"Kalau lagi musim hujan aliran airnya tinggi. Jadi kadang bahaya juga kalau berkegiatan di gua itu," jelas mahasiswa fakultas teknik tersebut.
ADVERTISEMENT
Bagi seorang penyusur gua seperti dirinya, perencanaan yang matang merupakan kunci dari keberhasilan ekspedisi menyusuri gua. Tidak heran jika sebelum berangkat, dia akan melakukan riset terhadap gua yang dituju.
"Untuk menelusuri gua, kalau ada petanya kita mengacu pada peta tersebut. Apa bahayanya dan sebagainya. Kalau belum ada kita buat peta itu terus kita share ke orang-orang karena biar orang lain tahu dalamnya seberapa, perlu bawa tali berapa, bahayanya di mana, dan seterusnya," tambahnya.
Mapala UI di Gua Cidomba, Bogor (Foto: Dok: Ade Luthfi)
zoom-in-whitePerbesar
Mapala UI di Gua Cidomba, Bogor (Foto: Dok: Ade Luthfi)
Meski sudah merencanakannya dengan matang sekalipun, Ade tetap punya pengalaman buruk saat menyusuri gua. Saat itu dadanya sesak karena tak bisa bernapas akibat kekurangan oksigen. Dirinya pun terpaksa menggunakan tabung oksigen kecil untuk kembali lagi ke mulut gua.
ADVERTISEMENT
"Dulu pernah kekurangan oksigen di gua Luweang Kembar, Jateng. Karena guanya itu baru pertama kali dibuka saat sudah lama ditutup. Jadi kandungan oksigen tipis. Salahnya kita terus melanjutkan ke gua itu. Dada dan pernapasan kita jadi sesak," jelas dia.
Terkait dengan 12 anak dan asisten pelatih yang memilih bermeditasi dan menunggu bantuan, Ade menyebut tindakan tersebut sudah tepat. Sebab dalam kondisi seperti itu, yang diperlukan adalah bersikap tenang. Apalagi mereka tak memiliki peralatan yang memadai untuk menyusuri gua.
"Yang paling penting kita tenang. Kalau tenang kita bisa berpikir logis. Jadi kita engggak ambil tindakan tergesa-tenang yang bisa membahayakan diri orang lain," tutupnya.